Tren Global

Sepakat Bayar US$38 Miliar, Menilik Monopoli Visa-Mastercard di AS

  • Visa-Mastercard tawarkan settlement US$38 miliar dan pangkas biaya kartu, namun pemilik usaha menilai reformasi masih belum memadai untuk menggerus dominasi dua raksasa tersebut
visa_vs_mastercard.png
Ilustrasi Mastercard dan Visa. (GetOneCard.app)

JAKARTA, TRENASIA.ID - Visa dan Mastercard menyetujui kesepakatan penyelesaian hukum (settlement) senilai US$38 miliar yang diajukan para pedagang (merchant atau pemilik usaha/peritel yang menerima pembayaran menggunakan kartu) di Amerika Serikat. 

Kesepakatan ini merupakan upaya menyelesaikan gugatan antitrust yang telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun, terkait tuduhan bahwa kedua jaringan kartu tersebut menetapkan biaya transaksi kartu kredit (swipe fees) yang terlalu tinggi. 

Gugatan ini melibatkan berbagai jenis usaha, mulai dari toko ritel besar, jaringan supermarket, restoran, hingga pemilik usaha kecil yang menerima pembayaran menggunakan kartu.

Meskipun nilai kesepakatan telah diperbesar, sejumlah asosiasi pemilik usaha seperti National Retail Federation (NRF) dan Merchants Payments Coalition tetap menolak hasil revisi tersebut. 

Mereka menilai bahwa penawaran Visa dan Mastercard tidak bisa menyelesaikan akar persoalan, yaitu tingginya biaya transaksi yang dibebankan kepada pelaku usaha setiap kali konsumen menggunakan kartu kredit. 

Kelompok pemilik usaha juga menyoroti biaya paling membebani muncul dari kartu kredit premium atau kartu reward, yaitu jenis kartu yang menawarkan poin, cashback, atau miles, namun mengenakan biaya transaksi yang lebih mahal. 

Stephanie Martz, penasihat umum NRF, menegaskan bahwa pelaku usaha tidak bisa serta-merta menolak sebagian besar kartu pelanggan karena “lebih dari 80% transaksi menggunakan kartu kredit berasal dari jaringan Visa dan Mastercard,” sehingga menolak kartu berarti berpotensi kehilangan pendapatan besar.

Baca juga : Dirayakan Setiap 11 November, Begini Sejarah Hari Jomblo Sedunia

Biaya Terus Meningkat

Dikutip laman Reuters, Selasa, 11 November 2025, data NRF menunjukkan total biaya swipe yang dibayar pemilik usaha untuk menerima transaksi kartu kredit meningkat tajam, mencapai US$111,2 miliar pada 2024, naik dari US$100,8 miliar pada 2023, dan empat kali lipat dibandingkan 2009. 

Rata-rata biaya yang harus ditanggung pemilik usaha berada pada kisaran 2%–2,5% per transaksi, dengan rata-rata 2,35%. Karena margin keuntungan banyak usaha ritel hanya sekitar 1%–3%, biaya tersebut dianggap terlalu membebani operasional dan memakan keuntungan, terutama bagi usaha kecil yang tidak memiliki daya tawar kuat untuk menekan biaya sistem pembayaran.

Kesepakatan terbaru mencakup beberapa perubahan yang dianggap memberi keringanan bagi pemilik usaha. Pertama, biaya swipe akan dipangkas 0,1 poin persentase setiap tahun selama lima tahun. 

Kedua, pemilik usaha diberi fleksibilitas untuk memilih jenis kartu yang ingin diterima di toko mereka, termasuk apakah akan menerima kartu korporat, kartu premium/reward, atau hanya kartu standar yang biayanya lebih rendah. 

Ketiga, tarif transaksi untuk kartu standar dibatasi maksimal 1,25% selama delapan tahun, yang setara dengan penurunan biaya lebih dari 25% dibanding tarif saat ini. 

Selain itu, pemilik usaha juga diperbolehkan mengenakan biaya tambahan (surcharge) hingga 3% kepada pelanggan yang membayar menggunakan kartu kredit, memungkinkan biaya transaksi dialihkan kepada pembeli. 

 “esepakatan ini memberi keringanan berarti bagi pemilik usaha dari semua ukuran,” ujar keterangan pers Visa, dikutip laman reuters, Senin, 11 November 2025. 

sementara Mastercard menilai usaha kecil justru akan paling terbantu karena selama ini mereka paling terdampak biaya kartu premium.

Baca juga : Dirayakan Setiap 11 November, Begini Sejarah Hari Jomblo Sedunia

Dampak Ekonomi

Sebelumnya, pada bulan Juni 2024, Hakim Federal Margo Brodie menolak kesepakatan senilai US$30 miliar karena menganggap manfaatnya terlalu kecil bagi pemilik usaha. 

Kesepakatan lama hanya memangkas biaya sekitar 0,07 poin persentase dalam lima tahun, dengan estimasi penghematan sekitar US$6 miliar per tahun, yang dinilai terlalu minim atau “paltry” oleh hakim. 

Hakim Brodie juga menyoroti aturan lama “Honor All Cards”, yang selama puluhan tahun mewajibkan pemilik usaha menerima semua jenis kartu Visa atau Mastercard, termasuk kartu premium yang biayanya mahal atau tidak menerima kartu sama sekali. 

Dalam kesepakatan revisi ini, aturan tersebut diklaim akan dihapus sehingga memberi kebebasan kepada pemilik usaha untuk menolak kartu dengan biaya tertinggi.

Menurut ekonom peraih Nobel Joseph Stiglitz dan akademisi Keith Leffler, kesepakatan terbaru berpotensi menghasilkan penghematan total US$38 miliar bagi pemilik usaha hingga 2031, sejalan dengan nilai nominal yang disepakati dalam penyelesaian. 

Mereka juga memperkirakan jika reformasi dilakukan sepenuhnya, struktur biaya transaksi dapat menciptakan penghematan lebih besar, bahkan mencapai US$224 miliar. 

Reformasi ini dinilai akan meningkatkan kompetisi dan menekan dominasi Visa-Mastercard yang selama ini dianggap menciptakan sistem pembayaran yang tidak kompetitif dan mahal. 

Kendati demikian, Visa dan Mastercard menyatakan tidak mengakui kesalahan dalam kesepakatan ini, sementara harga saham keduanya tidak menunjukkan perubahan signifikan setelah pengumuman.

Kesepakatan ini mendapatkan dukungan dari Electronic Payments Coalition (EPC), kelompok yang beranggotakan jaringan kartu dan bank-bank besar seperti Bank of America, Chase, Capital One, dan Citibank. 

EPC berpendapat kesepakatan ini memberikan biaya yang lebih rendah dibanding ketentuan yang diusulkan dalam RUU Durbin-Marshall, rancangan undang-undang di AS yang bertujuan membuka kompetisi jaringan pembayaran kartu kredit. 

Ketua Eksekutif EPC, Richard Hunt, bahkan menyindir bahwa pemilik usaha besar seperti Walmart pun jarang menurunkan harga sebesar 25% dan mempertahankannya selama delapan tahun, sehingga menurutnya tawaran ini sudah sangat menguntungkan bagi sektor perdagangan.

Meski demikian, banyak pemilik usaha dan asosiasi ritel menilai kesepakatan ini tetap membiarkan Visa dan Mastercard mempertahankan dominasinya di pasar pembayaran kartu kredit AS, yang saat ini menguasai lebih dari 80% pangsa transaksi. 

Menurut Doug Kantor dari National Association of Convenience Stores, kesepakatan tersebut masih membatasi kebebasan pemilik usaha untuk menegosiasikan biaya dengan bank penerbit kartu. 

 “seharusnya bisa bernegosiasi dengan bank berbeda untuk menentukan tarif transaksi, tetapi kesepakatan ini masih melarang hal tersebut,” Jelas Doug