Pengetatan Pasokan HGBT Dinilai Ancam Ratusan Ribu Pekerja
- Rencana pembatasan pasokan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dinilai berpotensi menekan produktivitas industri padat energi dan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Debrinata Rizky
Author

JAKARTA, TRENASIA.ID – Rencana pembatasan pasokan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dinilai berpotensi menekan produktivitas industri padat energi dan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Industri keramik, baja, kaca, hingga petrokimia yang selama ini mengandalkan skema HGBT mengaku kesulitan karena pasokan gas dengan harga khusus hanya dipenuhi sebagian, sementara sisanya harus dipenuhi dengan harga komersial yang lebih tinggi. Kondisi tersebut membuat ongkos produksi membengkak dan menggerus daya saing produk dalam negeri.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengungkapkan, dampak kebijakan ini mulai terasa di lapangan. Sejumlah perusahaan dilaporkan telah melakukan efisiensi, termasuk merumahkan sekitar 700 pekerja.
- Harga Emas Antam Turun Rp7.000, Jadi Rp1.890.000 per Gram
- ASII Ngamuk! Reli Ganas Didukung Asing, Strategic Review Jadi Magnet
- Harga Pangan di Jakarta: Ayam Broiler Naik, Cabe Rawit Ijo Anjlok
“Jumlah pekerja di industri padat energi seperti keramik, baja, kaca, dan petrokimia sedikitnya mencapai 150 ribu orang. Kalau kebijakan ini berlanjut, ratusan ribu pekerja tersebut akan dibayangi ancaman PHK. Belum lagi efek domino ke sektor lain yang menggunakan bahan baku dari industri ini,” jelas Ristadi dalam keterangannya dilansir pada Rabu, 20 Agustus 2025.
Ia menambahkan, stabilitas pasokan energi dengan harga kompetitif merupakan faktor penting menjaga investasi lama tetap berjalan sekaligus menarik investasi baru. Jika tidak, industri dalam negeri semakin sulit bersaing dengan produk impor yang harganya lebih murah.
“Kami meminta agar kebijakan pembatasan pasokan HGBT ini dikaji ulang. Kalau produktivitas turun, pada akhirnya pekerja yang akan menjadi korban,” tandas Ristadi.
Sekadar informasi, Mengutip laman Kementerian Perindustrian, HGBT adalah kebijakan pemerintah yang menetapkan harga gas bumi agar lebih murah untuk beberapa industri.
HGBT berlaku untuk pengguna yang membeli gas bumi di titik serah penggunaan gas bumi (plant gate) dengan harga lebih tinggi dari US$6 per MMBTU.
Menurut situs Kementerian ESDM, penetapan HGBT dilakukan dengan menyesuaikan perhitungan harga gas bumi dan tarif penyaluran gas bumi. Tujuannya untuk meningkatkan daya saing perusahaan dan manufaktur di beberapa industri.
1. Industri Pupuk
Industri pupuk merupakan industri yang berperan dalam intensifikasi hasil pertanian. Hasil produksi dari industri pupuk, yaitu tanaman pangan, tanaman hortikultura, dan lainnya.
2. Industri Oleochemical
Industri oleochemical atau oleokimia adalah industri di bidang pengolahan minyak sawit mentah (CPO). Beberapa produk yang dihasilkan dari industri ini adalah fatty acid, fatty alcohol, methyl ester, dan glyserin.
3. Industri Petrokimia
Industri selanjutnya yang menerima manfaat dari kebijakan HGBT adalah industri petrokimia, yakni industri yang menghasilkan produk kimia organik.
Produk-produk yang dihasilkan dari industri ini adalah bahan baku untuk industri polymer, produk oleokimia berbasis biomassa, dan pencairan batubara.
4. Industri Kaca
Industri kaca adalah sektor penting dalam pembuatan produk berbahan dasar kaca. Produk-produk yang dihasilkan industri ini yaitu wadah, jendela, botol minum, hingga panel surya.
5. Industri Baja
Industri baja berhubungan dengan banyak kegiatan, seperti penyatuan, penyatuan, pembentukan, dan penghalusan besi baja.
6. Industri Keramik
Kemudian ada industri keramik yang ditopang ketersediaan bahan baku dari beberapa sumber daya alam, seperti fledspar, tanah liat (clay), pasir silika, limestone, dolomite, dan batu granit.
7. Industri Sarung Tangan Karet
Industri terakhir yang menerima manfaat kebijakan HGBT adalah industri sarung tangan karet. Ini adalah salah satu manufaktur hilir yang pengembangannya diprioritaskan dalam sektor padat.
Industri sarung tangan karet memiliki daya saing yang cukup ketat, sehingga harus diiringi dengan kegiatan riset teknologi agar produksinya dapat terus ditingkatkan.

Debrinata Rizky
Editor