Industri

Akuisisi Investor Asing Bisa Selamatkan Bank

  • JAKARTA – Tren akuisisi bank oleh investor asing dinilai memiliki dampak positif untuk likuiditas perbankan Tanah Air. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan, aksi korporasi tersebut masih sehat dilakukan asalkan komposisinya tetap seimbang. Menurutnya, akuisisi tersebut bakal mendatangkan keuntungan dan risiko lebih rendah, terutama dari sisi penyaluran kredit. […]

<p>Karyawan berktivitas dengan latar pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu, 14 Oktober 2020. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu bertahan di atas 5.000 dan parkir di zona hijau dengan menguat 0,85 persen ke level 5.176,099 pada akhir sesi. Sebanyak 213 saham menguat, 217 terkoreksi, dan 161 stagnan, IHSG mengalami penguatan seiring dengan sentimen Omnibus Law dan langkah Bank Indonesia untuk pemulihan ekonomi. Selain itu, rencana merger bank BUMN syariah turut mendorong saham-saham perbankan lainnya, dan mengisi jajaran top gainers hari ini. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>

Karyawan berktivitas dengan latar pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu, 14 Oktober 2020. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu bertahan di atas 5.000 dan parkir di zona hijau dengan menguat 0,85 persen ke level 5.176,099 pada akhir sesi. Sebanyak 213 saham menguat, 217 terkoreksi, dan 161 stagnan, IHSG mengalami penguatan seiring dengan sentimen Omnibus Law dan langkah Bank Indonesia untuk pemulihan ekonomi. Selain itu, rencana merger bank BUMN syariah turut mendorong saham-saham perbankan lainnya, dan mengisi jajaran top gainers hari ini. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

(Istimewa)

JAKARTA – Tren akuisisi bank oleh investor asing dinilai memiliki dampak positif untuk likuiditas perbankan Tanah Air. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan, aksi korporasi tersebut masih sehat dilakukan asalkan komposisinya tetap seimbang.

Menurutnya, akuisisi tersebut bakal mendatangkan keuntungan dan risiko lebih rendah, terutama dari sisi penyaluran kredit. Sebab, bank biasanya mendapatkan fee based income (FBI) dari service penyaluran kredit.

Di sisi lain akuisisi oleh asing juga mempengaruhi banyaknya uang yang keluar dari Indonesia. “Ini pada akhirnya akan berdampak terhadap neraca transaksi berjalan,” ujarnya kepada TrenAsia.com, Senin, 4 Januari 2020.

Meskipun demikian, berdasarkan laporan mutakhir Bank Indonesia (BI), surplus transaksi berjalan (current account) pada kuartal III-2020 mencapai US$1 miliar. Nilai tersebut menjadi surplus yang terbesar sejak kuartal yang sama pada 2011. Di samping itu, surplus transaksi berjalan kali ini setara dengan 0,4% dari produk domestik bruto (PDB).

Perlu Didukung

Abdul pun mengungkapkan, tren akuisisi atau merger ini perlu didukung dan dilanjutkan pada 2021. Pasalnya, ini berguna untuk perampingan bank di Indonesia.

“Perlu ada merger dan akuisisi supaya perbankan di Indonesia tidak terlalu banyak,” kata dia. Menurutnya, jumlah bank di Tanah Air hingga kini masih terhitung sangat banyak. Namun, mayoritas dari bank itu tergolong sebagai bank kecil atau kategori BUKU I.

Data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun memperlihatkan, per Oktober 2020 ada 110 jumlah bank umum di Indonesia. Secara rinci berdasarkan jumlah aset, paling banyak didominasi oleh BUKU II, yakni 16 bank dengan asert Rp1-10 triliun, dan 39 bank dengan aset Rp10-50 triliun. Sementara itu BUKU I ada 9 bank, BUKU III ada 25 bank, dan hanya 7 bank yang tergolong BUKU IV.

Risikonya, kata Abdul, goncangan yang terjadi pada suatu bank akan berisiko dan berpengaruh terhadap bank lainnya. Ia pun mendukung kebijakan OJK yang mengharuskan bank menambah modal inti.

Seperti diketahui, OJK pada awal tahun 2020 telah mewajibkan bank BUKU 1 dan 2 secara bertahap untuk memenuhi ketentuan permodalan inti menjadi Rp3 triliun. Adapun pemenuhan kenaikan modal inti perbankan nasional yang harus dipenuhi, yakni Rp1 triliun pada 2020, sebesar Rp2 triliun pada 2021, dan sebesar Rp3 triliun pada 2022 mendatang.

“Ketentuan tersebut bagus, tak lain supaya bank semakin kokoh,” tutur Abdul.