Tren Global

Spesifikasi Chromebook, Kenapa Dinilai Tak Layak Pakai?

  • Secara umum, Chromebook hadir dengan storage kecil (16-64 GB) dan RAM 2-4 GB. Prosesor yang digunakan pun kelas entry-level, seperti Intel Celeron atau MediaTek, yang kurang mampu menangani multitasking berat.
download (18).jpg

JAKARTA, TRENASIA.ID - Program pengadaan laptop Chromebook untuk sekolah menjadi sorotan tajam publik. Ini setelah yang digagas mantan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarimditetapkan sebagai tersangka. Proyek yang awalnya digadang-gadang sebagai lompatan digitalisasi pendidikan ini justru dinilai bermasalah sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan. 

Alih-alih mempermudah akses pembelajaran, distribusi perangkat banyak yang tidak sesuai kebutuhan, terutama di daerah 3T yang minim jaringan internet. Akibatnya, ribuan unit laptop hanya menumpuk di sekolah tanpa bisa digunakan secara maksimal.

Dilansir TreanAsia dari berbagai sumber, Jumat, 5 September 2025, apa yang membuat spesifikasi Chromebook tersebut dianggap tidak layak untuk pendidikan Indonesia?

Infrastruktur Tak Mendukung

Chromebook sangat bergantung pada koneksi internet stabil. Faktanya, banyak sekolah di Indonesia, terutama di daerah terpencil, bahkan belum memiliki akses listrik memadai, apalagi internet. BPKP mencatat ribuan unit Chromebook dikirim ke sekolah tanpa listrik atau jaringan, membuat perangkat nyaris tak bisa difungsikan.

Spesifikasi Teknis Minim

Secara umum, Chromebook hadir dengan storage kecil (16–64 GB) dan RAM 2–4 GB. Prosesor yang digunakan pun kelas entry-level, seperti Intel Celeron atau MediaTek, yang kurang mampu menangani multitasking berat. Untuk pemakaian dasar sebenarnya cukup, tetapi untuk mendukung pembelajaran digital yang lebih kompleks, spesifikasi ini dianggap kurang.

Ketergantungan pada penyimpanan cloud juga menjadi masalah di daerah dengan akses internet terbatas. Akibatnya, siswa dan guru sulit memanfaatkan perangkat secara maksimal.

Baca juga : Harga Sembako di DKI Jakarta Jumat, 05 September 2025, Daging Sapi Naik, Ikan Lele Turun

OS Belum Familiar

Chrome OS sebagai sistem operasi utama ternyata tidak intuitif bagi sebagian besar guru dan siswa. Minimnya pelatihan serta kurangnya dukungan teknis membuat banyak pengguna kesulitan beradaptasi. Alih-alih membantu pembelajaran, perangkat malah menimbulkan frustrasi.

Tender Tanpa Kajian Mendalam

Laporan juga menyoroti proses tender yang dinilai dipaksakan. Padahal, uji coba pada 2019 sudah menunjukkan keterbatasan Chromebook untuk konteks Indonesia. Ada dugaan intervensi pihak tertentu, termasuk konsultan yang dekat dengan penyedia teknologi, dalam pengambilan keputusan.

Harga Dianggap Berlebihan

Harga per unit yang dibayarkan pemerintah disebut jauh di atas nilai wajar jika dibandingkan dengan spesifikasi yang ditawarkan. BPKP memperkirakan kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun, akibat kombinasi antara markup harga, ketidaktepatan sasaran, dan kualitas perangkat.

Pelanggaran Prosedur

Audit juga menemukan tidak adanya kompetisi terbuka dalam pemilihan merek. Selain itu, terdapat dugaan intervensi pihak di luar kewenangan resmi kementerian dalam proses pengadaan.

Baca juga : 6 Toko Roti Legendaris di Jakarta, Bertahan Lintas Generasi Sejak 1930-an

Dampak ke Dunia Pendidikan

Alih-alih mengurangi learning loss pascapandemi, Chromebook justru membuat banyak sekolah kebingungan. Anggaran besar yang dihabiskan untuk membeli perangkat itu dinilai lebih berguna bila dialihkan untuk memperbaiki infrastruktur dasar: listrik, internet, dan pelatihan guru.

Spek Rekomendasi vs. Realita

KomponenRekomendasi PendidikanSpek yang Dibeli (Diduga)Dampak
RAM4 GB ke atas2–4 GBMudah lag saat multitasking
Storage64 GB16–32 GBSulit dipakai offline
KonektivitasWi-Fi + port tambahanTerlalu bergantung cloudTak berguna di daerah offline
Dukungan OSUpdate hingga 10 tahunTidak jelasRisiko keamanan tinggi