Kenapa Dolar Singapura Sangat Kuat, Sementara Rupiah Lemah, Ini Penyebabnya
- Dolar Singapura stabil, Rupiah rentan. Apa penyebab perbedaan nasib dua mata uang Asia Tenggara ini? Simak faktor moneter, fiskal, dan globalnya.

Muhammad Imam Hatami
Author

JAKARTA, TRENASIA.ID - Meski bertetangga dekat, kekuatan mata uang Dolar Singapura (SGD) dan Rupiah Indonesia (IDR) menunjukkan perbedaan yang tajam. Saat ini, SGD dikenal sebagai mata uang stabil dan kerap menjadi pilihan aman (safe-haven), disisi lain Rupiah justru kerap melemah terhadap Dolar AS maupun SGD.
Mengapa mata uang kedua negara yang sama-sama di Asia Tenggara ini begitu berbeda nasibnya? Berikut penjelasan faktor-faktor utamanya,
Bank Indonesia (BI) pada Agustus 2025 kembali menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5%, melanjutkan penurunan bulan sebelumnya. Kebijakan ini cenderung melemahkan Rupiah karena imbal hasil investasi dalam negeri turun bagi investor asing.
Sebaliknya, Otoritas Moneter Singapura (MAS) mengelola kebijakan moneter dengan fokus pada stabilitas nilai tukar terhadap keranjang mata uang global. Pendekatan ini menjaga inflasi tetap terkendali dan membuat SGD lebih kuat serta dapat diprediksi.
Selain itu, Singapura memiliki inflasi rendah hanya 0,60% (Juli 2025), sementara Indonesia kerap menghadapi tekanan inflasi yang lebih tinggi. Neraca perdagangan Singapura juga kuat, dengan nilai perdagangan bilateral Indonesia-Singapura mencapai US$33,7 miliar, dan cadangan devisa yang besar menambah kepercayaan investor.
Indonesia, sebaliknya, masih harus menanggung rencana penarikan utang baru sebesar Rp781,87 triliun pada 2026. Tingginya utang dan defisit fiskal menekan Rupiah.
Baca juga : Apresiasi Nasabah Setia, BCA Umumkan Penerima Hadiah Utama Program Gebyar Hadiah BCA
Faktor Eksternal dan Sentimen Pasar
Kebijakan The Fed di AS turut memengaruhi pasar global. Indeks Dolar saat ini berada di level 98,66, mendorong penguatan USD dan menekan mata uang emerging market, termasuk Rupiah.
Di sisi lain, SGD sering dianggap sebagai mata uang aman (safe-haven) di kawasan. Saat terjadi ketidakpastian global, investor lebih memilih menaruh dana di Singapura ketimbang Indonesia.
Singapura juga konsisten menjadi investor asing terbesar di Indonesia. Namun, investasi yang masuk ke Indonesia sebagian besar berbentuk portofolio yang mudah keluar-masuk (hot money), sehingga membuat Rupiah rentan.
Sebaliknya, negara Singapura mampu menarik investasi langsung jangka panjang berkat kepastian hukum, infrastruktur kelas dunia, dan stabilitas ekonomi, yang memperkuat posisinya sebagai pusat keuangan Asia.
Kebijakan Fiskal dan Tantangan Struktural
Kebijakan fiskal Singapura dikenal ketat dan progresif, mendorong inovasi dan digitalisasi ekonomi, termasuk lewat program pelatihan digital bagi UMKM.
Disisi lain Indonesia masih menghadapi tantangan birokrasi, infrastruktur yang belum merata, dan ketergantungan pada komoditas. Faktor ini membuat daya saing Rupiah lebih lemah dibanding SGD.
Per 25 Agustus 2025, nilai tukar SGD/IDR berada di kisaran 12.659,85. Dalam sebulan terakhir, kurs ini sempat menyentuh 12.800,8 pada titik tertinggi dan 12.542,7 pada titik terendah, dengan rata-rata 12.685,13.
Baca juga : Menggugat Relevansi Gerakan Non-Blok
Sementara itu, Rupiah terhadap Dolar AS melemah ke level Rp16.357,9 per USD (22 Agustus 2025), dipengaruhi penurunan suku bunga BI dan tekanan global.
Kerja sama ekonomi Indonesia-Singapura melalui Working Group on Economic Indonesia-Singapura memang mendorong perdagangan dan investasi. Namun, dampaknya terhadap penguatan Rupiah masih terbatas karena fundamental Indonesia belum sekuat Singapura.
Perbedaan kekuatan mata uang Singapura dan Indonesia terletak pada kebijakan moneter, stabilitas ekonomi, tingkat inflasi, serta kepercayaan investor. SGD stabil karena dikelola ketat oleh MAS dan didukung fundamental kuat, sementara Rupiah rentan karena inflasi, defisit, dan pengaruh faktor eksternal.

Muhammad Imam Hatami
Editor