Tren Global

Belajar dari Swedia, Wakil Rakyat Bergaji Kecil dan Hidup Sederhana

  • Anggota parlemen negara kaya di Skandinavia, Swedia, bergaji setara guru dan hidup sederhana. Mereka juga tak disediakan fasilitas mewah dan terbiasa naik transportasi umum sehari-hari. Kinerja menjadi fokus utama.
df28ed7e-00-no-perks-for-swedish-mps.jpeg
Anggota parlemen Swedia menaiki transportasi umum bersama Presiden Prancis, Emanuel Macron, beberapa waktu lalu. (The Mail & Guardian)

JAKARTA, TRENASIA.ID - Di tengah sorotan publik terhadap gaya hidup mewah dan kenaikan gaji DPR RI, Indonesia bisa belajar dari anggota parlemen Swedia yang justru tampil berbeda. Para wakil rakyat di negara Skandinavia tersebut dikenal menjalani hidup sederhana tanpa fasilitas istimewa yang biasanya melekat pada jabatan politik

Gaji bulanan seorang anggota parlemen Swedia tercatat sekitar 6.900 dolar AS atau setara Rp98 juta. Jika dibandingkan dengan gaji anggota DPR RI 2025 yang berada di kisaran Rp100 juta, angka tersebut memang terlihat tidak jauh berbeda. 

Namun, yang menarik untuk dicermati adalah jumlah itu hanya sekitar dua kali lipat dari gaji seorang guru sekolah dasar di Swedia. Selain itu, anggota parlemen hanya memperoleh tunjangan kehadiran sebesar 120 krona Swedia per hari (sekitar Rp171 ribu), khusus bagi mereka yang berasal dari luar ibu kota Stockholm dan hanya diberikan ketika sedang bertugas. 

Tidak ada tunjangan mobil, keluarga, maupun staf pribadi. Parlemen hanya menyediakan tiga unit mobil dinas Volvo S80 untuk ketua dan wakil ketua parlemen dalam urusan resmi

"Kami ini tidak ada bedanya dengan masyarakat kebanyakan, tugas utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi," ungkap Arne Hakansson, anggota Parlemen Swedia dari Partai Sosial Demokrat, kala memberikan pernyataan kepada awak media dikutip dari Reuters, Kamis, 21 Agustus 2025.

Baca juga : Mengapa Negara Skandinavia Sangat Transparan Terhadap Publik?

Hidup Sederhana, Naik Transportasi Umum

Bagi anggota parlemen yang berasal dari luar Stockholm, negara hanya menyediakan apartemen berukuran 16-46 meter persegi tanpa fasilitas mewah. Bahkan, jika pasangan ikut tinggal, mereka diwajibkan membayar separuh biaya sewa. 

"Tunjangan hanya semata-mata untuk anggota DPR, bukan untuk pasangan atau anggota keluarga yang lain," ujar anggota Parlemen yang lain, Anna Aspegren.

Untuk mobilitas sehari-hari, seluruh anggota parlemen menggunakan transportasi umum dengan kartu khusus yang disediakan negara. Hanya perdana menteri yang berhak atas mobil dinas dengan pengawalan ketat, itupun semata karena faktor keamanan. 

Kesederhanaan ini tercermin dalam perilaku sehari-hari, misalnya Perdana Menteri Stefan Löfven pernah terlihat naik bus umum bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron. Menteri dan pejabat tinggi lain pun biasa berbelanja sendiri di supermarket.

Prinsip hidup sederhana ini lahir dari budaya egalitarianisme yang kuat di Swedia. Tidak ada imunitas parlemen bagi anggota legislatif sehingga mereka bisa diproses hukum layaknya warga biasa jika melanggar aturan. 

Transparansi juga dijunjung tinggi, bahkan sejak 1766 publik memiliki hak konstitusional untuk mengakses dokumen pemerintah, termasuk laporan pajak pejabat negara. Dalam budaya politiknya, gelar kehormatan dihapus dan masyarakat maupun pejabat saling menyapa dengan kata ganti informal yang sama.

Baca juga : Pendidikan Bisa Gratis Total, Berapa Sebenarnya Pajak di Negara Nordik?

Sanksi Keras untuk Penyalahgunaan

"Pelanggaran kecil bisa berujung fatal bagi karier politik di Swedia, sebuah negara yang dikenal memiliki standar tinggi dalam integritas publik. Salah satu contoh paling terkenal adalah 'Skandal Toblerone' pada 1990-an, ketika Wakil Perdana Menteri Mona Sahlin terpaksa mundur setelah terungkap menggunakan kartu kredit pemerintah untuk membeli barang pribadi berupa cokelat dan popok bayi. 

Meski jumlahnya sangat kecil, publik menilai tindakan itu sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang yang tidak dapat ditoleransi. Kasus tersebut kemudian menjadi simbol betapa ketatnya etika politik di Swedia, sekaligus pesan bahwa jabatan publik bukan tempat untuk mencari keuntungan pribadi. 

Sistem pemerintahan Swedia terbukti efektif menjaga integritas pemerintahan. Swedia kini masuk dalam jajaran negara dengan tingkat korupsi terendah di dunia, berada di peringkat keenam global, sekaligus menjadi salah satu negara paling sejahtera. 

Dengan gaya hidup sederhana para pejabatnya, kebijakan publik dinilai lebih relevan karena para pengambil keputusan merasakan langsung kehidupan masyarakat, mulai dari naik bus hingga tinggal di apartemen sederhana.