Tren Global

FBI Peringatkan Modus Penipuan Share Screen WA, Sudah Makan Korban di Indonesia

  • FBI mengingatkan pengguna WhatsApp soal modus phantom hacker scam. Pelaku berpura-pura sebagai pihak resmi dan meminta korban mengaktifkan share screen untuk mencuri data sensitif seperti kata sandi dan OTP, kasus ini juga terjadi di Indonesia.
mariia-shalabaieva-4VhDqJy69vQ-unsplash (1).jpg

JAKARTA, TRENASIA.ID – Fitur share screen pada aplikasi WhatsApp sejatinya diciptakan untuk memudahkan pengguna dalam bekerja, belajar, dan berkomunikasi jarak jauh. Namun, fitur ini kini dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan siber untuk melakukan aksi penipuan yang semakin marak di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Baru-baru ini, Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Setikat mengeluarkan peringatan resmi terkait modus penipuan yang disebut phantom hacker scam. 

Dalam modus ini, pelaku berpura-pura sebagai pihak bank atau lembaga resmi, kemudian mengarahkan korban untuk menyalakan fitur berbagi layar. Begitu fitur diaktifkan, pelaku dapat mengintip seluruh isi layar ponsel korban secara real-time, termasuk kata sandi, kode OTP, hingga transaksi keuangan. Modus ini dilaporkan marak terjadi di Amerika Serikat, India, dan Indonesia.

“Cukup satu klik salah, mereka bisa lihat seluruh layar HP,” tulis FBI, dikutip dari Forbes, Kamis, 2 Oktober 2025. 

Di Indonesia, salah satu kasus menimpa Wali Kota Jakarta Pusat, Arifin, yang hampir tertipu oleh modus serupa. Dalam sebuah video di Instagram pribadinya, ia menceritakan bahwa pelaku mengaku sebagai petugas kecamatan dan meminta dirinya mengaktifkan share screen untuk keperluan KTP Digital.

Beruntung, Arifin curiga dan menolak permintaan tersebut. Ia kemudian mengimbau masyarakat untuk tidak sembarangan memberikan akses data pribadi, apalagi kepada nomor yang tidak dikenal.

Baca juga : Pasar Kripto RI Melesat, Regulasi Kolaboratif CFX Jadi Sorotan Global

Cara Kerja Penipuan Share Screen

Dilansir laman Forbes, Modus ini berlangsung dalam beberapa tahap yang dirancang dengan sangat rapi, sehingga banyak korban tidak menyadari bahwa mereka sedang dijebak. 

Pertama, pelaku akan menghubungi korban melalui telepon, SMS, atau pesan instan, dengan menyamar sebagai pihak bank, lembaga keuangan, atau institusi resmi pemerintah. 

Mereka sering menggunakan nada bicara meyakinkan dan formal, bahkan terkadang menyertakan data pribadi korban yang diperoleh dari kebocoran data sebelumnya untuk memperkuat kredibilitas.

Setelah mendapatkan perhatian korban, pelaku akan menciptakan situasi darurat atau mendesak, seperti mengklaim bahwa akun perbankan korban sedang diretas, ada transaksi mencurigakan, atau sistem mereka sedang dalam proses verifikasi ulang. 

Tekanan psikologis ini bertujuan agar korban tidak sempat berpikir panjang dan langsung mengikuti instruksi.

Tahap berikutnya, korban diarahkan untuk berpindah ke aplikasi WhatsApp, dengan alasan agar komunikasi lebih “aman” dan “langsung”. Di sinilah jebakan utama terjadi. 

Pelaku kemudian meminta korban mengaktifkan fitur share screen selama panggilan video berlangsung. Mereka berdalih perlu “memandu” proses verifikasi atau “membantu” menyelesaikan masalah akun.

Begitu fitur berbagi layar aktif, seluruh aktivitas di layar ponsel korban dapat dilihat secara real-time oleh pelaku. Ini mencakup tampilan aplikasi perbankan, input kata sandi, kode OTP, hingga isi pesan pribadi. 

Dalam banyak kasus, pelaku juga memanfaatkan momen ketika korban membuka aplikasi keuangan untuk mengambil alih akun secara diam-diam, baik dengan mengganti kata sandi, melakukan transfer dana, maupun mengaktifkan perangkat baru atas nama korban.

Yang lebih mengkhawatirkan, sebagian pelaku memiliki kemampuan teknis tinggi. Mereka dapat merekam layar, mengambil tangkapan layar, hingga menggunakan perangkat lunak tambahan untuk mencatat semua aktivitas korban. Akibatnya, banyak korban baru menyadari kejahatan ini setelah saldo rekening berkurang atau akun digital mereka tidak bisa diakses.

Baca juga : High Risk High Return: Bedah Tawaran Utang Jumbo CUAN di Tengah Laba Anjlok

Langkah Pencegahan dan Tindakan Darurat

FBI dalam rilisnya mengungkap, pengguna harus menolak tegas setiap permintaan berbagi layar dari pihak yang tidak dikenal. Institusi resmi seperti bank, operator, atau pemerintah tidak pernah meminta pengguna mengaktifkan screen sharing.

Berikut beberapa langkah pencegahan penting,

  • Verifikasi identitas penelepon melalui saluran resmi
  • Aktifkan Two-Factor Authentication (2FA) di WhatsApp dan aplikasi keuangan
  • Gunakan fitur keamanan seperti keyboard virtual saat mengetik PIN atau password
  • Edukasi anggota keluarga, terutama orang tua, yang rentan menjadi target
  • Laporkan nomor mencurigakan ke patrolisiber.id atau call center resmi

Jika sudah terlanjur membagikan layar, segera hentikan panggilan, ganti semua kata sandi penting, hubungi pihak bank, dan laporkan insiden ke otoritas siber.