Ketika AI Jadi Asisten Baru Dunia Kerja dan Kampus
- AI membantu analisis data, pembelajaran, hingga strategi konten, namun tetap membutuhkan kontrol, etika, dan literasi digital.

Muhammad Imam Hatami
Author

JAKARTA, TRENASIA.ID - Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) kian meluas di berbagai sektor, mulai dari dunia profesional hingga pendidikan. AI tidak lagi sekadar teknologi masa depan, tetapi telah menjadi alat bantu nyata yang mempercepat kerja, meningkatkan efisiensi, dan membuka ruang baru bagi pengembangan kualitas manusia.
Hal itu tergambar dari pengalaman konsultan pajak, mahasiswa, hingga pekerja media sosial yang kini mulai mengintegrasikan AI dalam aktivitas sehari-hari.
Pekerja konsultan pajak di Surabaya, Saiful Rahman membagikan pengalamannya pada TrenAsia Rabu, 17 Desember 2025. Saiful menilai kehadiran AI dalam profesinya sebagai keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Namun, ia menegaskan AI bukanlah pengganti konsultan, melainkan alat bantu untuk meningkatkan efisiensi kerja.
“AI itu sudah tidak bisa dihindari. Dalam praktik konsultan pajak, AI saya lihat lebih sebagai alat bantu untuk meningkatkan efisiensi kerja, bukan menggantikan peran konsultan,” ujar Saiful.
Menurutnya, pekerjaan yang paling terbantu adalah analisis data, penyusunan laporan, dan pencarian referensi regulasi. AI dinilai mampu mengolah data transaksi klien dalam jumlah besar, membaca pola, hingga mendeteksi potensi risiko pajak secara lebih cepat. AI juga membantu konsultan dalam menghadapi dinamika regulasi perpajakan yang terus berubah.
Baca juga : Berebut Saham SUPA: Pesanan Tembus 1 Juta, Ritel Dapat Remahan
“AI bisa dipakai untuk merangkum aturan, membandingkan pasal lama dan baru, sampai membantu menjelaskan implikasinya. Tapi tetap harus dicek ulang, karena interpretasi akhir tetap tanggung jawab konsultan,” jelasnya
Meski demikian, Saiful mengingatkan adanya risiko penggunaan AI, terutama terkait akurasi dan keamanan data klien. Karena itu, ia menekankan pentingnya literasi digital, kemampuan analisis, dan etika profesi dalam memanfaatkan AI.
“Gunakan AI sebagai alat bantu untuk bekerja lebih cerdas. Yang menentukan nilai seorang konsultan tetap pengalaman, integritas, dan kemampuan mengambil keputusan,” tambah Saiful.
Mahasiswa Manfaatkan AI untuk Belajar Lebih Efisien
Di dunia pendidikan, mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro bernama Abiyasa mengaku cukup rutin menggunakan AI untuk membantu tugas-tugas kuliah. Hampir setiap minggu, AI dimanfaatkannya untuk merangkum jurnal, mencari ide makalah, hingga memahami materi yang sulit.
“AI sangat membantu mempercepat proses pengerjaan, terutama untuk ringkasan jurnal dan kerangka tugas,” kata Abiyasa.
Menurutnya, AI juga berperan penting dalam menjelaskan materi perkuliahan yang dianggap terlalu akademis atau disampaikan terlalu cepat oleh dosen. “AI bisa menjelaskan ulang dengan bahasa yang lebih sederhana, jadi saya lebih cepat paham,” ujarnya.
Meski begitu, Abiyasa menyadari adanya risiko pelanggaran etika akademik jika AI digunakan secara berlebihan. Karena itu, ia menegaskan AI hanya digunakan sebagai asisten, bukan pengganti usaha pribadi.
“Biasanya AI saya pakai untuk draf awal. Setelah itu tetap saya edit dan sesuaikan dengan gaya bahasa sendiri, supaya tidak asal copy-paste,” jelasnya.
Ia menyebut kemampuan berpikir kritis dan literasi digital menjadi skill penting bagi mahasiswa di era AI.
Baca juga : Kondisi Hutan Papua di Tengah Rencana Ekspansi Sawit
Pengalaman Spesialis Media Sosial
Sementara itu, Riza, seorang pekerja media sosial asal Solo, merasakan dampak langsung AI dalam pekerjaannya sehari-hari. Mulai dari ide konten, penulisan caption, hingga analisis performa akun, semuanya kini bisa dilakukan lebih cepat. “Pekerjaan yang biasanya memakan waktu lama sekarang bisa dikerjakan lebih cepat dan efisien,” ujar Riza.
AI juga membantunya mengikuti tren media sosial, menganalisis perilaku audiens, hingga menentukan strategi konten yang lebih tepat sasaran. Bahkan dalam desain visual dan video singkat, AI dinilai sangat membantu.
Namun, Riza mengakui ketergantungan berlebihan pada AI bisa membuat konten terasa generik. “Kalau terlalu bergantung, konten bisa kehilangan karakter brand. Hasil AI tetap harus dicek dan disesuaikan,” katanya.
Menurutnya, kreativitas, empati terhadap audiens, dan pemahaman brand tetap menjadi faktor utama yang tidak bisa digantikan oleh AI.
Dari ketiga perspektif tersebut, terlihat bahwa AI hadir sebagai mitra kerja dan belajar, bukan sebagai ancaman langsung bagi profesi maupun dunia akademik. AI dianggap membantu mempercepat pekerjaan teknis dan administratif, sehingga manusia memiliki lebih banyak ruang untuk berpikir strategis, kreatif, dan reflektif.
Kuncinya terletak pada cara penggunaan. Sejumlah pengguna AI meyakini kecerdasan buatan akan membawa manfaat besar jika digunakan secara bijak, kritis, dan bertanggung jawab, bukan sebagai jalan pintas, melainkan sebagai alat untuk bekerja dan belajar lebih cerdas.

Chrisna Chanis Cara
Editor