Industri

Pemerintah, Ini Risikonya Tambah Utang Luar Negeri

  • JAKARTA – Center of Reform on Economics (Core) Indonesia setidaknya memandang ada empat potensi risiko dari pembiayaan defisit fiskal dalam rangka mempercepat penanggulangan wabah COVID-19. Seperti diketahui, kebijakan stimulus fiskal, pelebaran defisit, dan pembiayaan adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Besarnya stimulus menyiratkan pelebaran defisit sekaligus juga besarnya kebutuhan pembiayaan yang harus dilakukan pemerintah. “Pertama, […]

<p>Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menlu Retno Marsudi (kiri) dan Menkeu Sri Mulyani mengikuti forum KTT Luar Biasa G20 secara virtual dari Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (26/3/2020). KTT yang digagas oleh Arab Saudi selaku Ketua G20 tahun ini tersebut membahas upaya negara-negara anggota G20 dalam penanganan COVID-19. ANTARA FOTO/HO/Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr/sgd/aww.</p>

Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menlu Retno Marsudi (kiri) dan Menkeu Sri Mulyani mengikuti forum KTT Luar Biasa G20 secara virtual dari Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (26/3/2020). KTT yang digagas oleh Arab Saudi selaku Ketua G20 tahun ini tersebut membahas upaya negara-negara anggota G20 dalam penanganan COVID-19. ANTARA FOTO/HO/Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr/sgd/aww.

(Istimewa)

JAKARTA – Center of Reform on Economics (Core) Indonesia setidaknya memandang ada empat potensi risiko dari pembiayaan defisit fiskal dalam rangka mempercepat penanggulangan wabah COVID-19.

Seperti diketahui, kebijakan stimulus fiskal, pelebaran defisit, dan pembiayaan adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Besarnya stimulus menyiratkan pelebaran defisit sekaligus juga besarnya kebutuhan pembiayaan yang harus dilakukan pemerintah.

“Pertama, risiko dominasi kepemilikan asing pada surat utang pemerintah,” kata Direktur Riset, Core Indonesia, Kamis 9 April 2020.

Dengan melebarnya defisit anggaran tentunya akan mendorong pemerintah untuk menerbitkan surat utang (SUN) sebagai salah satu sumber pembiayaan defisit yang semakin besar. Sayangnya penerbitan SUN masih sangat bergantung pada investor asing.

“Sekitar 35 sampai 40% SUN yang diterbitkan pemerintah dipegang oleh investor asing,” ujar dia.

Angka ini relatif besar jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lain seperti seperti Thailand, Malaysia, ataupun China. Kondisi ini menjadikan struktur pembiayaan anggaran akan sangat rentan terhadap pelarian modal secara tiba-tiba (sudden capital outflow).

Contoh teranyar bisa dilihat pada bulan Februari dan Maret lalu ketika dana asing keluar sebanyak Rp145 triliun dari surat utang pemerintah. Dampaknya imbal hasil SUN meningkat dan beban biaya penerbitan SUN di masa mendatang menjadi lebih besar.

Kedua, risiko pelemahan nilai tukar. Tingginya kepemilikan asing pada surat utang pemerintah juga meningkatkan risiko sudden capital outflow yang akan mendorong pelemahan nilai tukar. Selama Januari sampai dengan akhir Maret rupiah melemah sebesar 17,4 %.

“Pelemahan ini salah satunya disebabkan oleh aliran modal keluar yang terjadi di pasar keuangan. Jika dibandingkan dengan negara lain, pelemahan nilai tukar Rupiah merupakan salah satu pelemahan mata uang terdalam di dunia.”

Risiko yang ketiga adalah crowding out. Hal ini bisa terjadi karena pelebaran defisit anggaran akan menyerap banyak likuditas dari perbankan. Dampaknya, swasta akan semakin kesulitan mencari sumber pembiayaan dari dalam negeri.

“Kalaupun mereka mencari sumber pembiayaan dari dalam negeri melalui penerbitan surat utang (obligasi), mereka harus menawarkan surat utang dengan imbal hasil yang lebih tinggi untuk bersaing dengan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah,” tambah dia.

Keempat, risiko peningkatan utang luar negeri swasta. Jika pihak swasta kesulitan mencari sumber pembiayaan dari dalam negeri maka opsi utang luar negeri menjadi pilihan yang lebih menarik, terutama ketika suku bunga di luar negeri cenderung menurun.

Peningkatan utang luar negeri swasta perlu menjadi perhatian karena 89% utang luar negeri swasta berdenominasi dolar Amerika Serikat dan rentan terhadap fluktuasi nilai tukar.

Risiko bertambah bagi swasta yang menjual barang dan jasa yang terkait komoditas. Potensi pelemahan harga komoditas bisa berdampak terhadap memburuknya arus kas perusahaan dan berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar.

Faktanya pertumbuhan utang luar negeri swasta yang bergerak di sektor komoditas lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor lain seperti manufkatur ataupun keuangan.