Pemerintahan AS Shutdown, Apa Dampaknya?
- Pemerintahan AS resmi shutdown per 1 Oktober 2025 setelah Kongres gagal menyepakati anggaran. Jutaan pegawai federal terdampak, layanan publik terganggu, dan ekonomi terancam kolaps.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Jarum jam baru saja melewati pukul 12:01 dini hari, Rabu (1/10/2025). Di saat sebagian besar warga Amerika Serikat masih terlelap, pemerintahan federal mereka resmi lumpuh. Tidak ada kesepakatan anggaran di Kongres, tidak ada kompromi di menit-menit akhir. Yang tersisa hanyalah shutdown penuh, pertama kalinya sejak krisis 2018–2019.
Bagi banyak orang, kata shutdown mungkin terdengar teknis. Namun di balik istilah itu, tersimpan kenyataan pahit, jutaan pegawai federal tanpa gaji, layanan publik terganggu, dan ekonomi yang terancam goyah.
Akar persoalannya bermula dari siklus fiskal Amerika yang dimulai setiap 1 Oktober. Kongres wajib meloloskan 12 rancangan undang-undang anggaran, atau setidaknya sebuah continuing resolution (CR) agar pemerintahan tetap berjalan.
Namun kali ini, dua partai besar tidak menemukan titik temu. Demokrat bersikeras memperpanjang subsidi Affordable Care Act (Obamacare), sementara Republik menolak menjadikannya bagian dari kesepakatan anggaran jangka pendek.
Kedua proposal yang diajukan di Senat kandas pada 30 September. Dengan begitu, detik bergulir menuju shutdown yang tak terelakkan.Tanpa pendanaan, pemerintah tidak bisa beroperasi.
Baca juga : MotoGP Mandalika 2025: Rekomendasi Hotel di Kuta dan Senggigi untuk Penonton
Dampak Nyata di Lapangan
Efek shutdown langsung terasa sejak hari pertama. Lebih dari 4 juta pegawai federal dan militer tidak menerima gaji. Dari jumlah itu, 750.000 orang dinyatakan non-esensial dan terpaksa dirumahkan (furlough), sementara pegawai esensial seperti petugas TSA dan pengawas lalu lintas udara tetap bekerja tanpa bayaran.
“ 750.000 pegawai federal akan dirumahkan pada hari-hari pertama, dengan biaya penggajian harian sekitar $400 juta . Semakin lama penutupan pemerintah berlangsung, semakin luas dampaknya,” ungkap Kantor Anggaran Konggres Amerika Serikat, dalam keterangan resminya, dikutip laporan Forbes, Rabu, 1 Oktober 2025.
Di bandara, antrean memanjang. Ketidakhadiran staf menyebabkan potensi penundaan dan pembatalan penerbangan. Sementara itu, di taman nasional, sampah menumpuk dan toilet ditutup. Beberapa museum Smithsonian di Washington D.C. serta tur ke Capitol Hill pun terpaksa dihentikan.
Bagi keluarga berpenghasilan rendah, shutdown berarti ancaman serius. Program bantuan gizi WIC (Women, Infants, and Children) diperkirakan akan kehabisan dana dalam hitungan hari, membuat banyak ibu dan anak terancam kehilangan akses pangan.
“Bagi keluarga yang hidup pas-pasan, krisis keuangan langsung mengancam. Pembayaran hipotek, tagihan listrik, dan anggaran belanja tidak terhenti hanya karena politik di Washington,” ujar Laporan Forbes.
Layanan kesehatan pun terguncang. FDA menghentikan pengawasan rutin keamanan makanan, NIH menunda sebagian besar penelitian, sementara CDC hanya mempertahankan pemantauan wabah penyakit, namun melepas upaya pencegahan dan edukasi publik.
Meski pembayaran Jaminan Sosial, Medicare, dan pensiunan veteran tetap berjalan, layanan tambahan seperti penerbitan kartu baru atau pemrosesan klaim bisa tertunda lama.
Baca juga : IHSG Tertekan, Analis Pilih Saham AKRA, MDKA, dan MTDL
Tagihan Mahal dari Shutdown
Secara ekonomi, biaya shutdown sangat mahal. Pemerintah diperkirakan kehilangan US$400 juta per hari hanya untuk gaji pegawai yang dirumahkan. Jika berlarut, angka itu akan menembus miliaran dolar, seperti krisis tahun 2018–2019 yang membuat US$3 miliar aktivitas ekonomi hilang secara permanen.
“Penutupan pemerintah juga dapat berdampak pada perekonomian secara keseluruhan. Penutupan pemerintah tahun 2018–2019 diperkirakan menelan biaya US$11 miliar . Sekitar US$3 miliar di antaranya hilang secara permanen,” tambah Laporan Forbes.
Kali ini, Presiden Donald Trump yang kembali menjabat sejak 2025, bahkan mengancam opsi lebih keras lewat pemecatan massal (Reduction in Force/RIF) jika kebuntuan tidak segera berakhir. Ancaman itu membuat ketidakpastian semakin menghantui pegawai federal.
Di tengah kekacauan, ada satu hal yang bisa menenangkan, secara hukum, semua pegawai federal yang dirumahkan atau bekerja tanpa gaji akan mendapatkan bayaran penuh setelah shutdown berakhir. Namun, kapan itu terjadi, masih menjadi tanda tanya besar.t.
Untuk sementara, warga Amerika harus beradaptasi. Mereka diminta bersiap menghadapi penundaan layanan pemerintah, memeriksa status taman nasional sebelum berkunjung, dan terus mengikuti informasi terbaru.
Shutdown kali ini adalah yang pertama sejak 35 hari kelam pada 2018–2019, yang juga terjadi di bawah pemerintahan Trump. Sejarah seakan berulang, menegaskan bahwa ketika kompromi politik gagal, yang menanggung akibatnya adalah rakyat biasa.
Saat matahari terbit di atas Capitol Hill, jalan buntu masih menyelimuti gedung Kongres. Pertanyaannya, berapa lama pemerintahan Amerika bisa berhenti berdenyut sebelum luka ekonomi dan sosial menjadi terlalu dalam untuk dipulihkan?

Amirudin Zuhri
Editor
