Tren Ekbis

Viral Roti'O Tolak Cash, Ternyata Langgar UU Mata Tunai

  • Penolakan pembayaran tunai oleh Roti O menuai kritik publik. BI menegaskan Rupiah wajib diterima sesuai UU Nomor 7 Tahun 2011.
Roti o.jpg
Menu Roti O (Roti O)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Kebijakan gerai roti Roti'O yang menolak pembayaran menggunakan uang tunai menjadi perhatian publik setelah sebuah video viral memperlihatkan seorang nenek tidak dapat bertransaksi karena hanya membawa uang Rupiah fisik.

Peristiwa tersebut memicu beragam respons masyarakat. Sejumlah pihak mempertanyakan kebijakan pembayaran non-tunai yang diterapkan gerai tersebut, terutama terkait kepatuhan terhadap ketentuan hukum mengenai penggunaan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.

Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa Rupiah merupakan satu-satunya alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. BI menyatakan Rupiah wajib diterima dalam setiap transaksi pembayaran, sepanjang keasliannya tidak diragukan.

Menanggapi polemik yang berkembang, manajemen Roti'O menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas ketidaknyamanan yang terjadi. Perusahaan menyatakan tengah melakukan evaluasi internal terhadap kebijakan pembayaran di seluruh gerainya agar selaras dengan ketentuan yang berlaku. Manajemen juga menyampaikan komitmen untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada konsumen.

Rupiah sebagai Alat Pembayaran Sah

Dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 disebutkan bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau penyelesaian kewajiban lain di wilayah Indonesia. Pengecualian hanya dapat dilakukan apabila terdapat keraguan atas keaslian Rupiah yang digunakan.

“Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah tersebut,” bunyi ketentuan undang-undang tersebut, dikutip Senin, 22 Desember 2025.

Secara yuridis, frasa “setiap orang” dalam pasal tersebut mencakup individu maupun badan usaha, termasuk pelaku usaha ritel dan jaringan waralaba. Dengan demikian, kewajiban menerima Rupiah berlaku bagi seluruh pelaku usaha yang melakukan transaksi jual beli di Indonesia.

Bank Indonesia menjelaskan bahwa penggunaan Rupiah dapat dilakukan baik secara tunai maupun nontunai, sejalan dengan perkembangan sistem pembayaran. Namun, BI menegaskan bahwa pemilihan metode pembayaran harus didasarkan pada kesepakatan antara pihak yang bertransaksi, bukan ditetapkan secara sepihak.

BI juga menyampaikan bahwa meskipun transaksi nontunai terus didorong, uang tunai masih memiliki peran dalam sistem pembayaran nasional. Perbedaan kondisi geografis, tingkat literasi keuangan, serta akses terhadap layanan digital menjadi pertimbangan penting dalam penggunaan instrumen pembayaran.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 juga mengatur sanksi bagi pihak yang dengan sengaja menolak penerimaan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenai pidana kurungan paling lama satu tahun dan/atau denda maksimal Rp200 juta.

Kasus yang melibatkan Roti'O kembali menyoroti penerapan kebijakan pembayaran non-tunai di sektor ritel, khususnya dalam kaitannya dengan kepatuhan terhadap regulasi penggunaan mata uang nasional.