Tren Global

Pasar Kripto Ambruk US$270 M, Saatnya Beli atau Jual?

  • Pasar kripto anjlok US$270 miliar dalam 24 jam. Bitcoin dan altcoin jatuh, tapi data on-chain menunjukkan bull market belum berakhir. Peluang beli?
closeup-golden-bitcoins-dark-reflective-surface-histogram-decreasing-crypto.jpg
Ilustrasi aset kripto Bitcoin. (Freepik)

JAKARTA, TRENASIA.ID - Pasar kripto global kembali bergejolak, dalam kurun 24 jam terakhir, nilai total kapitalisasi pasar kripto anjlok lebih dari US$270 miliar, turun dari US$3,72 triliun menjadi US$3,45 triliun.

Penurunan tajam ini menandai salah satu koreksi terbesar sejak pertengahan tahun, mengingat sebelumnya pasar sempat berada di fase optimisme tinggi usai lonjakan Bitcoin ke atas US$110.000.

Koreksi paling tajam terjadi pada dua aset utama, Bitcoin (BTC) dan Ethereum (ETH). Harga Bitcoin turun ke kisaran US$103.944, sementara Ethereum melemah ke sekitar US$3.500.
Aset lain seperti XRP juga tak luput dari tekanan, anjlok 5,46% ke level US$2,27. Secara keseluruhan, lebih dari 90% altcoin utama mencatat penurunan dalam rentang 3-10% dalam satu hari.

Meski demikian, sektor-sektor tematik seperti AI (Artificial Intelligence) dan RWA (Real World Assets) mulai menunjukkan tanda-tanda stabilitas harga. Hal ini menunjukkan bahwa minat terhadap proyek-proyek kripto dengan utilitas nyata masih relatif kuat, di tengah tekanan makro yang luas.

Akar utama dari gejolak ini datang dari pernyataan Ketua Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, yang menegaskan bahwa pemangkasan suku bunga pada Desember belum pasti.

Sinyal ini sontak memicu efek domino di pasar keuangan global. Investor berbondong-bondong menjual aset berisiko seperti saham dan kripto, lalu mengalihkan portofolio ke aset aman seperti dolar AS dan obligasi.

Baca juga : Hore! WhatsApp Kini Hadir di Apple Watch, Gini Cara Instalnya

Dampaknya, indeks dolar AS (DXY) melonjak ke level tertinggi dalam empat bulan terakhir, memperparah tekanan di pasar kripto. Kenaikan dolar membuat biaya peluang memegang aset tanpa imbal hasil (seperti kripto) menjadi lebih tinggi.

Selain faktor makro, tekanan juga datang dari dinamika internal pasar kripto. Aktivitas perdagangan derivatif meningkat tajam, volume kontrak perpetual naik 142%, sementara open interest turun 5,1%.

Kondisi ini menunjukkan terjadinya long squeeze, yaitu ketika posisi beli besar-besaran dipaksa tutup karena harga terus turun. Altcoin seperti Solana menjadi korban paling mencolok, sempat merosot 8-9% dan memicu likuidasi senilai lebih dari US$19 juta hanya dalam hitungan jam.

Apakah Saat Ini Tepat untuk Beli Bitcoin?

Menurut analis kripto Reku, Fahmi Almuttaqin, pelemahan tajam pasar kripto bukan hanya dipengaruhi faktor makro, tetapi juga diperburuk oleh kondisi likuiditas yang semakin ketat. 

Ia menilai ketidakpastian pemangkasan suku bunga The Fed pada Desember, meningkatnya sentimen risk-off, serta gejolak makro termasuk potensi shutdown pemerintah AS, memberikan tekanan besar terhadap Bitcoin sebagai aset berisiko.

Namun, Fahmi melihat adanya sinyal positif dari data on-chain. Berdasarkan indikator Glassnode, ia menilai belum terdapat tanda-tanda bahwa pasar telah mencapai puncak bull market. 

Dari 30 metrik utama yang digunakan, seluruhnya masih menunjukkan siklus bullish belum berakhir, dengan tujuh di antaranya bahkan telah mencatat progres di atas 70%.Namun, Fahmi melihat adanya sinyal positif dari data on-chain. 

Berdasarkan indikator Glassnode, ia menilai belum terdapat tanda-tanda bahwa pasar telah mencapai puncak bull market. Dari 30 metrik utama yang digunakan, seluruhnya masih menunjukkan siklus bullish belum berakhir, dengan tujuh di antaranya bahkan telah mencatat progres di atas 70%.

Baca juga : Harga Emas Antam Hari Ini Ambrol Rp26 Ribu per Gram

"Dengan kombinasi likuiditas ketat dan gejolak makro, terlebih di tengah kondisi shutdown pemerintah AS, Bitcoin sebagai aset risk-on mengalami tekanan yang cukup serius.” jelas Fahmi dalam realese dikutip Selasa, 5 November 2025.

Menariknya, di tengah kejatuhan harga, justru terjadi penurunan saldo Bitcoin di centralized exchange. Artinya, banyak investor menarik asetnya untuk disimpan di wallet pribadi.
Fahmi menilai fenomena ini sebagai tanda akumulasi oleh investor jangka panjang. 

“Kondisi ini mensinyalir potensi meningkatnya nilai kelangkaan Bitcoin, yang membuatnya semakin bernilai sebagai aset investasi jangka panjang.”

Hal ini juga mengindikasikan bahwa pasar mulai memasuki zona distribusi awal,  fase di mana investor lama merealisasikan keuntungan, sementara investor baru mulai masuk dengan orientasi jangka panjang.

Pertanyaan besar pun muncul, apakah ini waktu yang tepat untuk membeli Bitcoin?

Fahmi menilai bahwa bagi investor jangka menengah dan panjang, kondisi pasar saat ini justru dapat dimanfaatkan sebagai momentum untuk melakukan akumulasi, karena tren pembelian bertahap dan narasi Bitcoin sebagai aset cadangan institusional dinilai masih solid. 

Sebaliknya, bagi trader jangka pendek, situasi pasar saat ini jauh lebih berisiko mengingat tingkat volatilitas yang tinggi serta potensi likuidasi, sehingga peluang rebound memang ada tetapi diiringi risiko kerugian yang besar.

Kini seluruh perhatian investor tertuju pada laporan ketenagakerjaan AS (U.S. Jobs Report) yang akan dirilis pada 7 November mendatang. Data ini diperkirakan menjadi faktor penentu arah pasar berikutnya. Jika hasilnya memperkuat pandangan bahwa suku bunga akan tetap tinggi lebih lama, maka tekanan terhadap kripto bisa berlanjut.

Sebaliknya, jika data menunjukkan perlambatan ekonomi, pasar kripto mungkin mendapat ruang untuk rebound.

Meski kondisi pasar terlihat suram, sejarah menunjukkan bahwa fase koreksi tajam sering menjadi pembuka bagi fase bullish selanjutnya. Fahmi menjelaskan bahwa ketercapaian 100% pada indikator Glassnode umumnya menjadi penanda puncak siklus bullish Bitcoin. 

Dengan demikian, selama indikator tersebut belum mencapai titik maksimum, peluang bagi investor untuk masuk ke pasar masih tetap terbuka.