Survei Mandiri Institute: Bisnis 85 Persen UMKM Kembali Normal pada Kuartal II-2021
JAKARTA – Survei dari Mandiri Institute terhadap kondisi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) selama COVID-19 menunjukkan terdapat 22% telah kembali beroperasi secara normal pada 2021. Survey tersebut terlaksana pada Maret-April 2021 terhadap 505 UMKM di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan beberapa provinsi di Indonesia bagian timur. Hasilnya, 85% UMKM sudah kembali berjalan normal pada […]

Ananda Astri Dianka
Author


Pekerja membuat makanan tradisional cireng di sentra UMKM pembuatan Cireng Crispy di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (10/4/2021). Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
(Istimewa)JAKARTA – Survei dari Mandiri Institute terhadap kondisi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) selama COVID-19 menunjukkan terdapat 22% telah kembali beroperasi secara normal pada 2021.
Survey tersebut terlaksana pada Maret-April 2021 terhadap 505 UMKM di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan beberapa provinsi di Indonesia bagian timur. Hasilnya, 85% UMKM sudah kembali berjalan normal pada awal kuartal II-2021.
“Padahal, jika melihat situasi pada September 2020, hanya 28 persen UMKM yang menjawab bahwa kondisi usaha sudah normal,” kata Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono dalam keterangan resmi, Rabu 30 Juni 2021.
- Modernland Realty Raup Marketing Sales Rp341 Miliar pada Kuartal I-2021
- Waskita Karya Raih Kontrak Pembangunan Jalan Perbatasan RI-Malaysia Rp225 Miliar
- Pengelola Hypermart (MPPA) Berpotensi Meraih Rp670,85 Miliar Lewat Private Placement
Selain itu, kinerja penjualan UMKM pada awal kuartal II-2021 juga sudah membaik, meski masih terdapat resiko terjadi penurunan yang tinggi. Hasil survei mengindikasikan pelaku usaha yang mengalami kenaikan omzet dan dapat mempertahankan omzet penjualannya semakin banyak.
Namun, masih terdapat lebih dari 50% UMKM yang menjawab bahwa penjualannya mengalami penurunan dibandingkan dengan kondisi 2020.
“Terkait dengan penetrasi digital, kami mencatat mayoritas UMKM sudah memiliki saluran pemasaran digital untuk menjual produknya,” lanjut Yudo.
Media sosial masih menjadi platform pilihan utama pelaku usaha dalam melakukan pemasaran dan penjualan dengan rasio 40%. Hal ini diikuti oleh penggunaan layanan instant messaging (38%), platform e-commerce (13%), dan platform ride hailing (5%).
Meskipun demikian, survei mengungkapkan bahwa utilisasi saluran pembayaran digital masih rendah pada UMKM. Temuan awal, lanjutnya, menunjukkan hanya 24% usaha yang menggunakan e-wallet dalam bertransaksi usaha.
Mayoritas usaha, sebesar 51%, tidak menggunakan channel transaksi non-tunai, seperti melalui e-wallet dan EDC.
“Adapun terkait pembiayaan, kami mendapatkan bahwa mayoritas UMKM masih mengandalkan sumber pembiayaan dari perbankan,” katanya.
Hal ini didasarkan dari hasil survei bahwa lebih dari setengah pemilik usaha UMKM (58%) mengandalkan pembiayaan dari sektor perbankan, kurang dari seperempat (22%) melalui institusi finansial non-bank. Sementara yang memiliki pinjaman melalui fintech hanya tercatat sebanyak 6%.
“Oleh karena itu, kami mengusulkan agar program bantuan pemerintah untuk UMKM perlu dilanjutkan.”
Lalu, efektivitas sasaran target usaha serta komunikasi kebijakan ini juga perlu ditingkatkan. Sebab, survei ini mencatat bahwa sebesar 82% dari responden mengetahui adanya program bantuan UMKM, namun hanya 41% usaha yang mendaftar program tersebut.
