Tren Global

Didamaikan Trump, Begini Sejarah Konflik Armenia–Azerbaijan Sejak Jaman Stalin

  • Sejarah konflik Armenia-Azerbaijan berakhir dengan perjanjian damai 2025 yang membuka kerja sama teknologi, energi, dan transportasi.
<p>Perang Armenia-Ajerbaijan/AP</p>

Perang Armenia-Ajerbaijan/AP

(Istimewa)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Wakil Menteri Luar Negeri Armenia, Vahan Kostanyan, menyebut pertemuan trilateral “bersejarah” dengan Azerbaijan dan Amerika Serikat di Gedung Putih sebagai titik balik normalisasi hubungan kedua negara. Pertemuan ini mempertemukan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, dan Presiden AS Donald Trump, yang menandatangani kesepakatan damai untuk mengakhiri konflik puluhan tahun di Nagorno-Karabakh. 

Kostanyan menilai penandatanganan ini sebagai tonggak penting, tidak hanya dalam hubungan Armenia–Azerbaijan, tetapi juga dalam memperkuat kemitraan strategis Armenia–AS.

Konflik Armenia-Azerbaijan bermula pada tahun 1921 ketika pemerintahan Soviet di bawah Joseph Stalin menempatkan wilayah Nagorno-Karabakh, yang mayoritas berpenduduk etnis Armenia di bawah administrasi Azerbaijan. 

Keputusan ini diambil dengan alasan stabilitas nasional, meski bertentangan dengan keinginan penduduk setempat. Ketegangan semakin meningkat pada tahun 1988 ketika warga Karabakh memulai gerakan reunifikasi dengan Armenia. 

Penolakan Azerbaijan terhadap gerakan ini memicu kerusuhan anti-Armenia di Sumgait dan Baku, yang berujung pada eksodus besar-besaran warga Armenia. Ketika Uni Soviet runtuh pada 1991, Nagorno-Karabakh mendeklarasikan kemerdekaan yang diakui oleh Armenia namun ditolak komunitas internasional. Azerbaijan memandang langkah tersebut sebagai pemberontakan.

Baca juga : Warga Armenia Eksodus Besar-besaran dari Nagorno Karabakh

Perang Pertama (1991–1994)

Usai bubarnya Uni Soviet, konflik berskala penuh pecah antara Armenia dan Azerbaijan. Armenia memberikan dukungan militer kepada pasukan Karabakh, sementara Azerbaijan berusaha mempertahankan klaim kedaulatannya. 

Perang berakhir dengan kemenangan Armenia, yang menguasai Nagorno-Karabakh dan tujuh distrik sekitarnya, sekitar 14% wilayah Azerbaijan. Konflik ini menewaskan sekitar 30.000 orang dan membuat lebih dari satu juta warga dari kedua belah pihak menjadi pengungsi. Gencatan senjata yang difasilitasi Rusia pada tahun 1994 mengakhiri pertempuran, namun status Karabakh tetap tidak terselesaikan.

Perang Dingin Lokal (1994–2020)

Selama lebih dari dua dekade, berbagai upaya mediasi oleh Kelompok Minsk yang dipimpin Rusia, AS, dan Prancis gagal mencapai perdamaian permanen. Armenia menolak menarik pasukannya dari wilayah yang dikuasainya, sementara Azerbaijan bersikeras pada integritas teritorial. 

Ketegangan kembali memuncak pada 2016 ketika pecah perang empat hari yang menewaskan lebih dari 200 orang. Pada tahun 2018, Revolusi Armenia membawa Nikol Pashinyan menjadi Perdana Menteri, namun pernyataannya yang menyebut “Karabakh adalah Armenia” memicu ketegangan baru dengan Azerbaijan.

Perang Kedua (2020)

Pada 27 September 2020, Azerbaijan melancarkan ofensif besar-besaran untuk merebut kembali wilayah yang hilang, dengan dukungan drone Turki dan senjata Israel. Perang berlangsung selama 44 hari dan berakhir dengan kemenangan Azerbaijan, yang berhasil merebut tujuh distrik sekitarnya dan sebagian wilayah Karabakh, termasuk kota strategis Shusha. 

Lebih dari 6.500 orang tewas dalam pertempuran ini. Gencatan senjata difasilitasi Rusia pada 10 November 2020, termasuk penempatan pasukan penjaga perdamaian di Koridor Lachin.

Baca juga : Mengenal Duduk, Instrumen Warisan Dunia Asal Armenia

Krisis Kemanusiaan dan Penguasaan Penuh Azerbaijan

Pasca-gencatan senjata, situasi di Karabakh tetap tegang. Pada 2022–2023, Azerbaijan memblokir Koridor Lachin, satu-satunya jalur pasokan antara Karabakh dan Armenia, yang menyebabkan krisis pangan dan medis. 

Pada bulan September 2023, Azerbaijan melancarkan operasi militer untuk menguasai sisa wilayah Karabakh, memaksa lebih dari 100.000 warga Armenia mengungsi. Langkah ini diikuti dengan pembubaran resmi Republik Artsakh, yang selama ini menjadi pemerintahan de facto wilayah tersebut.

Kesepakatan Damai 2025

Pada tahun 2025, Armenia dan Azerbaijan menandatangani perjanjian damai di bawah fasilitasi Amerika Serikat. Kesepakatan ini mencakup pembubaran Kelompok Minsk OSCE, pembukaan jalur transportasi regional “Trump Route for International Peace and Prosperity” (TRIPP), serta kerja sama di bidang teknologi, kecerdasan buatan, semikonduktor, dan energi. 

Proyek TRIPP dirancang untuk menghubungkan wilayah utama Azerbaijan dengan eksklave Republik Otonomi Nakhchivan melalui jalur transportasi yang melintasi Armenia. Meskipun perjanjian damai telah dicapai, proses demarkasi perbatasan dan upaya rekonsiliasi sosial masih menjadi tantangan besar bagi kedua negara.

Konflik Armenia-Azerbaijan mencerminkan kompleksitas geopolitik pasca-Soviet, yang dipicu oleh nasionalisme, intervensi kekuatan asing, dan kegagalan diplomasi selama puluhan tahun. Meski perjanjian damai 2025 membuka jalan menuju stabilitas, luka sejarah dan trauma kemanusiaan yang mendalam masih menghalangi tercapainya rekonsiliasi penuh.