Merekam Dahsyatnya Dampak 2 Tahun Perang di Gaza
- Perang Gaza memasuki tahun kedua dengan korban lebih dari puluhan ribu jiwa. PBB dan lembaga internasional menilai tindakan Israel memenuhi unsur genosida.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Perang di Gaza yang telah berlangsung selama dua tahun, dimulai 7 Oktober 2023, menyebabkan korban jiwa yang sangat besar serta kerusakan infrastruktur parah.
Konflik ini kini memasuki tahun kedua dengan dampak kemanusiaan, ekonomi, dan politik yang luar biasa besar. Korban jiwa dalam konflik ini sangat tinggi dan berdampak pada sebagian besar populasi Gaza.
Data PBB menunjukkan lebih dari 67.000 hingga 69.100 warga Palestina tewas, dengan sekitar 80% korban merupakan warga sipil dan lebih dari 18.000 anak-anak termasuk di dalamnya.
Jumlah korban luka mencapai lebih dari 169.000 orang, sementara ribuan anak harus menjalani amputasi akibat luka parah. Hampir seluruh penduduk Gaza, sekitar 2,3 juta orang, kini hidup dalam pengungsian.
Ribuan jenazah masih diperkirakan terkubur di bawah reruntuhan bangunan yang hancur akibat serangan udara dan artileri. Sebuah studi di jurnal medis The Lancet bahkan memperkirakan hingga Mei 2025, jumlah korban tewas akibat trauma fisik dapat mencapai 93.000 jiwa, belum termasuk kematian tidak langsung akibat kelaparan dan penyakit.
Tuduhan Genosida dan Pelakunya
Berbagai lembaga internasional menilai bahwa apa yang terjadi di Gaza telah memenuhi unsur genosida. Komisi Penyelidikan PBB yang independen menyimpulkan bahwa Israel telah melakukan genosida terhadap rakyat Palestina, berdasarkan empat dari lima tindakan genosida yang didefinisikan dalam Konvensi Genosida 1948.
Laporan tersebut didukung oleh berbagai organisasi HAM internasional seperti Amnesty International dan Human Rights Watch, serta para pakar hukum internasional yang menilai bahwa pola serangan Israel bersifat sistematis dan menyasar penduduk sipil.
Pernyataan kontroversial dari pejabat tinggi Israel turut memperkuat dugaan adanya niat genosida (dolus specialis). Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, misalnya, pernah menyebut bahwa Israel sedang melawan “binatang buas manusiawi”, sementara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Presiden Isaac Herzog juga kerap mengeluarkan pernyataan yang dinilai bersifat menghasut kekerasan terhadap warga Palestina.
Meski demikian, Israel membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa operasi militer mereka ditujukan hanya untuk menghancurkan Hamas, bukan warga sipil, serta dilakukan sesuai dengan hukum internasional.
Menurut laporan Komisi Penyelidikan Independen PBB, sejumlah pejabat senior Israel, termasuk Benjamin Netanyahu, Yoav Gallant, dan Isaac Herzog, diduga terlibat dalam tindakan genosida. Netanyahu dituduh menghasut genosida dengan menyebut perang di Gaza sebagai “perang pemusnahan total” dan menyebut Gaza sebagai “kota jahat” yang harus diratakan.
Yoav Gallant didakwa atas perintah pengepungan total dan perlakuan terhadap warga Palestina sebagai “manusia hewan”, sementara Isaac Herzog disebut menghasut genosida dengan menyatakan bahwa seluruh bangsa Palestina bertanggung jawab atas serangan Hamas.
Kasus ini kini berada dalam proses hukum di dua lembaga internasional utama. Mahkamah Internasional (ICJ) sedang memeriksa gugatan dari Afrika Selatan yang menuduh Israel melanggar Konvensi Genosida 1948. ICJ telah memerintahkan Israel untuk mencegah tindakan yang dapat berujung pada genosida.
Sementara itu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk penggunaan kelaparan sebagai senjata perang.
Pada bulan September 2025, Komisi Penyelidikan PBB kembali menegaskan bahwa genosida sedang berlangsung di Gaza, dengan bukti kuat menunjukkan adanya niat genosida dari pejabat tinggi Israel.
Dua tahun setelah perang dimulai, Gaza kini menjadi simbol penderitaan kemanusiaan global. Sebagian besar wilayahnya berubah menjadi puing, jutaan orang hidup tanpa rumah, air, dan harapan, sementara dunia masih terpecah antara tuntutan gencatan senjata permanen dan dinamika politik internasional yang kompleks.
Kerusakan Infrastruktur dan Dampaknya
Kerusakan infrastruktur di Gaza telah mencapai tingkat yang sangat parah. Sekitar 78% hingga 92% bangunan tempat tinggal rusak atau hancur total. Bank Dunia memperkirakan nilai kerusakan fisik langsung mencapai 55 miliar dolar AS.
Di sektor kesehatan, lebih dari 125 fasilitas medis diserang dan hanya 14 dari 36 rumah sakit yang masih beroperasi sebagian. Lebih dari 1.700 tenaga kesehatan dan pekerja kemanusiaan dilaporkan tewas.
Krisis kemanusiaan juga semakin dalam. PBB mengonfirmasi bahwa kelaparan telah terjadi di Gaza, dengan 459 orang, termasuk 154 anak, meninggal dunia akibat kekurangan pangan. Sekitar 89% infrastruktur air dan sanitasi rusak atau hancur, menyebabkan sebagian besar penduduk tidak memiliki akses terhadap air bersih.
Sektor pendidikan turut menjadi korban, di mana lebih dari 2.300 fasilitas pendidikan, termasuk 63 universitas, hancur, dan sekitar 658.000 anak kehilangan akses belajar.
Selain itu, hampir 300 jurnalis dan pekerja media tewas selama dua tahun konflik, menjadikan Gaza sebagai wilayah paling berbahaya bagi insan pers di dunia.

Chrisna Chanis Cara
Editor
