Rp116 Triliun Utang Whoosh Bisa Beli Beras untuk 773 Juta Keluarga, Ini Perbandingannya
- Utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) mencapai Rp116 triliun. Pemerintah menegaskan dana APBN tidak akan digunakan untuk menutup beban utang ini.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh kembali menjadi sorotan publik. Berdasarkan laporan sejumlah media, total kewajiban proyek ini mencapai Rp 116 triliun hingga Rp 118 triliun.
Pemerintah, melalui Menteri Keuangan, menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak akan digunakan untuk menanggung beban utang tersebut. Sebagai gantinya, tanggung jawab pembayaran dialihkan kepada Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, lembaga yang mengelola dividen dari berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Utang KCJB sebagian besar berasal dari China Development Bank (CDB), yang menanggung sekitar 75% dari total biaya proyek. Total pinjaman mencapai sekitar US$ 7,2–7,3 miliar, atau setara Rp 116–118 triliun jika dikonversi ke rupiah. Dengan tingkat bunga pinjaman yang tinggi, proyek ini menanggung beban bunga hampir Rp 2 triliun per tahun.
Menurut Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, utang tersebut menjadi tanggung jawab penuh BPI Danantara dan tidak boleh membebani APBN.
Pemerintah menegaskan bahwa lembaga ini memiliki kapasitas finansial yang cukup karena mengelola dividen dari berbagai BUMN besar. Menteri Sekretaris Negara juga menambahkan bahwa pemerintah berkomitmen mencari solusi pembiayaan tanpa melibatkan uang negara.
Baca juga : Miliaran Bakteri di Kamar Mandi Siap Menyembur ke Wajah Anda, Haruskah Khawatir?
Perbandingan Nilai Utang dengan Sektor Lain
Jika dibandingkan dengan sektor pembangunan lain, besaran utang Whoosh mencapai angka yang sangat signifikan. Beban bunga tahunan Rp 2 triliun saja, setara dengan biaya membangun sekitar 666 kilometer jalan tol baru, dengan asumsi biaya konstruksi Rp 3 miliar per kilometer.
Angka tersebut juga hampir sepadan dengan pembangunan 2.000 unit sekolah baru di berbagai daerah, dengan asumsi biaya pembangunan persekolah Rp2 miliar. Perlu diingat angka tersebut baru jumlah bunganya, belum nilai utang secara keseluruhan.
Bila dihitung keseluruhan, jumlah utang Rp 116 triliun setara dengan sekitar 3,6% dari total belanja negara dalam APBN 2025, yang direncanakan mencapai Rp 3.245,4 triliun. Ini berarti, jika dana sebesar itu digunakan untuk belanja pemerintah, dampaknya terhadap pembangunan sosial dan pendidikan akan sangat besar.
Misalnya, jika dana sebesar Rp 116 triliun dialokasikan untuk bantuan UKT mahasiswa dengan besaran Rp 5 juta per semester, maka pemerintah bisa membiayai UKT lebih dari 23 juta mahasiswa di seluruh Indonesia selama satu semester, angka yang bahkan melebihi jumlah total mahasiswa aktif di Indonesia saat ini.
Sementara itu, jika dana yang sama dialokasikan untuk bantuan sosial berupa beras 10 kilogram per keluarga, dengan asumsi harga beras Rp 15.000 per kilogram, maka biaya per keluarga adalah Rp 150.000. Dengan demikian, dana sebesar utang proyek Whoosh bisa memberikan bantuan beras 10 kilogram kepada lebih dari 773 juta keluarga, atau hampir tiga kali jumlah rumah tangga di Indonesia (sekitar 270 juta jiwa).
Baca juga : Miliaran Bakteri di Kamar Mandi Siap Menyembur ke Wajah Anda, Haruskah Khawatir?
Perbandingan ini memperlihatkan betapa besar skala utang proyek kereta cepat Whoosh dibandingkan dengan kebutuhan sosial dasar masyarakat. Meskipun pemerintah memastikan beban tersebut tidak akan membebani APBN, angka Rp 116-118 triliun tetap menjadi pengingat akan pentingnya transparansi, efisiensi proyek strategis, dan manajemen risiko fiskal.
Beban finansial yang begitu besar perlu diawasi secara ketat agar tidak menimbulkan dampak jangka panjang terhadap perekonomian nasional. Pada akhirnya, proyek infrastruktur seperti Whoosh diharapkan mampu memberikan manfaat ekonomi yang sepadan dengan investasi raksasa yang telah dikeluarkan.

Muhammad Imam Hatami
Editor
