Konten Kreator Australia Oleng: Sponsor Turun, Pilih Kabur ke Luar Negeri
- Aturan baru Australia soal medsos untuk anak picu penurunan iklan dan views kreator. Industri A$9 miliar ini guncang, kreator besar mulai cari target negara baru.

Muhammad Imam Hatami
Author

JAKARTA, TRENASIA.ID – Industri kreator digital Australia tengah menghadapi guncangan besar setelah pemerintah memberlakukan larangan penggunaan media sosial bagi anak di bawah usia 16 tahun.
Kebijakan yang mulai berlaku pada 10 Desember ini memicu kekhawatiran serius di kalangan kreator, pengiklan, hingga akademisi, bahkan mendorong sejumlah figur besar mempertimbangkan hengkang ke luar negeri.
Salah satu yang paling vokal adalah Jordan Barclay, kreator gaming asal Melbourne dengan kerajaan konten bernilai US$50 juta. Barclay mengaku larangan ini mengancam keberlangsungan bisnisnya.
“Kami akan pindah ke luar negeri karena di situlah uangnya berada, Kami tidak bisa terus berbisnis jika pengiklan meninggalkan Australia.” jelasnya dikutip laman Reuters, Senin, 24 November 2025.
Industri Influencer Terancam Guncang
Larangan ini diperkirakan memengaruhi industri media sosial Australia yang bernilai sekitar A$9 miliar. Peneliti Susan Grantham memperingatkan dampak instannya bagi ekosistem kreator. “Jika akun-akun ini hilang sekaligus, ekonomi influencer akan terdampak instan,” katanya.
Kreator di YouTube menjadi kelompok yang paling terdampak mengingat 55% pendapatan mereka bergantung pada iklan, dengan rata-rata 18 sen untuk setiap 1.000 tayangan.
Undang-undang baru tersebut mewajibkan platform memblokir akun lebih dari satu juta anak, dengan ancaman denda hingga A$49,5 juta bagi perusahaan teknologi yang tidak patuh.
Baca juga : Saham GOTO Melesat, Pasar Sambut CEO Baru Hans Patuwo
Meski remaja masih bisa menonton YouTube tanpa akun, hilangnya personalisasi membuat algoritma tidak lagi mendorong konten populer ke audiens muda. Hal ini menurunkan jumlah penayangan, terutama bagi kreator yang banyak ditonton kalangan remaja.
Pakar pemasaran digital Stephanie Scicchitano menambahkan bahwa pengiklan kini lebih berhati-hati menargetkan audiens muda, membuat potensi pendapatan kreator semakin tertekan.

Cari Negara Tujuan Baru
Perusahaan Barclay, Spawnpoint Media yang mengelola iklan Lego dan Microsoft sudah merasakan penurunan minat sponsor. “Mereka khawatir apa arti larangan ini ke depan. Kalau meluas, masuk akal bagi kami untuk berinvestasi di luar negeri.” jelas Barclay.
Ia menyebut Amerika Serikat sebagai opsi karena peraturan lebih ramah bagi industri kreator dan dukungan pemerintah terhadap ekonomi digital.
Fenomena perpindahan ini bukan sekadar wacana. Beberapa kreator, termasuk keluarga Empire Family, telah lebih dulu pindah ke Inggris untuk menjaga stabilitas pendapatan.
Peneliti media sosial Crystal Abidin mengingatkan bahwa kreator yang menampilkan anak-anak di bawah 16 tahun merupakan kelompok paling berisiko terdampak akibat larangan tersebut.
Duo musisi anak Tina dan Mark Harris (Lah-Lah) juga menyuarakan kekhawatiran. Selain potensi penurunan pendapatan, mereka takut pada persepsi publik yang kini melihat konten anak sebagai sesuatu yang berbahaya. Mereka menilai pemerintah menggambarkan YouTube secara negatif sebagai platform yang penuh risiko.
Baca juga : Kesempatan Kerja 2026: BPS Rekrut 190.000 Mitra untuk Sensus Ekonomi, Ini Syarat & Honornya
Awalnya YouTube sempat dikecualikan dari larangan tersebut, tetapi kemudian masuk dalam aturan setelah regulator menemukan 37% anak pernah menjumpai konten berbahaya di platform tersebut.
Shannon Jones dari kanal anak Bounce Patrol menyayangkan aturan ini karena dinilai merugikan kreator anak berkualitas. Sementara kreator besar seperti Junpei Zaki memperkirakan dampaknya tidak terlalu besar bagi dirinya karena 90% audiensnya berasal dari luar Australia.
Namun, kreator kecil yang mengandalkan audiens domestik diproyeksikan menjadi korban utama. Salah satu yang merasakan langsung ancaman ini adalah Dimi Heryxlim, kreator berusia 15 tahun yang membangun bisnis House of Lim melalui TikTok dan Instagram. Kehilangan akun dapat menghambat usahanya, namun ia tetap menunjukkan sikap pantang menyerah.

Muhammad Imam Hatami
Editor