BI: Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek Jadi Langkah Terakhir
Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) dari Bank Indonesia (BI) sebagai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk bank sistemik dilakukan sebagai langkah terakhir. Gubernur BI Perry Warjiyo membantah program PEN untuk membiayai restrukturisasi kredit perbankan, lantaran bersumber dari PLJP atau pinjaman likuiditas khusus (PLK). “Ada persepsi program PEN untuk restrukturisasi kredit (bank sistemik) itu dari PLK/PLJP. […]

Aprilia Ciptaning
Author


Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) dari Bank Indonesia (BI) sebagai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk bank sistemik dilakukan sebagai langkah terakhir.
Gubernur BI Perry Warjiyo membantah program PEN untuk membiayai restrukturisasi kredit perbankan, lantaran bersumber dari PLJP atau pinjaman likuiditas khusus (PLK).
“Ada persepsi program PEN untuk restrukturisasi kredit (bank sistemik) itu dari PLK/PLJP. Itu tidak benar,” ujar Perry Warjiyo di Jakarta, Jumat, 5 Juni 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Dia menjelaskan, beberapa tahapan mesti ditempuh oleh bank-bank sistemik sebelum diputuskan apakah pengajuan pinjaman likuiditasnya disetujui.
Pertama, bank tersebut harus melakukan repo Surat Berharga Negara (SBN) miliknya kepada BI. Kurang lebih Rp560 triliun dapat direpokan dari total keseluruhan Rp866 triliun sehingga dapat menyisakan sebanyak 6% atau Rp300 triliun dari Dana Pihak Ketiga (DPK).
Kedua, pemerintah dalam hal ini BI akan menempatkan dananya di bank tersebut. “Jika bank masih membutuhkan likuiditas, BI mengizinkan bank-bank untuk merepokan sisa SBN Rp300 triliun tadi,” kata Perry.
Selanjutnya, jika bank tersebut masih membutuhkan likuiditas, maka langkah terakhir yang ditempuh, yakni melalui PLJP.
“Baru kalau habis, kemudian PLJP itu di ujung. Mohon diluruskan,” tegas Perry.
Disebutkan dalam laman resmi BI, kesulitan likuiditas jangka pendek ketidakmampuan bank dalam memenuhi kewajiban giro minimum primer (GWM) karena arus dana yang masuk lebih kecil dibandingkan dengan arus dana yang keluar dalam rupiah.
Adapun bank yang dapat memperoleh PLJP merupakan golongan bank solven, memiliki peringkat komposit tingkat kesehatan bank paling rendah dua, memiliki agunan berkualitas tinggi sebagai jaminan PLJP sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan BI, dan memiliiki kemampuan untuk mengembalikan pinjaman tersebut.
Sebagai informasi, hingga kini nominal SBN yang direpokan ke BI baru menyentuh angka Rp43,9 triliun dari porsi repo Rp520 triliun.
Menurut Perry, hal ini menunjukkan bahwa bank masih memiliki kecukupan likuiditas meski di tengah pandemi COVID-19.
“Kenapa repo masih minim? Berarti kondisi likuiditas (bank) masih berlebih,” ungkapnya. (SKO)
