Tren Ekbis

Industri Vape Siap Kolaborasi dengan Pemerintah Berantas Produk Ilegal

  • ARVINDO sebut aturan eksesif justru matikan industri legal. Pelaku usaha minta dilibatkan dalam kebijakan pengawasan rokok elektronik.
<p>Pemilik toko yang juga Anggota APVI, Rhomedal (kanan) memasang stiker himbauan di toko Vapepackers, Jakarta, Rabu, 9 September 2020. Kegiatan ini merupakan sosialisasi mengenai bahaya penyalahgunaan narkoba pada produk tembakau alternatif atau rokok elektrik melalui gerakan sosial bertajuk “Gerakan Pencegahan Penyalahgunaan Rokok Elektrik (GEPPREK)” yang juga telah dilakukan di Denpasar, Bali, dan Bandung, Jawa Barat. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>

Pemilik toko yang juga Anggota APVI, Rhomedal (kanan) memasang stiker himbauan di toko Vapepackers, Jakarta, Rabu, 9 September 2020. Kegiatan ini merupakan sosialisasi mengenai bahaya penyalahgunaan narkoba pada produk tembakau alternatif atau rokok elektrik melalui gerakan sosial bertajuk “Gerakan Pencegahan Penyalahgunaan Rokok Elektrik (GEPPREK)” yang juga telah dilakukan di Denpasar, Bali, dan Bandung, Jawa Barat. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

(Istimewa)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Upaya pemerintah untuk menekan peredaran rokok elektronik atau vape ilegal di Indonesia disambut baik oleh pelaku usaha rokok elektronik. Meski demikian, para pelaku usaha juga berharap Pemerintah dapat menyikapinya dengan bijaksana dan tidak mengeluarkan peraturan eksesif yang berpotensi mengancam industri legal. Kolaborasi dengan pelaku usaha diharapkan dapat dijadikan salah satu upaya untuk mengatasi peredaran rokok elektronik ilegal yang belakangan tengah marak.

Ketua Umum Asosiasi Ritel Vape Indonesia (ARVINDO), Firmansyah Siregar, mengungkapkan pihaknya sangat mengapresiasi upaya Pemerintah untuk meningkatkan pengawasan terhadap vape yang beredar di pasaran. Ia juga berpendapat bahwa langkah ini merupakan langkah yang tepat mengingat aturan eksesif alih-alih menyelesaikan masalah justru berpotensi mematikan kelangsungan industri rotrik yang. meski tergolong masih kecil, namun telah menyerap banyak tenaga kerja dari hulu hingga hilir. “Kalau  aturannya terlampau eksesif, maka industrinya berpotensi mati. Tapi apakah barangnya akan berhenti beredar? Justru nanti akan semakin liar dan kontrol semakin tidak ada,” kata Firmansyah saat dihubungi.

Firmansyah melanjutkan, konsumen akan berusaha dengan berbagai cara untuk mencari maupun memproduksi rokok elektronik secara mandiri. Situasi ini justru akan sangat membahayakan bagi kesehatan publik. Permasalahan tersebut hanya akan menjadi beban baru bagi pemerintah. “Para pengguna tidak akan berhenti begitu saja. Mereka akan tetap mencari cara, entah memasukkan barang dari luar atau secara diam-diam membuat di dalam negeri,” ucap Firmansyah.

Sebagai contoh, rokok elektronik sudah berstatus legal di Indonesia, akan tetapi masih ada oknum-oknum yang menjual produk ilegal di sejumlah platform e-commerce. Firmansyah menjelaskan pihaknya sudah melaporkan temuan tersebut kepada pemerintah, dan berharap untuk segera ditindaklanjuti. “Kami sudah berulang kali melaporkannya tapi tidak bisa dicegah, apalagi kalau rokok elektronik ini diatur secara eksesif,” ujarnya.  

Sebelumnya, Badan Narkotika Nasional (BNN) menegaskan tidak akan mengikuti jejak Singapura yang membatasi peredaran vape dan menyamakan posisinya dengan narkotika. BNN lebih memilih memperketat pengawasan pada cairan vape yang mengandung bahan berbahaya. ”Kalau di Singapura kan melarang. Kami di sini tidak ke arah situ, tapi harus mengontrol liquid-liquid yang kontennya narkoba,” kata Kepala BNN Marthinus Hukom kepada Tempo, yang kini digantikan Suyudi Ario Seto.

BNN telah menggandeng Bea Cukai, loka pasar (marketplace), hingga toko-toko vape untuk memperkuat pengawasan. Dalam hal pengawasan, BNN bekerja dengan tidak mengganggu bisnis para pengusaha rokok elektronik, tapi mengontrol bersama-sama. ”Jadi yang dilarang itu narkobanya, bukan vape atau rokok elektroniknya,” ucap Marthinus.

Saat ini, ARVINDO tengah berusaha untuk membuka ruang diskusi dengan para pemangku kebijakan terkait lainnya terhadap wacana kebijakan yang eksesif terhadap rokok elektronik. Firmansyah ingin memaksimalkan forum tersebut untuk menyampaikan bahwa rokok elektronik dan narkoba merupakan dua hal yang berbeda. Sebab, masih ada pihak-pihak tertentu yang hingga kini dengan sengaja menyamakan narasi bahwa rokok elektronik adalah narkoba. “Padahal itu keliru,” katanya.

Adapun inisiatif tersebut dilakukan agar Pemerintah memahami giat industri rokok elektronik di Indonesia dan dapat melindungi pelaku industri yang sebagian besar merupakan UMKM. Firmansyah berharap pemerintah melibatkan pelaku usaha dalam berbagai kebijakan yang berpotensi mempengaruhi kelangsungan pelaku usaha rokok elektronik di Indonesia. “Apapun kebijakannya, industri harus dilibatkan. Kami yang tahu kondisi di lapangan dan kami juga yang mau menjaganya. Ini merupakan salah satu fungsi kontrol yang sudah kami lakukan,” ujar Firmansyah.

Dalam kesempatan berbeda, Wakil Ketua Perkumpulan Produsen E-Liquid Indonesia (PPEI), Agung Subroto mengatakan masyarakat dapat dengan mudah membedakan antara produk legal dan ilegal. Perbedaan utama adalah produk legal dilekatkan dengan pita cukai. Produk tersebut, tentunya dikhususkan bagi konsumen yang telah berusia di atas 21 tahun. ”Perbedaan produk yang legal dan ilegal itu bisa dilihat dari pita cukainya. Produk yang memiliki pita cukai itu berarti sudah legal,” jelasnya.