Tren Global

Profil Esmail Qaani, Komandan Pasukan Quds Iran Muncul Usai Dikabarkan Tewas

  • Esmail Qaani bergabung dengan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) pada tahun 1980, tepat saat Perang Iran-Irak pecah. Di medan perang itulah ia menempa kepemimpinannya, memimpin Brigade ke-5 Nasr dan Brigade Lapis Baja Imam Reza, serta membangun hubungan erat dengan Qasem Soleimani, figur legendaris Pasukan Quds
Jenderal Iran, Esmail Qaani.jpg
Jenderal Iran, Esmail Qaani (https://www.ndtv.com/)

JAKARTA - Jenderal Esmail Qaani menjadi sorotan dunia setelah secara mengejutkan muncul di hadapan publik dalam sebuah perayaan kemenangan perang Iran di Teheran pada  24 Juni 2025. Kemunculan Qaani membantah laporan sebelumnya dari The New York Times yang menyebutkan  Qaani meninggal dalam serangan udara Israel pada 13 Juni. 

Dalam video yang beredar luas di media sosial, Qaani terlihat berbaur dengan massa, tersenyum, dan berbincang dengan pendukung setia Republik Islam, menandakan bahwa ia masih memegang kendali atas Pasukan Quds, unit elite yang mengurusi operasi luar negeri Iran.

“Kepala Pasukan Quds Iran Esmail Qaani diyakini masih hidup setelah video di media sosial menunjukkan komandan tersebut menghadiri rapat umum di Teheran,” tulis media utama Israel, the Jerusalem Post, dikutip Rabu, 25 Juni 2025.

Lahir di kota suci Mashhad pada tanggal 8 Agustus 1957, Esmail Qaani bergabung dengan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) pada tahun 1980, tepat saat Perang Iran-Irak pecah. 

Di medan perang itulah ia menempa kepemimpinannya, memimpin Brigade ke-5 Nasr dan Brigade Lapis Baja Imam Reza, serta membangun hubungan erat dengan Qasem Soleimani, figur legendaris Pasukan Quds yang ia gantikan pada 2020. Qaani dikenal sebagai sosok religius dan ideologis sejak awal, menjadikan loyalitas terhadap Revolusi Islam sebagai inti dari semua tindakannya.

Mengganti Nama Besar Qasem Soleimani

Ketika Soleimani meninggal dalam serangan drone AS di Baghdad pada bulan Januari 2020, Ayatollah Ali Khamenei menunjuk Qaani sebagai penerusnya. Meski tidak setenar atau sekharismatik pendahulunya, Qaani telah lama menjadi tangan kanan Soleimani. 

Ia selama bertahun-tahun bertanggung jawab atas operasi Pasukan Quds di Afghanistan, Pakistan, dan kawasan Asia Tengah. Di sana, ia mendukung kelompok seperti Aliansi Utara Afghanistan, dan membentuk milisi seperti Liwa Fatemiyoun (milisi Afghanistan) dan Liwa Zainebiyoun (milisi Pakistan) untuk kepentingan regional Iran.

Namun, gaya kepemimpinannya yang lebih tertutup dan kurang piawai berkomunikasi membuatnya sulit meraih pengaruh besar di antara jaringan perlawanan regional. Tidak seperti Soleimani yang dikenal fasih berbahasa Arab dan dekat dengan para pemimpin milisi di Lebanon dan Suriah, Qaani cenderung mengandalkan perantara seperti Iraj Masjedi dalam membangun diplomasi medan perang.

Pasukan Quds di Era Baru

Sejak menjabat sebagai komandan, Qaani menghadapi tantangan berat. Iran berhadapan langsung dengan peningkatan agresi dari Israel dan Amerika Serikat, termasuk pembunuhan para sekutu utama Iran seperti pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dan tangan kanannya Hashem Safieddine.

Setelah insiden ini pada Oktober 2024, Qaani sempat menghilang dari publik, dan sejumlah laporan menyebutkan ia tengah diinterogasi oleh otoritas Iran terkait dugaan kebocoran intelijen. Meski statusnya kemudian dikonfirmasi aman, muncul rumor bahwa ia sempat dikenai tahanan rumah oleh internal IRGC.

Meski demikian, Qaani terus mengoordinasi operasi “Axis of Resistance”, aliansi kelompok perlawanan seperti Hizbullah, Hamas, dan Houthi dalam melancarkan serangan terhadap Israel dan kepentingan AS. 

Di bawah komandonya, Pasukan Quds memperluas dukungan logistik untuk kelompok seperti Houthi di Laut Merah dan Hamas dalam serangan besar ke Israel pada 7 Oktober 2023. 

Ia juga tetap memegang teguh prinsip ideologis, menyebut Pemimpin Tertinggi Ayatollah Khamenei sebagai “wakil Imam Mahdi di bumi” dan menyatakan bahwa siapa pun yang tidak loyal terhadapnya “layak berada di tempat sampah sejarah.”

Tak sedikit kritik yang dialamatkan pada Qaani. Selain kelemahan dalam membangun kepercayaan lintas kelompok perlawanan, ia juga dinilai gagal mencegah penetrasi intelijen asing yang menyebabkan serangkaian pembunuhan tokoh proksi Iran. Lebih dari itu, Iran kini menghadapi isolasi internasional yang semakin kuat. 

Qaani sendiri telah masuk dalam daftar sanksi AS sejak 2012, serta dijatuhi sanksi oleh Uni Eropa dan Kanada atas tuduhan pelanggaran HAM dan dukungan terhadap kelompok teroris.

Di tengah tekanan ini, reputasi Qaani di dalam Iran juga tidak sepenuhnya utuh. Kegagalannya mencegah serangan udara Israel ke dalam wilayah Iran, serta meningkatnya serangan terhadap kepentingan Iran di Lebanon dan Suriah, menimbulkan pertanyaan.

Kemunculan Qaani di tengah demonstrasi publik pada 24 Juni 2025 bukan sekadar penyangkalan terhadap kabar kematiannya. Kemunculan Qaani juga menjadi sinyal bahwa Iran ingin menunjukkan pilar kekuatan militernya masih utuh, setidaknya di permukaan.