Tren Global

Profil Gusti Purbaya, Gen Z Calon Raja Solo Pengganti PB XIII

  • Berikut profil dan kisah perjalanan KGPH Purbaya, putra mahkota calon Pakubuwono XIV. Benarkah ada potensi perebutan kekuasaan di Keraton Solo?
3 november.jpg

JAKARTA, TRENASIA.ID - Keraton Kasunanan Surakarta tengah memasuki fase penting dalam sejarah panjangnya, setelah wafatnya Sri Susuhunan Paku Buwono (PB) XIII, publik menaruh perhatian pada siapa yang akan melanjutkan takhta Mataram di Surakarta.

Nama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPH) Purbaya mencuat sebagai calon kuat penerus dengan gelar Paku Buwono XIV. Purbaya ditetapkan sebagai Putra Mahkota sejak 27 Februari 2022, atau saat usianya masih 20 tahun. 

Purbaya kini menjadi sorotan, bukan hanya bagi kalangan keraton, tetapi juga masyarakat yang mengikuti perkembangan budaya Jawa dan tradisi leluhur Mataram. Dikutip dari Antara, Senin 3 November 2025, KGPH Purbaya, atau akrab dipanggil Puruboyo, merupakan putra bungsu dari permaisuri PB XIII, GKR Pakubuwono (Asih Winarni atau KRAy Pradapaningsih). 

Latar akademiknya datang dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip), Semarang. Di luar gelar dan tugas sebagai Adipati Anom, ia dikenal sebagai pemuda santun yang mencintai seni keraton. Ia gemar mendalami pedalangan dan karawitan, dua unsur penting dalam budaya Jawa yang menjadi identitas Keraton Surakarta. 

Minat ini sering dianggap sebagai bekal penting bagi calon raja, karena seorang raja dinilai ideal jika memahami dan mampu menjaga paugeran (tata nilai adat). Nama Purbaya juga sempat menjadi perbincangan masyarakat Solo setelah sebuah mobil Pajero berwarna putih yang dikaitkan dengan dirinya terlibat insiden tabrakan di kawasan Gladak pada malam hari.

Peristiwa itu ramai dibicarakan, tetapi berakhir damai setelah diselesaikan secara kekeluargaan, tanpa proses hukum lanjutan. Kasus tersebut kemudian mereda dan tak lagi berkembang.

Purbaya kembali menarik atensi ketika mengunggah story Instagram di akunnya @kgpaa.hamangkunegoro. Ia menuliskan ‘Nyesel Gabung Republik’ dengan background hitam, Maret lalu. Unggahan ini sebagai bentuk kritik terhadap pemerintah yang saat itu dibelit banyak masalah, termasuk BBM oplosan. 

Proses Suksesi

Pengangkatan raja baru di Keraton Surakarta bukan sekadar penetapan, tetapi melalui tahapan adat yang penuh makna. Saat ini, keluarga keraton masih berada dalam masa berkabung untuk PB XIII. Setelah itu, proses suksesi dilanjutkan melalui musyawarah keluarga besar dan trah Mataram untuk mencapai mufakat.

Menurut KGPH Puger, adik almarhum PB XIII, ada tiga unsur utama yang harus dimiliki calon raja, menguasai adat, memiliki pengetahuan, dan berlandaskan agama. Prinsip ini sudah melekat dalam tradisi Keraton Mataram sejak abad ke-17.

Meski Purbaya berstatus Putra Mahkota, perjalanan menuju takhta diperkirakan tidak sepenuhnya mulus. Beberapa kerabat disebut masih memperdebatkan status kepermaisurian ibunda Purbaya secara adat, yang berdampak pada penerimaan sebagian pihak atas garis suksesi.

Apabila tidak tercapai kesepakatan, opsi yang pernah muncul adalah mengangkat salah satu adik PB XIII sebagai raja, sebuah keputusan yang tentu memiliki konsekuensi sejarah mengingat keraton pernah mengalami dualisme kepemimpinan pada 2004-2012.

Keraton Surakarta tidak hanya simbol budaya Jawa, tetapi juga rujukan tradisi bagi banyak masyarakat di Nusantara. Suksesi kali ini menjadi momentum penting, apakah keraton memasuki era baru yang lebih harmonis, atau kembali diwarnai dinamika sebagaimana pernah terjadi sebelumnya.

Bagi masyarakat, kehadiran seorang raja baru bukan sekadar urusan internal keluarga keraton, melainkan harapan agar warisan budaya Jawa dapat terus terjaga dan relevan di era modern.