Tren Ekbis

Inovasi Desain Penting untuk Siasati Menciutnya Rumah Subsidi

  • Pemerintah mendorong pengembangan desain untuk menyiasati terbatasnya lahan rumah subsidi. Hal itu menyusul wacana pemangkasan luas bangunan rumah subsidi dari 36 meter persegi menjadi 25 meter persegi hingga 18 meter persegi.
Maasduinen_Tiny_House_2_8.jpg
Desain tiny house. (Euro Parcs)

JAKARTA—Pemerintah mendorong pengembangan desain untuk menyiasati terbatasnya lahan rumah subsidi. Hal itu menyusul wacana pemangkasan luas bangunan rumah subsidi dari 36 meter persegi menjadi 25 meter persegi hingga 18 meter persegi.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, mengaku tak mempermasalahkan pro-kontra terkait langkah menciutkan luas rumah subsidi. Rencana kebijakan itu diketahui dalam draf Peraturan Menteri PKP terkait batasan luas lahan dan luas lantai rumah umum tapak. 

Dalam draf tersebut, luas bangunan diatur bahwa yang paling rendah adalah 18 meter persegi dan paling luas adalah 36 meter persegi. Sementara untuk rumah susun (rusun) umum, luas unit paling kecil adalah adalah 18 meter persegi dan paling luas adalah 36 meter persegi.

"Sekarang kan masih tahapan masukan. Pro kontra itu biasa. Tujuannya kan baik," ujar Ara, sapaan akrabnya, dalam Rapat pembahasan optimalisasi Program KPR Sejahtera FLPP di Menara BJB Bandung, dilansir Antara, Selasa, 3 Juni 2025. 

Menteri menjelaskan salah satu pertimbangan memangkas luas rumah subsidi lantaran harga tanah yang semakin mahal. Dia menilai perlu penyesuaian untuk merespons harga dan ketersediaan lahan yang semakin terbatas.

Desain yang Adaptif

Menurut Ara, terbatasnya luas bangunan dapat disiasati dengan desain yang adaptif. Dengan desain yang baik, pihaknya yakni rumah subsidi nantinya tetap sesuai dengan kebutuhan masyarakat meski luasnya terbatas. 

Apalagi, dia melihat rumah subsidi selama ini lebih banyak dibeli pekerja single maupun keluarga baru. “Nanti saya mau lihat desain-desainnya, bisa dibuat tingkat enggak?,” ujar Maruarar. 

Rumah minimalis. (Instagram The Tojimato)

Pihaknya menilai selama ini desain rumah subsidi tidak banyak berubah. Sehingga, konsumen tidak memiliki banyak pilihan hunian di tengah harga tanah yang semakin mahal. Menteri menegaskan inovasi desain dan efisiensi lahan menjadi penting untuk menghadirkan rumah layak huni dengan harga terjangkau. 

“Masa kita kalah dari masalah? Kalau tanahnya mahal, selama ini ruang bisa dibangun tingkat. Kita jangan mau kalah dari masalah. Kita bikin desain yang bagus. Nanti tunggu kejutannya. Saya akan ekspose desain-desain rumah yang bagus,” janjinya.

Ara menyatakan kementeriannya sangat terbuka dengan beragam masukan terkait pengembangan rumah subsidi. “Kritik di depan bagus sehingga kerja kami nyaman. Pengembang juga dituntut makin kreatif. Nantinya, akan semakin banyak pilihan bagi masyarakat yang ingin punya rumah subsidi di perkotaan,” ujarnya. 

Baca Juga: Krisis Perumahan: Ketika Hunian jadi Komoditas, Bukan Pemenuhan Kebutuhan

Sebelumnya, pengamat perumahan yang juga konsultan properti, Anton Sitorus, mengkritik pemangkasan lahan rumah subsidi. Kebijakan itu dinilai tidak sejalan dengan prinsip hunian layak dan berpotensi mengorbankan kenyamanan hidup masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), termasuk generasi muda.

Anton menilai tipe bangunan 21 meter persegi sudah sangat umum dan minimal, itu pun dengan luas tanah 60 meter persegi. Dia menilai wacana pemerintah mengecilkan ukuran rumah menjadi 18 menter persegi tidak manusiawi. "Tipe 21/60 m2 itu standar Perumnas dari tahun 80-an dan itu sudah paling minim. Lebih kecil dari itu sudah tidak manusiawi," katanya kepada TrenAsia.com.

Sejumlah anak muda juga menyampaikan pro-kontra terhadap wacana kebijakan tersebut. Pekerja swasta di Jakarta, Alifa (27), mengatakan dengan tren kerja hybrid atau kerja fleksibel yang menggabungkan bekerja di kantor dan bekerja dari rumah atau lokasi lain, ia mendambakan ruang yang fungsional dan fleksibel. 

Artinya, rumah bukan sekadar tempat tidur dan kamar mandi. "Saya mengerti tanah makin mahal, tapi masa iya ukuran rumah ideal harus setara kamar kos?,” katanya. Sementara itu, pekerja muda lain, Ananda (34), menilai ukuran rumah tidak menjadi masalah. 

Dia mengatakan di dunia barat saat ini pun sedang ramai konsep tiny house yang dilatari keterbatasan lahan dan kesadaran akan efisiensi energi. "Kalaupun mau diadopsi di rumah subsidi silakan aja, tapi pemenuhan ruang hijau, bermain, dan lainnya terpenuhi. Rumahnya kecil enggak apa-apa, tapi lingkungannya sehat, enggak berdekatan rumahnya," ujar Ananda.