Nuklir Rusia, Ancaman Nyata atau Gertakan Putin?
- Pada dasarnya, senjata-senjata itu adalah senjata kiamat. Terlalu kuat untuk digunakan kecuali Anda ingin menghancurkan dunia.

Amirudin Zuhri
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID- Rusia terus memamerkan kekuatan nuklirnya. Pertanyaannya apakah ini menjadi ancaman nyata atau sekadar gertakan semata
Minggu lalu, sambil minum teh dan makan kue bersama para veteran perang Ukraina Presiden Vladimir Putin mengumumkan Rusia telah menguji senjata baru. “Tidak ada yang seperti ini,” kata pemimpin Rusia itu tentang Poseidon. Sebuah torpode bertenaga nuklir dan membawa hulu ledak nuklir.
Klaim Putin muncul hanya beberapa hari setelah pengumuman bahwa Moskow telah melakukan uji coba rudal jelajah bertenaga nuklir Burevestnik. Rudal yang secara teoritis memiliki jarak tak terbatas. “Ini adalah produk unik dan tak tertandingi di dunia,” kata Putin tentang Burevestnik. Beberapa hari sebelumnya Rusia memamerkan rekaman latihan nuklir mereka yang dilakukan secara besar-besaran.
Bukan hal yang aneh bagi Rusia untuk menguji dan memamerkan senjata, Dan terlepas dari sifat riuh pengumuman Rusia, nilai militernya ambigu.
“Pada dasarnya, senjata-senjata itu adalah senjata kiamat. Terlalu kuat untuk digunakan kecuali Anda ingin menghancurkan dunia,” kata Mark Galeotti, seorang akademisi Rusia dan pengamat politik Rusia sejak lama sebagaimana dikutip BBC News Selas 4 November 2025.
Galeotti menambahkan baik Poseidon maupun Burevestnik merupakan senjata balasan serangan kedua. “ Dan bahkan para propagandis Kremlin yang paling fanatik pun tidak mengisyaratkan adanya pihak yang tengah mempersiapkan diri untuk melancarkan serangan terhadap Rusia,” tambahnya.
Tidak jelas pula apakah senjata itu benar-benar layak. Pada tahun 2019, lima insinyur nuklir Rusia meninggal dalam ledakan mesin roket. Insiden yang menurut beberapa pakar Rusia dan Barat terkait dengan Burevestnik.
Dua tahun kemudian, Institut Studi Strategis Internasional (IISS) mencatat, Rusia menghadapi tantangan teknis yang cukup besar dalam memastikan kinerja unit propulsi nuklir yang anda utnuk rudal tersebut.
Soal Waktu, Bukan Isi
Baik Poseidon maupun Burevestnik bukanlah sesuatu yang sepenuhnya baru. Keduanya pertama kali diperkenalkan ke dunia pada tahun 2018 sebagai bagian dari rangkaian senjata baru yang disebut Putin tak terkalahkan.
Jadi, yang perlu diperhatikan adalah waktu pengumumannya, bukan isinya. Setelah beberapa bulan diplomasi tentatif yang dilakukan oleh Presiden amerika Donald Trump untuk mencoba membawa Rusia dan Ukraina ke meja perundingan, Trump tampaknya telah mendingin dalam upaya untuk mengakhiri perang.
Minggu lalu, Gedung Putih membatalkan pertemuan puncak antara Trump dan Putin. Ini tampaknya setelah Menteri Luar Negeri amerika Marco Rubio menyadari kesenjangan antara posisi Moskow dan Washington terlalu besar untuk pertemuan tingkat tinggi untuk mencapai hasil yang berarti.
Tidak hanya tidak ada indikasi adanya pembicaraan lebih lanjut, tetapi segera setelah pertemuan itu dibatalkan Trump menjatuhkan sanksi kepada dua produsen minyak terbesar Rusia. Langkah sebagai hukuman atas kegagalan Moskow menyetujui kesepakatan damai di Ukraina.
Dan meski hubungannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tampaknya masih tegang, tampaknya Trump semakin jengkel dengan sikap keras kepala Moskow. Jadi Putin mungkin bersaing untuk mendapatkan perhatian Trump.
Menurut Galeotti, mengingat Trump yang suka naik turun dalam hal dukungannya terhadap Ukraina atau simpatinya terhadap Rusia, ada elemen di mana Moskow memiliki kartu yang lebih besar daripada Kyiv. “Jadi dalam konteks itu uji coba senjata yang berhasil lebih bertujuan untuk membuatnya berpikir bahwa Rusia memang kuat,” katanya.
Petunjuk lain bisa datang dari medan perang di Ukraina. Tiga setengah tahun lebihb setelah Rusia melancarkan invasi ke negara tetangganya, pasukannya terus berjuang keras dengan korban jiwa dan sumber daya manusia yang besar. Dan sejumlah pengamat meyakni tanpa ada terobosan nyata yang mungkin terjadi dalam waktu dekat.
“Saat ini situasi sudah mendekati akhir musim pertempuran musim panas di Ukraina, dan situasinya tidak berjalan baik bagi Rusia,” kata David Heathcote, kepala intelijen di McKenzie Intelligence Services.
Bahkan Heathcote memandang pengumuman tentang Burevestnik dan Poseidon harus dilihat sebagai cerminan kelemahan pasukan konvensional mereka.
Rusia secara formal tidak tergabung dalam aliansi militer mana pun yang akan berfungsi sebagai pencegah. Terutama jika Rusia berada dalam posisi yang tidak menguntungkan dan militernya terikat dan berada di bawah tekanan di Ukraina. Dalam kasus ini, menurut Heathcote Rusia selalu bereaksi dengan gertakan yang tidak perlu dan berlebihan.
Meskipun keputusan Moskow untuk mengumumkan uji coba Burevestnik dan Poseidon secara publik mungkin dipengaruhi oleh hal ini, tampaknya klaim tersebut telah memiliki efek nyata yang memprovokasi Donald Trump. Presiden Amerika ini memerintahkan militernya untuk melanjutkan uji coba senjata nuklir setelah jeda 33 tahun. Trump membenarkan langkah tersebut sebagai cara untuk mengimbangi negara lain seperti Rusia dan China.
Reaksi Kremlin terhadap pernyataan Trump cepat. Juru bicara Putin, Dmitry Peskov, mempertanyakan apakah Presiden Amerika telah menerima informasi yang benar. Menurutnya uji coba Rusia sama sekali tidak dapat diartikan sebagai uji coba nuklir. Trump sendiri tidak menguraikan jenis uji coba yang ia inginkan agar dilanjutkan oleh Amerika.
Kepala Strategi, Teknologi, dan Pengendalian Senjata IISS Alexander Bollfrass mengatakan, Kemungkinan besar keputusan Trump merupakan respons langsung terhadap uji coba Burevestnik oleh Rusia. “Dan Amerika dapat merencanakan untuk melakukan uji terbang serupa terhadap Rudal Balistik Antarbenua,” katanya.

Amirudin Zuhri
Editor
