Tren Global

Mengukur Kecepatan Pemulihan Bencana di Indonesia

  • Laporan lengkap respons bencana Indonesia: banjir, longsor, kebakaran hutan, letusan gunung berapi, dan upaya rehabilitasi jangka panjang yang masih berlangsung.
1-2025-11-27T135532.764.jpg
Kondisi jembatan yang terputus akibat banjir di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatra Utara, Selasa 25 November 2025. (BPBD Kabupaten Tapanuli Utara)

JAKARTA, TRENASIA.ID - Dalam satu dekade terakhir, pola respons pemerintah Indonesia terhadap bencana besar menunjukkan banyakperubahan. Dari yang dulu kerap dianggap sekadar reaktif, kini pemerintah mulai mengadopsi pendekatan yang lebih sistematis, terstruktur, dan berorientasi pencegahan. 

Namun, di balik semua kerangka dan kebijakan yang terlihat rapi, tantangan terbesar justru berada di lapangan, kecepatan dan keberlanjutan implementasi, terutama pada fase rehabilitasi dan rekonstruksi jangka panjang.

Upaya pemerintah dalam menangani bencana kini tidak berhenti pada fase tanggap darurat. Model penanganan yang diterapkan berubah ke skema Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana (R3P). 

Menko PMK Pratikno menegaskan komitmen pemerintah untuk mempercepat penyelesaian pascabencana, Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Koordinasi Pemutakhiran Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana (R3P), di Ruang Rapat Kantor Kemenko PMK, Kamis, 21 Agustus 2025. 

Pemerintah menyadari bencana tidak selesai ketika sirene berhenti berbunyi atau ketika bantuan darurat datang. Ada pekerjaan jangka panjang yang membutuhkan kepastian regulasi dan pendanaan.

Baca Juga : Rapor Kredit Korporasi Bank Mandiri Kuartal III-2025

Membangun Standar Baru

BNPB dalam beberapa tahun terakhir aktif menyusun berbagai pedoman teknis pemulihan bencana. Langkah ini diambil setelah evaluasi menemukan fakta ironis,67 persen rumah yang dibangun pascagempa Cianjur tidak memenuhi standar tahan gempa. Pedoman ini dibuat bukan sekadar untuk membangun ulang, tetapi untuk membangun kembali dengan lebih aman dan lebih tangguh.

Sementara itu, edukasi kebencanaan diarusutamakan. Kala menjabat, mantan Presiden Joko Widodo berulang kali menekankan pentingnya menyiapkan masyarakat menghadapi bencana.

“Memberikan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat untuk langkah-langkah antisipasi itu harus menjadi prioritas,” tegas Jokowi ketika membuka Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2023.

Kearifan lokal seperti smong di Simeulue kini bahkan masuk ke kurikulum sekolah sebagai contoh sinergi antara ilmu pengetahuan dan tradisi. Sejak tsunami 2004, Indonesia membangun sistem penanggulangan bencana yang lebih kokoh. 

Pembentukan BNPB, sistem peringatan dini, latihan kebencanaan, dan program sekolah aman bencana menjadi pilar yang terus diperbaiki.  Kolaborasi lintas lembaga, BNPB, TNI, Polri, BPBD, dan kementerian teknis, membuat penanganan bencana lebih terintegrasi. Namun integrasi di atas kertas tidak selalu sejalan dengan realitas di lapangan.

Baca juga : Respons Banjir Sumatra, Operasi Logistik Terbesar Tahun Ini Digeber

Lambatnya Implementasi dan Pemulihan

Inilah masalah paling krusial dan paling konsisten muncul dalam belasan laporan resmi pemerintah, pemulihan jangka panjang yang kerap mandek. Menteri Koordinator PMK Pratikno secara terbuka mengakui bahwa banyak dokumen R3P untuk 11 daerah sudah kedaluwarsa sebelum pemulihan selesai.

“Walaupun bencananya telah lama, penyelesaian perumahan, infrastruktur, akses pendidikan, kesejahteraan, dan mata pencaharian masyarakat harus tetap kita pikirkan,” ujarnya.

Di Sumatra Utara, rehabilitasi dan rekonstruksi akibat erupsi Sinabung bahkan belum sepenuhnya selesai meski telah melewati batas waktu yang seharusnya. Kepala BNPB Suharyanto menyebutnya sebagai pekerjaan kompleks yang membutuhkan kolaborasi multi-level yang lebih serius.

Semua ini menunjukan satu hal, kerangka kebijakan sudah diperbarui, tetapi eksekusi di lapangan sering tidak berlari secepat semestinya. Pemerintah tampaknya sadar bahwa sistem perlu terus dipangkas dari berbagai hambatan regulatif dan birokrasi.

“Supaya ke depan nanti kita harapkan proses penanganan bencana menjadi lebih cepat… menata regulasi, menata tata kelola sehingga penanganan pascabencana bisa lebih efektif,” kata Pratikno.

Contoh Penanganan Bencana

1. Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla)

Contoh Kasus: Kebakaran di Taman Nasional Kutai (TNK), Kalimantan Timur – 2015

  • Luas terdampak: 1.800 hektare
  • Pemadaman Darurat Terkoordinasi
    • Petugas TNK melakukan pemadaman langsung di lokasi.
    • Dukungan dari TNI dan Polri, menunjukkan adanya penguatan komando lintas sektor.
  • Patroli Pencegahan Berbasis Musim
    • Patroli intensif dilakukan terutama pada puncak kemarau.
    • Pemantauan titik panas (hotspot) menggunakan citra satelit menunjukkan peningkatan penggunaan teknologi.
  • Pendekatan ke Masyarakat (Namun Belum Optimal)
    • Penyuluhan agar warga tidak membuka lahan dengan cara bakar terus digencarkan.
    • Pemerintah mengakui penyuluhan belum efektif karena biaya membuka lahan tanpa api lebih tinggi bagi petani.
    • Terdapat kebutuhan solusi alternatif agar pola pikir dan kebiasaan masyarakat bisa berubah secara berkelanjutan.

2. Bencana Letusan Gunung Berapi

Contoh Kasus : Letusan Gunung Semeru – 2021

  • Dampak: puluhan korban meninggal, ribuan rumah rusak, ribuan warga mengungsi.
  • Respon Pemerintah
    • Tanggap Darurat Cepat dari BNPB
    • Penyediaan logistik lengkap: makanan, selimut, obat-obatan, tenda, air bersih.
    • Evakuasi diprioritaskan dan warga dihimbau menjauhi zona merah.
    • Koordinasi Tingkat Tinggi Lintas Pemerintahan
    • Presiden Joko Widodo turun langsung ke lokasi untuk memastikan pemulihan berjalan.
    • Gubernur Jawa Timur memindahkan kantor ke Kabupaten Lumajang untuk mempercepat koordinasi lintas dinas.
    • Pemulihan Jangka Menengah–Panjang
    • Bantuan tunai untuk rumah sementara.
    • Pembangunan rumah permanen dimulai dengan standar lebih aman.
    • Kementerian Pertanian mendukung pemulihan ekonomi warga melalui pemberian benih, ternak, dan alat pertanian.

3. Bencana Hidrometeorologi (Banjir dan Longsor)

Banjir Kota Bengkulu – 2020

  • Dampak: Melanda 6 kecamatan.
  • Respons Pemerintah
    • Komando BPBD sebagai Ujung Tombak
    • BPBD memimpin operasi penanganan sejak awal.
    • Menunjukkan bahwa untuk bencana skala kota, struktur komando daerah cukup siap.
  • Respons Dinas Kesehatan
    • Pemantauan kesehatan warga, terutama risiko penyakit pascabanjir.
    • Pemetaan kebutuhan sanitasi dan air bersih melalui koordinasi langsung dengan BPBD.

Longsor Garut Pasca-Gempa Banten – 2019

  • Respons Cepat Aparat Lokal
  • Kapolsek setempat langsung melaporkan situasi ke pemda.
  • Imbauan kepada masyarakat untuk waspada menghadapi musim hujan.
  • Peringatan Dini di Tingkat Akar Rumput
  • Respons berupa imbauan lokal menunjukkan bahwa kesiapsiagaan tidak hanya bertumpu pada pemerintah pusat, tetapi juga aparat tingkat kecamatan/desa.

4. Bencana Lingkungan dan Pemulihan Jangka Panjang

  • Contoh: Program “Citarum Harum” – 2018–2025
  • Latar belakang: Sungai Citarum menjadi salah satu sungai terkotor di dunia.
  • Respons Pemerintah
    • Program Nasional Berskala Besar (Perpres 15/2018)
    • Presiden menerbitkan Perpres untuk mempercepat pemulihan Citarum.
    • Melibatkan TNI, Pemprov Jawa Barat, dan kementerian teknis.
    • Perbaikan Terukur (Namun Belum Memenuhi Target)
    • Indeks Kualitas Air naik dari 33.43 (2018) menjadi 51.01 (2022).
    • Peningkatan signifikan, tetapi belum masuk kategori “baik”.
    • Kebutuhan Perpanjangan Program
    • Pemprov Jabar mengusulkan perpanjangan Perpres karena anggaran daerah terbatas.