Siapa Abigail Limuria? Aktivis Muda yang Tengah Menjadi Sorotan
- Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia memulai beberapa platform yang fokus pada edukasi politik dan pemberdayaan perempuan.

Distika Safara Setianda
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Nama Abigail Limuria sedang ramai menjadi perbincangan di media sosial. Dia menerima banyak pujian di media sosial setelah tampil sebagai narasumber di media internasional Al Jazeera dan DW News.
Saat itu, ia membahas aksi demonstrasi menolak sejumlah kebijakan DPR yang berlangsung pada Kamis, 28 Agustus 2025.
Abigali juga semakin dikenal luas ketika ia bersama tokoh-tokoh muda lainnya merumuskan “17+8 Tuntutan Rakyat,” sebuah rangkuman aspirasi masyarakat yang disuarakan melalui aksi demonstrasi pada 2025.
Dengan cara penyampaian yang sederhana dan lugas, ia menjelaskan aspirasi rakyat dari perspektif generasi muda. Beberapa warganet mengatakan Abigail mirip dengan Tom Lembong, netizen mempertanyakan apakah ia memiliki hubungan keluarga dengan Tom Lembong. Lantas, siapa Abigali Limuria?
Profil Abigail Limuria
Abigail Limuria merupakan aktivis sosial-politik sekaligus penulis muda Indonesia yang konsisten menciptakan ruang dialog kritis bagi kaum muda.
Abigail lahir pada 10 November 1994 di Jakarta. Ia menempuh pendidikan di Biola University, Amerika Serikat, dari tahun 2013 hingga 2017, dengan konsentrasi studi di bidang Media and Cinema Arts.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia memulai beberapa platform yang fokus pada edukasi politik dan pemberdayaan perempuan.
Abigail adalah salah satu Pendiri What Is Up, Indonesia? (WIUI) sekaligus penulis bersama buku terlaris Makanya, Mikir!
WIUI merupakan platform media independen yang membahas isu sosial-politik Indonesia secara berani, mudah dipahami, dan seringkali menghibur, khususnya bagi orang Indonesia yang dibesarkan di luar negeri dan merasa terputus dari diskursus lokal.
Dengan analisis tajam dan pemahaman budaya yang mumpuni, WIUI kini menjadi sumber terpercaya bagi generasi muda Indonesia dalam menavigasi isu-isu nasional yang kompleks.
WIUI dikenal memanfaatkan pop culture, meme, dan humor agar isu-isu serius bisa disampaikan dengan cara yang lebih ringan dan mudah dipahami.
Meski demikian, berita yang disajikan tetap terpercaya, bahkan menyediakan layanan konseling bekerja sama dengan Ibunda.id untuk membantu pembaca yang merasa cemas atau pesimis terhadap kondisi politik.
Abigail juga menginisiasi Bijak Memilih, sebuah program kolaborasi dengan Think Policy yang bertujuan memberikan edukasi pemilu. Ia turut berperan sebagai co-inisiator bersama Andhyta Firselly Utami, salah satu pendiri Think Policy.
Melalui program ini, tersedia informasi objektif mengenai partai politik, visi-misi pasangan calon, serta diadakan roadshow ke kampus dan diskusi publik. Inisiatif ini bertujuan meningkatkan partisipasi generasi muda dalam proses demokrasi di Indonesia.
Platform ini memenangkan MIT Solve Global Challenge 2023, sebagai pengakuan atas dampak inovatifnya dalam demokrasi dan akses digital.
Bersama Grace Kadiman, ia meluncurkan media sosial dan proyek buku yang dinamai Lalita Project, sebuah inisiatif storytelling yang menyoroti perempuan inspiratif di Indonesia.
Lalita berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti “jelita.” Melalui Lalita Project, mereka dapat mengapresiasi perempuan-perempuan Indonesia beserta keunikan dan kemampuan masing-masing.
Proyek ini menghasilkan buku berjudul Lalita: 51 Cerita Perempuan Hebat di Indonesia (2019), yang menghadirkan kisah tokoh-tokoh seperti Sri Mulyani, Najwa Shihab, hingga perempuan kurang dikenal namun berpengaruh.
Lalita Project bertujuan untuk meretas narasi perempuan yang selama ini banyak terinspirasi dari luar negeri dengan menampilkan jejak inspiratif perempuan Indonesia sendiri yang hebat dan menginspirasi.
Pengalaman akademisnya di luar negeri ini menjadi dasar dalam mengembangkan pola pikir kritis, pemahaman estetika media, serta visi untuk memberdayakan masyarakat, khususnya perempuan dan generasi muda.
Ia menyampaikan gagasannya dengan cara yang akrab, ringan, dan mudah dicerna, namun tetap bermakna dan terpercaya. Gaya inklusif inilah yang menjadi kekuatan utama dalam karya dan berbagai inisiatifnya.
Pada 2025, Abigail menjadi penulis bersama buku Makanya, Mikir!, yang membahas berpikir kritis dan model mental untuk pengambilan keputusan sehari-hari. Buku ini terjual lebih dari 7.000 eksemplar pada bulan pertama, 11.000 pada bulan kedua, dan meraih predikat Bestseller pada bulan kedua.
Fokus utama karya Abigail adalah membuat gagasan besar dan kompleks menjadi lebih mudah dipahami, relevan, dan sulit diabaikan.

Distika Safara Setianda
Editor
