Tren Ekbis

Pertumbuhan Pesat Pasar Halal Global Potensi Cuan Bagi RI

  • Pertumbuhan jumlah umat Islam di seluruh dunia akan mempengaruhi ekonomi global. Berdasarkan data Global Halal Market Statistics dari American Halal Foundation (AHF), populasi Muslim diperkirakan akan mencapai 3 miliar pada tahun 2050, setara dengan sekitar seperempat dari total penduduk dunia.
Ilustrasi dua orang wanita sedang berbelanja produk halal.
Ilustrasi dua orang wanita sedang berbelanja produk halal. (freepik.com)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Pasar halal global kini mengalami pertumbuhan pesat, dengan nilai pasar yang diperkirakan melampaui US$7 triliun.

Pertumbuhan jumlah umat Islam di seluruh dunia akan mempengaruhi ekonomi global. Berdasarkan data Global Halal Market Statistics dari American Halal Foundation (AHF), populasi Muslim diperkirakan akan mencapai 3 miliar pada tahun 2050, setara dengan sekitar seperempat dari total penduduk dunia.

Dilansir dari Ihatec Marketing Research, pada tahun 2030, pasar halal diproyeksikan nilainya akan menembus US$10 triliun dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sekitar 5,5%. Laju pertumbuhan yang cepat ini memberikan dampak besar terhadap dinamika perekonomian global.

Industri halal merupakan kegiatan industri yang mencakup tahap pengadaan bahan baku, proses pengolahan, hingga terciptanya produk yang memenuhi standar kehalalan. Seluruh proses tersebut harus menggunakan sumber daya serta metode yang sesuai dan diizinkan menurut ketentuan syariat Islam.

Istilah “halal” dalam Islam merujuk pada segala hal yang yang diperbolehkan atau diizinkan menurut syariat Islam.

Seiring perkembangannya, cakupan industri halal kini tidak hanya terbatas pada sektor makanan dan minuman, tetapi juga telah meluas ke berbagai aspek gaya hidup, seperti pariwisata, produk kosmetik, layanan keuangan, hingga industri fesyen.

Menurut laporan DinarStandard, konsumsi masyarakat Muslim di dunia diperkirakan mencapai US$2,4 triliun pada tahun 2024, dengan sektor makanan, farmasi, dan kosmetik menjadi penyumbang terbesar.

Selain itu, meningkatnya popularitas gaya hidup halal di kalangan generasi milenial turut mendorong pertumbuhan tersebut. Tak hanya konsumen Muslim, tapi juga semakin banyak konsumen non-Muslim yang memilih produk halal.

Faktor utama yang mendorong perkembangan industri halal adalah pertumbuhan jumlah penduduk Muslim dan kepatuhan mereka terhadap praktik halal. Berdasarkan data Pew Research Center, CAGR populasi Muslim diperkirakan mencapai 1,8% antara 2020 hingga 2025, lebih tinggi dibandingkan CAGR populasi dunia yang sebesar 1,1%.

Produk halal dipersepsikan memiliki standar kualitas dan keamanan yang lebih tinggi. Produk halal dijamin bersih dan bebas dari kotoran maupun najis, sehingga aman untuk dikonsumsi. Hal ini membuat konsumen merasa aman memilih produk halal.

Bagi pelaku industri halal, hal ini menjadi peluang penting. Oleh karena itu, perusahaan perlu menyesuaikan diri dengan perubahan preferensi konsumen yang kini semakin menekankan pada produk yang sehat dan berkualitas.

Dilansir dari Market Research Indonesia, permintaan terhadap produk halal tidak hanya datang dari populasi Muslim, melainkan juga meningkat secara global karena produk halal dianggap lebih etis, bebas dari kekejaman, dan ramah lingkungan.

Laporan Global Islamic Economy (GIE) 2022 menggambarkan dinamika industri halal global, menunjukkan prospek pertumbuhan yang menjanjikan meskipun kondisi ekonomi global menantang.

Dengan sekitar 1,9 miliar Muslim yang mengeluarkan sekitar US$2,0 triliun pada tahun 2021, industri halal telah berkembang pesat, mencatat tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 8,0% selama periode 2015-2021.

Daya beli konsumen Muslim terus meningkat. Menurut data AHF, pada tahun 2023, pengeluaran untuk produk dan layanan halal diperkirakan melebihi US$2,6 triliun. Negara-negara dengan populasi Muslim terbesar juga menjadi pasar utama yang menunjukkan pengeluaran signifikan untuk produk halal.

Indonesia berada di peringkat ke-4 dengan estimasi pengeluaran sekitar US$100 miliar, menjadikannya pasar halal terbesar di Asia Tenggara.

Di era digital, penggunaan platform digital oleh konsumen Muslim telah meningkat pesat, terutama dalam memanfaatkan e-commerce untuk membeli produk halal. Masyarakat kini semakin mengandalkan teknologi untuk memenuhi kebutuhan mereka terhadap produk halal.

Dilansir dari iaei.or.id, beberapa negara Asia menunjukkan komitmen yang kuat dalam mengembangkan ekonomi halal sebagai pendorong pertumbuhan baru pasca-pandemi. Thailand, Korea Selatan, Jepang, dan Vietnam bergerak maju dengan strategi mereka masing-masing, sementara Indonesia tetap berada pada posisi sebagai konsumen terbesar.

Thailand menargetkan pendapatan tahunan hingga Rp2,4 triliun dari sektor halal dengan rencana strategis menuju ASEAN Halal Hub 2027.

Pemerintah mendorong penerapan sertifikasi “Muslim-Friendly Hotel” agar pelaku industri non-Muslim dapat berpartisipasi aktif, sekaligus fokus pada lima subsektor utama yaitu makanan, kosmetik, farmasi, modest fashion, dan pariwisata halal.

Korea Selatan dan Jepang menyesuaikan produk lokal mereka menjadi versi halal, seperti wagyu halal, ramen, kosmetik halal, dan modest fashion. Kedua negara ini juga mulai mengekspor produk halal ke pasar internasional, meskipun mayoritas penduduknya bukan Muslim.

Vietnam juga memperkuat posisinya dengan membangun ekosistem sertifikasi halal regional bersama Indonesia dan Malaysia. Fokus ekspor negara ini meliputi produk pertanian, makanan laut, dan susu olahan. Perusahaan seperti Vinamilk telah berhasil masuk ke pasar Timur Tengah, menunjukkan kemampuan adaptasi industri halal Vietnam.

Indonesia masih tertinggal dalam hal kapasitas produksi dan ekspor produk halal. Laporan State of the Global Islamic Economy Report (SGIE) 2024/2025, Indonesia menempati peringkat ke-3 dunia dalam indikator ekonomi Islam global.

Indonesia berada di posisi pertama untuk modest fashion, dan kedua untuk kosmetik halal dan pariwisata ramah Muslim. Namun, pada sektor makanan halal, Indonesia turun ke posisi ke-4 dan berada di peringkat ke-6 untuk keuangan syariah.

Di sisi investasi halal, Indonesia justru mencatat rekor tertinggi dengan 40 transaksi senilai US$1,6 miliar pada 2023. Hal ini menunjukkan investor melihat potensi besar Indonesia di sektor halal, meskipun akselerasi industri riil dan harmonisasi regulasi ekspor masih perlu ditingkatkan.