Tren Leisure

Orang Tua Merokok, Anak Berpeluang Stunting

  • JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus berupaya fokus menurunkan angka anak stunting di Indonesia. Penelitian membuktikan ada hubungan antara orang tua perokok dengan peluang anak menjadi stunting. Persoalan rokok ternyata tidak hanya berkaitan langsung dengan kesehatan, namun juga soal sosial ekonomi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia, anggaran yang dikeluarkan […]

Orang Tua Merokok, Anak Berpeluang Stunting

JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus berupaya fokus menurunkan angka anak stunting di Indonesia. Penelitian membuktikan ada hubungan antara orang tua perokok dengan peluang anak menjadi stunting.

Persoalan rokok ternyata tidak hanya berkaitan langsung dengan kesehatan, namun juga soal sosial ekonomi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia, anggaran yang dikeluarkan untuk konsumsi rokok lebih besar daripada membeli kebutuhan pangan yang bergizi.

“Perilaku merokok membuat orang tua mengurangi jatah biaya belanja makanan bergizi, biaya kesehatan, pendidikan, dan lainnya,” ungkap Dr. Bernie Endaryani Medise, Sp.A(K) seperti dilansir dari laman resmi Kemenkes (07/02).

Dari fakta ini dan memperhitungkan faktor genetik dan lingkungan, anak yang berasal dari keluarga perokok memiliki probabilitas untuk mengidap stunting naik sebesar 5,5 persen dibandingkan dengan anak yang bukan dari orang tua perokok.

Dampak Stunting

Kondisi stunting pada anak sangat berdampak pada kecerdasan atau kognitif anak. Semakin dini anak terpapar asap rokok, risiko untuk terjadi berbagai penyakit akan semakin besar.

Faktanya adalah nikotin yang terdapat dalam rokok hanya perlu 7 detik untuk mencapai sel saraf, termasuk pada ibu hamil. Sehingga sejak dalam kandungan, janin menjadi sangat rentan untuk terdampak efek buruk zat-zat racun dalam rokok.

“Ini akan sangat mengganggu janin, erat kaitannya dengan gangguan atensi dan kemunduran otak anak di kemudian hari,” kata dr. Mayung dari Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia pada media saat ditemui di gedung Kemenkes.

Widyastuti Soerojo dari Komnas Pengendalian Tembakau menambahkan bahwa dampak nikotin pada anak mulai pada kandungan 4 minggu.  “Perkembangan organ manusia yang paling terakhir adalah perkembangan otak depan, baru akan selesai sampai umur 20-25 tahun. Fungsinya semua kognitif, pengambilan keputusan, jati diri dan lain-lain.”

“Kami mengamati berat badan dan tinggi anak-anak (<= 5 tahun) pada 2007 dan kemudian melacak mereka pada 2014 secara berurutan untuk mengamati dampak perilaku merokok orang tua dan konsumsi rokok pada stunting. Secara mengejutkan, ditemukan anak-anak yang tinggal di rumah tangga dengan orang tua perokok kronis serta dengan perokok transien cenderung memiliki pertumbuhan lebih lambat dalam berat dan tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di rumah tangga tanpa orang tua perokok.” Teguh Dartanto, PhD, Kepala Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI.

Teguh menambahkan, penelitian ini menegaskan bahwa anak-anak yang tinggal dengan orang tua yang tidak merokok akan tumbuh 1,5 kg lebih berat dan 0.34 cm lebih tinggi daripada mereka yang tinggal dengan orang tua perokok kronis. Ini menunjukkan bahwa perokok aktif/kronis cenderung memiliki probabilitas anak-anak pendek atau kerdil.

Kabar baiknya, pada 2019 lalu, Kemenkes mengumumkan jika angka anak stunting turun menjadi 27,67 persen. Penurunan ini terbilang cukup signifikan dibandingkan dengan data stunting Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) 2018 yang mencapai 30,8 persen.

Mantan Menteri Kesehatan Nila Moeloek berharap ke depannya, Indonesia terus mencatat angka stunting akan terus turun sebanyak 3 persen per tahun.

“Saya melimpahkan pekerjaan ini kepada kepemimpinan selanjutnya. Kalau kita hitung, setiap tahunnya stunting turun 3 persen dan di 2024 targetnya akan di bawah 20 persen,” ujar Nila dikutip dari Liputan6 (07/02).