Indonesia Peringkat 6 Work-Life Balance di Asia, Apa Saja Indikatornya?
- Indonesia peringkat ke-6 Asia dalam Work-Life Balance Index 2025. Faktor cuti, jam kerja, BPJS Ketenaga Kerjaan dan budaya sosial jadi penentu.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Hasil laporan Global Life-Work Balance Index 2025 yang dirilis Remote.com membawa kabar mengejutkan. Indonesia tercatat menempati peringkat ke-6 di Asia dan peringkat ke-34 secara global dalam kategori keseimbangan hidup-kerja (work-life balance).
Menariknya, posisi ini berada tak jaug dengan Jepang yang berada di peringkat ke-3 Asia (29 global) meski dikenal sebagai negara maju dengan ekonomi besar. Lalu, apa saja indikator yang digunakan, dan mengapa Indonesia bisa meraih peringkat lebih tinggi dari Jepang?
Remote.com menggunakan sejumlah indikator utama untuk menilai keseimbangan hidup dan kerja di berbagai negara. Pertama, dari sisi cuti tahunan dan cuti berbayar, negara dengan hak cuti lebih panjang dan cuti sakit berbayar mendapat nilai tinggi.
Indonesia dinilai cukup fleksibel dalam kebijakan cuti, sedangkan Jepang dikenal memiliki cuti tahunan yang rendah. Kedua, jam kerja rata-rata per minggu juga menjadi faktor penting, di mana Jepang masih terjebak budaya kerja panjang dan fenomena karoshi (kematian akibat kerja berlebih), sementara Indonesia relatif lebih seimbang.
Ketiga, upah minimum dan tunjangan ikut memengaruhi skor. Meski tidak setinggi Eropa, kebijakan upah minimum Indonesia cukup kompetitif di kawasan Asia. Keempat, akses dan kualitas kesehatan yang terjamin oleh sistem publik juga diperhitungkan, dan Indonesia memiliki BPJS sebagai bentuk jaminan kesehatan universal meskipun masih menghadapi tantangan akses di daerah.
Baca juga : Demo DPR dan Biaya yang Harus Dibayar dari Kebijakan Tidak Hijau
Kelima, indikator tingkat kebahagiaan (Happiness Index) mengukur kepuasan hidup masyarakat, dan faktor budaya gotong royong, kebersamaan, serta religiusitas membuat masyarakat Indonesia relatif lebih bahagia dibandingkan Jepang.
Selain itu, ada aspek inklusivitas LGBTQ+, di mana negara dengan kebijakan lebih ramah mendapat poin tambahan, namun Indonesia masih tertinggal dibanding negara-negara Eropa.
Aspek keamanan dan stabilitas juga diperhitungkan, di mana skor Indonesia tergolong wajar meski ada tantangan di beberapa wilayah. Indikator lain adalah cuti parental dan dukungan keluarga, yang panjang dan dibayar penuh sangat dihargai.
Indonesia sudah memiliki cuti maternal, tetapi cuti paternal masih terbatas. Faktor kerja fleksibel dan remote juga penting, dan meski masih berkembang, Indonesia mulai bergerak ke arah ini.
Terakhir, faktor ekonomi dan kesejahteraan seperti PDB per kapita dan kesenjangan pendapatan turut memberi pengaruh, walaupun bukan penentu tunggal dalam peringkat ini.
Baca juga :TOWRN dan INTIP Pimpin Penguatan, LQ45 Hari Ini 25 Agustus 2025 Ditutup di 828,92
Apa yang Bisa Ditingkatkan Indonesia?
Meskipun Indonesia berhasil meraih posisi cukup tinggi di Asia, masih banyak hal yang bisa ditingkatkan. Beberapa langkah penting diantaranya memperluas cuti parental dan memperkuat tunjangan keluarga, meningkatkan akses kesehatan yang lebih merata ke seluruh wilayah, serta mendorong penerapan kerja fleksibel dan pengurangan jam kerja tanpa mengurangi produktivitas.
Selain itu, memperkuat inklusi dan kesetaraan gender di dunia kerja juga menjadi kunci agar Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara lain yang lebih maju dalam aspek ini.
Peringkat work-life balance tidak semata-mata ditentukan oleh ukuran ekonomi atau kemajuan teknologi, melainkan juga oleh kebijakan sosial, budaya kerja, dan kualitas hidup masyarakat.
Indonesia memang masih menghadapi banyak tantangan, tetapi fleksibilitas, dan nilai sosial-budaya menjadi kekuatan penting dalam menjaga keseimbangan hidup dan kerja. Dengan perbaikan kebijakan dan dukungan lebih besar terhadap pekerja, Indonesia berpeluang meningkatkan posisinya di masa mendatang.

Muhammad Imam Hatami
Editor
