Industri

Segmen Konsumer Melonjak, Transaksi Digital Banking Berpotensi Tembus Rp35.000 Triliun Akhir 2021

  • Nilai transaksi digital banking akan terus meningkat seiring dengan kebutuhan layanan segmen konsumer.
BABAK BARU BANK DIGITAL.jpg

JAKARTA - Kebutuhan layanan perbankan di segmen konsumer semakin bertumbuh pesat di Indonesia. Hal ini membuat industri perbankan semakin ramai memperluas layanan digital.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan volume transaksi digital banking berpotensi melejit 30,1% year on year (yoy) pada 2021. Nilainya diprediksi naik dari Rp27.356 triliun pada 2020 menjadi Rp35.600 triliun pada 2021.

“Meningkatnya transaksi perbankan ini menjadi gambaran potensi ekonomi digital di Indonesia yang mulai tergarap secara optimal. Di sektor perbankan, ini juga didorong oleh sektor lain yang mendukung transaksi seperti e-commerce,” ungkap Perry dalam Indonesia Finance Association (IFA) International Conference, Rabu, 6 Oktober 2021.

Perry bilang otoritas moneter tidak membatasi gerak perbankan dalam menghadirkan layanan digital. Dirinya menyebut sejauh ini ada tiga model bisnis dalam lanskap digital banking.

Pertama, Digitalisasi Bank. Model bisnis menekankan layanan digital milik bank konvensional. Pelaku industri perbankan dan layanan digitalnya masih dalam satu kesatuan. Beberapa contohnya yakni layanan Mobile banking Livin By Mandiri dan BRImo hingga internet banking BCA.

Kedua, Unit Digital Perbankan. Model bisnis kedua ini merupakan pembentukan unit khusus layanan digital yang dimiliki oleh suatu perusahaan perbankan. Dengan kata lain, terdapat produk bank digital khusus, misalnya Nyala milik OCBC NISP, Digibank yang digodok Bank DBS, hingga Jenius oleh Bank BTPN.

Ketiga, Bank Digital. Model bisnis telah menerapkan seluruh operasional bisnis perbankan secara digital. Terdapat nama-nama bank yang telah mendeklarasikan diri sebagai fully digital bank seperti Bank Jago, MotionBanking MNC Bank, sampai Bank BKE milik SeaBank.

Perry mengakui perbankan cukup adaptif dengan gencarnya digitalisasi ini. Dirinya pun menyebut kolaborasi perbankan, dengan model bisnis baru, dan pelaku industri keuangan non-bank bakal semakin masif.

Hal ini tercermin dari semakin tingginya pelaku industri keuangan non bank di market share industri keuangan. Menurut catatan BI, angkanya naik dari 3% pada 2016 menjadi 3,7% pada 2021.

Financial technology (fintech) dan perbankan menjadi kolaborasi yang bisa mendorong lebih banyak masyarakat mengakses layanan keuangan formal yang aman,” jelas Perry.

Masih Fokus di Konsumer

Kendati demikian, merebaknya tren digitalisasi di industri keuangan tampaknya hanya berkutat di segmen konsumer. Kondisi ini dapat ditinjau dari semakin masifnya transaksi di e-commerce yang diprediksi menyentuh Rp395 triliun pada 2021.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan perbankan seharusnya bisa merambah ke segmen produktif. Bhima bilang, jika produk digitalnya bisa menyesuaikan karakteristik pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), potensinya tidak kalah dari segmen konsumer.

“Bank digital ini menyasar Milenial dan Generasi Z. Jadi meski pun volume transaksinya tinggi itu nilainya kecil-kecil. Tapi saya melihat fee based income bank digital bisa naik, seharusnya bisa juga jangkau lebih banyak pelaku UMKM” kata Bhima kepada TrenAsia.com, Rabu, 6 Oktober 2021.