Kisruh Tak Kunjung Usai: Ini Sederet Kontroversi Megaproyek Meikarta
- Sejak diluncurkan pada 2017, proyek yang sempat digadang-gadang sebagai “kota mandiri masa depan” ini telah melalui berbagai gelombang kontroversi—mulai dari persoalan perizinan, keterlambatan pembangunan, hingga kasus korupsi yang menyeret pejabat tinggi.

Ananda Astri Dianka
Author


Kawasan Meikarta milik Grup Lippo di Jawa Barat / Facebook @themeikarta
(TrenAsia)JAKARTA - Kisruh megaproyek Meikarta kembali menjadi sorotan. Para konsumen dilaporkan masih mengalami kerugian hingga mencapai Rp6,8 miliar. Menanggapi hal ini, pengembang Meikarta, PT Lippo Cikarang Tbk. (LPCK), akhirnya angkat suara terkait proses serah terima unit maupun pengembalian dana atas proyek ambisius tersebut.
Dalam keterbukaan informasi, Corporate Secretary LPCK, Peter Adrian, menyampaikan bahwa anak usaha perseroan, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) selaku pengembang Meikarta, telah memulai proses serah terima unit apartemen yang telah selesai dibangun. Hingga Maret 2025, sekitar 60% unit telah rampung, sementara progres keseluruhan proyek mencapai lebih dari 75%.
"MSU berkomitmen untuk menyelesaikan seluruh kewajiban pembangunan dan serah terima unit, sesuai dengan ketentuan dalam putusan homologasi yang telah berkekuatan hukum tetap," ujar Peter dalam keterangan tertulis, Selasa 22 April 2025.
Peter menambahkan bahwa MSU kini tengah menyelesaikan pembangunan unit lainnya dan tetap berpegang teguh pada komitmen untuk menyerahkan unit kepada konsumen sesuai dengan jadwal yang diatur dalam putusan homologasi.
Adapun jumlah unit yang masih menunggu serah terima diperkirakan mencapai sekitar 7.000 unit apartemen. Proses ini akan dilakukan secara bertahap dan ditargetkan selesai pada Juli 2027.
"Estimasi nilai kewajiban yang belum diselesaikan akan terus diperbarui dan dilaksanakan sesuai mekanisme dan tahapan yang telah ditetapkan dalam putusan homologasi," tambahnya.
Sebelumnya, CNN Indonesia melaporkan bahwa Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) telah memediasi antara pihak Lippo dan konsumen Meikarta. Dalam pertemuan tersebut, PKP mendesak Lippo untuk bertanggung jawab dalam menyelesaikan kewajiban kepada konsumen, baik melalui pengembalian uang tunai maupun penyerahan unit apartemen.
Kementerian PKP juga telah melakukan validasi data konsumen pada Kamis (10/4/2025) lalu. Dari hasil validasi tersebut, tercatat sekitar 35 orang konsumen mengalami kerugian dengan total nilai mencapai Rp6,8 miliar.
Kabar terbaru ini bukanlah yang pertama kali membayangi megaproyek Meikarta. Sejak diluncurkan pada 2017, proyek yang sempat digadang-gadang sebagai “kota mandiri masa depan” ini telah melalui berbagai gelombang kontroversi—mulai dari persoalan perizinan, keterlambatan pembangunan, hingga kasus korupsi yang menyeret pejabat tinggi.
Deretan permasalahan tersebut memperpanjang daftar polemik yang menyelimuti Meikarta dan meninggalkan banyak tanda tanya bagi publik serta kerugian bagi para konsumennya. Berikut adalah daftar kontroversi Meikarta:
PKPU 2020
Pada 2020, ramai berita soal gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPU-S) kepada pengembang megaproyek Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU). Gugatan terhadap entitas usaha PT Lippo Cikarang Tbk (LPKR) ini ditetapkan melalui sidang perkara awal pekan, Senin, 9 November 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Perkara ini diajukan oleh PT Graha Megah Tritunggal melalui kuasa hukumnya Erlangga Rekayasa. Gugatan dilayangkan kepada MSU pada 6 Oktober 2020 dengan nomor perkara 328/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Jkt.Pst.
“Menetapkan Termohon PKPU/PT Mahkota Sentosa Utama dalam keadaan PKPU-S dengan segala akibat hukumnya untuk paling lama 40 hari terhitung sejak putusan a quo diucapkan,” tulis surat gugatan yang tertuang dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Jakpus, dinukil, Rabu, 11 November 2020.
Head of Public Relations MSU Jeffrey Rawis membantah seluruh tuduhan yang masuk dalam gugatan PKPU tersebut. Menurutnya, gugatan yang diajukan pihak pemohon sama sekali tidak berdasar lantaran saat ini Meikarta masih berkomitmen untuk penyelesaian semua proyek properti yang tengah dibangun.
Jeffrey mengatakan, gugatan PKPU itu hanya mainan oknum-oknum yang tidak suka dengan proyek Meikarta. Pasalnya, proyek milik Lippo Group ini sudah kadung terkenal sejak awal kemunculannya.
“Kesalahan kecil saja sudah langsung diangkat. Apa boleh buatlah, terlalu populerlah Meikarta,” kata Jeffrey kepada TrenAsia.com, Rabu, 11 November 2020.
- Baca Juga: Gugatan PKPU Meikarta dan Amburadulnya Kinerja Properti Lippo Milik Konglomerat Mochtar Riady

Kawasan Meikarta milik Grup Lippo di Jawa Barat / Facebook @themeikarta
PKPU 2018
Namun Jeffrey mengakui bahwa ini bukan pertama kalinya Meikarta dihantam oleh gugatan PKPU. Pada 2018 lalu, SMU juga sempat digugat PKPU oleh dua vendor Meikarta, yakni PT Relys Trans Logistic (RTL) dan PT Imperia Cipta Kreasi, serta satu kreditur Meikarta, PT Kertas Putih Indonesia (KPI). Gugatan ini terdaftar dengan nomor perkara 68/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst pada 25 Mei 2018.
Beruntung pada gugatan itu, Majelis Hakim PN Jakpus Agustinus Setya Wahyu menolak permohonan PKPU dari para penggugat. Hakim Agustinus mengungkapkan, pengajuan PKPU ditolak lantaran kala itu MSU telah mengajukan bukti pengadilan terkait laporan dugaan praktik tindak pidana penipuan surat palsu ke Polresta Bekasi.
“Karena masih ada proses yang masih berjalan di Kepolisian, maka utang dalam perkara ini tidak menjadi sederhana lagi sebagaimana diamanatkan undang-undang,,” kata Agustinus, Kamis, 5 Juli 2018.
Suap Izin Proyek
Selain gugatan PKPU, Meikarta juga sempat tersangkut masalah suap izin proyek pada 2018-2019. Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah saat itu menyebut, dugaan suap ini dilakukan demi kepentingan korporasi untuk mendapatkan izin pembangunan proyek Meikarta.
Eks Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin dan Eks Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Neneng divonis 6 tahun penjara dengan dendan Rp250 juta. Sedangkan Billy divonis 3,5 tahun dengan denda Rp100 juta subsider dua bulan penjara.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung menyebut bahwa keduanya terbukti bersalah atas kasus suap izin proyek Meikarta. Uang yang mengalir dalam aksi suap ini mencapai Rp16,18 miliar dan 270.000 dolar Singapura.
“Menyatakan, terdakwa Billy Sindoro telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ungkap Ketua Majelis Hakim, Selasa, 5 Maret 2019.

Ananda Astridianka
Editor
