Tren Global

Kronologi Lengkap Kasus Chromebook yang Menjerat Nadiem Makarim

  • Kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek senilai hampir Rp 10 triliun menyeret mantan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim sebagai tersangka. Simak kronologi lengkap dari awal hingga penetapan tersangka.
<p>Mendikbud Nadiem Makarim / Dok. Tren Asia</p>

Mendikbud Nadiem Makarim / Dok. Tren Asia

(Istimewa)

JAKARTA, TRENASIA.ID - Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadi sorotan publik pasca penetapan . Proyek dengan nilai hampir Rp 10 triliun itu kini menyeret mantan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim sebagai tersangka. 

Dikutip dari berbagai sumber, Jumat, 5 September 2025, berikut kronologi lengkapnya,

Latar Belakang dan Awal Mula (2019)

  • Agustus 2019: Sebelum resmi dilantik menjadi Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim membuat grup WhatsApp “Mas Menteri Core Team” bersama Fiona Handayani dan Jurist Tan. Grup ini mulai membahas program digitalisasi pendidikan, termasuk penggunaan Chromebook.
  • 2019: Uji coba pengadaan 1.000 unit Chromebook dinilai gagal. Perangkat dianggap tidak cocok untuk sekolah di daerah 3T karena sangat bergantung pada jaringan internet. Menteri sebelumnya, Muhadjir Effendy, bahkan tidak merespons surat dari Google terkait partisipasi program tersebut.

Pertemuan dengan Google & Pengondisian Proyek (2020)

  • Februari 2020: Nadiem bertemu dengan perwakilan Google Indonesia untuk membahas program Google for Education. Dari pertemuan ini, muncul kesepakatan agar pengadaan TIK Kemendikbudristek diarahkan menggunakan Chrome OS dan Chrome Device Management (CDM).
  • April 2020: Jurist Tan (Staf Khusus Nadiem) dan Ibrahim Arief (konsultan teknologi) diduga memengaruhi tim teknis agar spesifikasi laptop mengunci pada Chrome OS. Ibrahim bahkan menolak menandatangani kajian teknis yang tidak mencantumkan Chrome OS.

Baca juga : 6 Toko Roti Legendaris di Jakarta, Bertahan Lintas Generasi Sejak 1930-an

Rapat Tertutup & Penyusunan Aturan (2020–2021)

  • 6 Mei 2020: Nadiem mengadakan rapat tertutup via Zoom dengan pejabat Kemendikbudristek. Peserta diwajibkan menggunakan headset demi kerahasiaan. Dalam rapat itu, Nadiem disebut memerintahkan agar pengadaan laptop harus menggunakan Chromebook meski pengadaan belum dimulai.
  • Februari 2021: Terbit Permendikbud No. 5/2021 tentang Petunjuk Operasional DAK Fisik Bidang Pendidikan. Lampiran aturan tersebut mengunci spesifikasi teknis laptop ke Chrome OS. Langkah ini dianggap melanggar regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Penyidikan & Penetapan Tersangka (2025)

  • 20 Mei 2025: Kejaksaan Agung meningkatkan status kasus ke tahap penyidikan. Nilai proyek tercatat Rp 9,9 triliun (Rp 3,58 triliun dari APBN dan Rp 6,4 triliun dari DAK).
  • 21–23 Mei 2025: Penggeledahan dilakukan di apartemen Jurist Tan, rumah Fiona Handayani, dan kediaman Ibrahim Arief. Sejumlah dokumen dan perangkat elektronik disita.
  • 15 Juli 2025: Kejagung menetapkan empat tersangka pertama yaitu Jurist Tan (Staf Khusus Nadiem, kini buron/DPO), Ibrahim Arief (Konsultan Teknologi), Sri Wahyuningsih (Direktur SD), Mulyatsyah (Direktur SMP).
  • 4 September 2025: Nadiem Makarim resmi ditetapkan sebagai tersangka kelima setelah diperiksa tiga kali. Ia ditahan 20 hari di Rutan Salemba.

Baca juga : Buruh Apresiasi Kebijakan Menkeu, Harap Cukai Rokok Turut Tidak Naik untuk Jaga Daya Beli

Dampak dan Kerugian Negara

  • Kerugian negara: BPKP memperkirakan sekitar Rp 1,98 triliun.
  • Kegagalan implementasi: Dari 1,2 juta unit Chromebook yang didistribusikan, banyak tidak bisa digunakan optimal, terutama di daerah 3T. Akses internet yang terbatas serta kendala penggunaan membuat laptop hanya menumpuk di sekolah.
  • Nadiem membantah semua tuduhan. Ia menegaskan integritasnya tetap utuh dan siap menghadapi proses hukum. Menurutnya, fakta sebenarnya akan terungkap dalam persidangan.

Kasus Chromebook ini menjadi pelajaran penting soal transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang pemerintah. Meski awalnya digadang-gadang sebagai terobosan digitalisasi pendidikan, proyek ini justru menimbulkan kerugian negara triliunan rupiah dan menjerat pejabat hingga menteri.