Tren Leisure

Menakar Cuan YouTuber RI Dibanding Negara Asia Lain

  • Indonesia menjadi pasar YouTube paling dinamis di Asia pada 2025 dengan 143 juta pengguna, pertumbuhan 20%, dan lonjakan pendapatan kreator.
Siaran Media - Kisah Ijfina Amalia Menggapai Mimpi Melalui Hobi bersama YouTube Shopping Affiliates dan Shopee.jpg
Ijfina Amalia, content creator yang sukses menggandakan pendapatannya lewat YouTube Shopping Affiliate. (dok. Shopee)

JAKARTA, TRENASIA.ID - Di tahun 2025, YouTube semakin mengukuhkan diri sebagai platform video terkuat di Asia. Dari India hingga Korea Selatan, perilaku menonton dan potensi pendapatan kreator berkembang jauh lebih cepat dibanding wilayah lain. 

Namun di antara negara-negara besar itu, Indonesia muncul sebagai hub pertumbuhan paling dinamis, baik dari sisi jumlah pengguna maupun pola konsumsi konten.

Dengan sekitar 143 juta pengguna, Indonesia menjadi salah satu pasar terbesar YouTube di dunia. Pertumbuhan waktu tonton mencapai 20% secara tahunan, mencerminkan betapa dalamnya platform ini mengakar dalam keseharian masyarakat. 

Bahkan lebih dari 3.000 kanal telah menembus 1 juta subscriber, sebuah capaian yang jarang ditemui di negara berkembang lain. Makin besar jumlah subscriber makin besar pula penghasilan seorang Youtuber.

Untuk memahami potensi pendapatan kreator, dua istilah penting perlu dipahami, CPM dan RPM. Keduanya sering terlihat mirip, tetapi sebenarnya memiliki makna dan dampak yang berbeda bagi kreator. 

CPM (Cost Per Mille) adalah jumlah uang yang dibayar pengiklan kepada YouTube untuk setiap 1.000 tayangan iklan. Angka ini mencerminkan seberapa bernilai sebuah pasar di mata pengiklan. 

Jika CPM suatu negara tinggi, itu berarti pengiklan rela membayar lebih mahal untuk memasang iklan di negara tersebut. Namun, penting dipahami bahwa CPM bukan angka yang langsung diterima kreator karena YouTube mengambil bagiannya terlebih dahulu. 

Baca juga : Saham GOTO Melesat, Pasar Sambut CEO Baru Hans Patuwo

Sebagai contoh, jika CPM di Indonesia sebesar US$1, berarti pengiklan membayar US$1 untuk setiap 1.000 tayangan iklan yang muncul di video kreator Indonesia.

Sementara itu, RPM (Revenue Per Mille) adalah jumlah uang yang benar-benar diterima kreator untuk setiap 1.000 views video, bukan 1.000 tayangan iklan. 

Karena itu, RPM dianggap sebagai indikator paling akurat untuk melihat pendapatan nyata kreator. Angka RPM sudah memperhitungkan potongan dari YouTube, jumlah iklan yang berhasil tampil di video, serta pendapatan tambahan lain seperti dari pelanggan YouTube Premium. 

Dengan kata lain, RPM adalah nilai bersih yang masuk ke kreator dan menjadi acuan utama untuk menghitung hasil monetisasi sebuah kanal.

Dikutip laman perusahaan media-teknologi yang bergerak dalam ekosistem kreator dan brand digita, Air.io, Senin, 24 November 2025, peluang monetisasi juga terus meningkat, meski masih berada di bawah negara-negara ber-CPM tinggi. 

Rata-rata RPM kreator Indonesia berkisar Rp16.000–Rp80.000, sementara CPM berada pada level US$0,84. Angka tersebut masih relatif rendah di tingkat global, namun tidak menghalangi lonjakan kreator baru.

Salah satu pendorong terbesar pertumbuhan YouTube di Indonesia adalah YouTube Shopping, yang waktu tontonnya naik hingga 400%.  Konten belanja, review produk, dan rekomendasi dari kreator menjadi rujukan utama konsumen, menunjukkan tingginya kepercayaan publik terhadap figur-figur digital lokal.

Perkembangan di Negara Lain

India

Jika Indonesia memimpin dari sisi pertumbuhan, India adalah raja jumlah pengguna. Dengan sekitar 491 juta pengguna, negara ini menempati posisi teratas secara global. 

Namun, besarnya basis pengguna tidak selalu berbanding dengan pendapatan kreator. CPM di India hanya berada di kisaran US$0,50 - US$1,50, membuat banyak kreator mengakali pendapatan dengan menargetkan penonton dari negara lain melalui subtitle, judul berbahasa Inggris, atau konten yang lebih universal.

Korea Selatan

Berbanding terbalik dengan India, Korea Selatan memiliki audiens lebih kecil namun jauh lebih bernilai. CPM rata-rata mencapai angka US$17, menjadikannya salah satu pasar paling menguntungkan di Asia. 

Tingginya belanja pengiklan membuat kreator Korea kerap menikmati pendapatan yang besar meski video mereka tidak mencapai jutaan penonton.

Vietnam, Jepang, dan Pasar Asia Lainnya

Pasar seperti Vietnam dan Jepang juga menunjukkan pertumbuhan signifikan, namun data lengkap tentang CPM dan RPM masih terbatas. Meski begitu, tren yang terlihat jelas adalah munculnya strategi lokalisasi konten. 

Kreator mulai memanfaatkan subtitel, dubbing, hingga pengemasan ulang konten untuk memperluas jangkauan lintas negara, sebuah langkah yang terbukti efektif meningkatkan pendapatan.

Baca juga : Kesempatan Kerja 2026: BPS Rekrut 190.000 Mitra untuk Sensus Ekonomi, Ini Syarat & Honornya

Pergeseran Pola Tonton

Di seluruh Asia, kategori Hiburan dan Musik masih menjadi raja. Namun, dua kategori lain yang terus mencuat adalah Gaming serta How-to/DIY, keduanya populer di kalangan penonton muda.

Fenomena menarik lainnya adalah naiknya tren “lean-back viewing”, yaitu menonton YouTube lewat Smart TV. Sepanjang 2025, lebih dari 1 miliar jam tontonan dialokasikan melalui perangkat televisi, menunjukkan bahwa YouTube telah bertransformasi dari platform mobile-first menjadi platform ruang keluarga.

Satu kenyataan pahit yang harus dihadapi kreator Asia Tenggara adalah rendahnya CPM dan RPM dibandingkan negara Barat. Karena itu, kreator di Indonesia, Vietnam, dan India semakin agresif memanfaatkan sumber pendapatan non-iklan, seperti dari Brand deals & endorsement, Afiliasi produk, Membership & live stream gift, dan YouTube Shopping

Strategi diversifikasi ini terbukti membantu kreator bertahan sekaligus memperkuat posisi YouTube sebagai platform ekonomi kreator yang paling stabil di kawasan.

Meski setiap negara memiliki dinamika tersendiri, pola umum yang muncul jelas: Asia adalah masa depan YouTube, dan Indonesia berada di garis depan pertumbuhan tersebut. Dari jumlah pengguna hingga ekosistem belanja digital yang makin matang, peluang kreator di Indonesia berada pada fase emas.