Tren Global

Menilik Kekuatan Angkatan Laut China, Siap Libas AS di Sektor Maritim

  • Parade militer China tampilkan armada laut modern. Beijing kian agresif bangun kekuatan maritim untuk menantang dominasi global AS.
images (11).jpg

JAKARTA, TRENASIA.ID - China kembali menjadi sorotan dunia usai menggelar parade militer akbar pada Rabu, 3 September 2025 untuk memperingati 80 tahun kemenangan dalam Perang Perlawanan Rakyat China Melawan Agresi Jepang dan Perang Antifasis Dunia. 

Ratusan formasi darat, udara dan alutsista canggih melintas di atas Lapangan Tian’anmen, menegaskan status Negeri Tirai Bambu sebagai kekuatan militer baru yang tengah menantang dominasi Amerika Serikat (AS).

Lebih dari sekadar seremoni, perayaan ini juga menjadi simbol dari transformasi besar China dalam membangun kekuatan militernya. Dalam dua dekade terakhir, Beijing telah mengubah angkatan lautnya menjadi armada modern yang kini berstatus terbesar di dunia.

Menyinggung soal angkatan Laut, China kini memiliki 234 kapal perang aktif, melampaui AS yang memiliki 219 kapal. Angka ini termasuk destroyer, kapal fregat, hingga kapal pendukung logistik. Hanya dalam 10 tahun terakhir, China berhasil meluncurkan 23 destroyer baru, sementara AS hanya menambah 11 unit. Armada ini memberi China keunggulan numerik yang signifikan, memungkinkan mereka menyerap kerugian lebih besar dalam skenario konflik.

Namun, dari sisi kualitas, AS masih unggul dengan 73 destroyer yang lebih berteknologi maju. Meski demikian, tren modernisasi China menunjukkan jika kesenjangan kualitas tersebut makin cepat menyempit.

Industri Kapal Raksasa

Keunggulan utama China bukan hanya pada jumlah kapal, melainkan pada kapasitas produksinya. Dengan galangan kapal yang 230 kali lebih besar dibandingkan AS, China mampu membangun kapal baru atau memperbaiki kapal rusak jauh lebih cepat.

Sementara itu, AL AS menghadapi backlog perawatan panjang yang kerap memperlambat kesiapan tempurnya. Dalam konflik berkepanjangan, keunggulan industri ini bisa menjadi faktor penentu dominasi China di lautan.

China juga mempercepat adopsi teknologi modern, terutama dalam sistem Vertical Launch System (VLS), peluncur rudal canggih yang dapat menembakkan berbagai jenis misil. 

Saat ini, AL AS masih unggul dengan 9.900 sel VLS, sementara China baru memiliki 4.200. Namun, jika tren berlanjut, Beijing diperkirakan akan melampaui AS dalam jumlah peluncur pada 2027. Kapal-kapal terbaru China kini dipandang setara, bahkan dalam beberapa aspek lebih unggul, dibandingkan kapal serupa milik Barat.

Kapal Induk dan Displacement

Salah satu faktor pembeda utama antara kedua negara adalah kapal induk. Armada AS memiliki keunggulan tonase yang signifikan berkat kapal induk dan kapal serang amfibi yang menyumbang sekitar 90% dari kesenjangan displacement.

Namun, nilai kapal induk dalam perang laut modern masih diperdebatkan. Jika efektivitas kapal induk menurun akibat kemajuan rudal hipersonik dan drone, maka sebagian besar keunggulan AS bisa tergerus. 

Dalam skenario tersebut, China berpotensi melampaui AS dalam total displacement kapal perang utama (cruiser, destroyer, fregat) dalam waktu kurang dari satu dekade.

Meski armada permukaan China berkembang pesat, di bawah laut AS masih tak tertandingi dengan 66 kapal selam nuklir. Kapal selam ini memberikan AS kemampuan serangan strategis yang sulit disaingi. Namun, Beijing terus meningkatkan produksi kapal selam modern sebagai upaya menutup celah tersebut.

Dalam menghadapi keunggulan numerik China, AS semakin bergantung pada aliansinya dengan Jepang dan Korea Selatan. Jika kekuatan laut ketiga negara digabungkan, keunggulan angka PLA Navy bisa berkurang signifikan. Tantangannya, keputusan politik untuk bertempur bersama berada di luar kendali Washington.

Implikasi Strategis Global

Ekspansi militer China diperkirakan akan berlanjut selama ekonominya mampu menopang biaya modernisasi dan Partai Komunis menilai pentingnya pembangunan angkatan laut. Tidak ada tanda-tanda perlambatan. Bahkan, rencana jangka panjang Beijing tetap dirahasiakan, membuat perencana pertahanan AS harus bersiap menghadapi skenario terburuk.

Modernisasi ini bukan sekadar ambisi militer, melainkan bagian dari strategi global China untuk menegaskan pengaruh di Asia-Pasifik dan menantang keterlibatan AS di kawasan.

Parade militer di Tian’anmen pada 3 September bukan hanya perayaan kemenangan masa lalu, melainkan juga demonstrasi kekuatan masa kini. China kini bukan lagi sekadar kekuatan regional, melainkan calon penantang utama dominasi maritim global AS.

Dengan industri raksasa, teknologi yang kian maju, dan armada yang terus bertambah, Beijing menegaskan bahwa persaingan di laut akan menjadi panggung utama perebutan pengaruh global di abad ke-21.