IMG_20240808_234928.jpg

<p>JAKARTA, TRENASIA.ID—Kesenjangan ekonomi ekstrem dinilai menjadi salah satu penyebab Indonesia terjebak dalan instabilitas yang berkepanjangan. Perlu sebuah sistem dan kebijakan yang adil untuk memutus lingkaran setan tersebut. Agenda demokratisasi ekonomi didorong untuk mewujudkan kesejahteraan warga.&nbsp;</p><p>Pakar ekonomi kerakyatan, Suroto, mengatakan <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/search?q=kesenjangan%2520ekonomi">kesenjangan ekonomi</a> di Indonesia sudah sangat parah. Dia mengutip laporan Oxfam tahun 2024 yang menyebut kekayaan 100 juta rakyat Indonesia termiskin sama dengan kekayaan empat keluarga konglomerat.&nbsp;</p><p>Laporan serupa juga mengungkap sekitar 1% jumlah penduduk Indonesia menguasai hampir separuh pendapatan nasional. “Hari ini kekayaan dan pendapatan nasional terkonsentrasi di tangan segelintir elit. Kesenjangan sudah sangat parah,” ujar Suroto dalam keterangannya pada TrenAsia, Selasa, 2 September 2025.&nbsp;</p><p>Riset Center of Economic and Law Studies (<a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/search?q=celios">Celios</a>) 2025 memperkuat fakta bahwa jurang antara si kaya dan si miskin di Indonesia sudah mencapai titik mengkhawatirkan. Celios mengungkap sebanyak 50 orang terkaya di negeri ini memiliki harta setara dengan 50 juta rakyat biasa.</p><figure class="image"><img src="https://ik.trn.asia/uploads/2020/07/Kemiskinan-Jakarta-Tertinggi-2.jpg"></figure><p>Menurut Suroto, kondisi ini perlu disikapi serius karena arah negara sudah bertentangan dengan UUD 1945. Dia mengusulkan sejumlah agenda demokratisasi ekonomi untuk mengembalikan perekonomian sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.&nbsp;</p><p>“Demokrasi politik tanpa demokrasi ekonomi hanyalah menjadi pintu masuk kuasa negara ke tangan segelintir elit kaya dan elit politik. Inilah rezim anti-demokrasi yang nyata, bertentangan dengan konstitusi, dan membahayakan hidup bersama,” tutur lelaki yang juga Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) itu. &nbsp;</p><p>Berikut 10 agenda perjuangan demokratisasi ekonomi yang diusulkan Suroto, seperti disarikan TrenAsia.&nbsp;</p><h2>10 Agenda Demokratisasi Ekonomi Versi Suroto</h2><h3>1. Jaminan Hidup Layak Universal</h3><p>Mengalokasikan anggaran negara untuk menyediakan jaminan hidup minimum bagi seluruh rakyat Indonesia, memastikan tidak ada satu pun warga yang mengalami kemiskinan ekstrem atau kelaparan.</p><h3>2. Kepemilikan Saham Pekerja &amp; Keadilan Upah</h3><p>Mewajibkan setiap perusahaan memberikan kepemilikan saham kepada karyawan minimal 20% secara bertahap. Mengatur batas maksimal perbandingan gaji tertinggi dan terendah dalam satu perusahaan tidak lebih dari 20:1 untuk menciptakan distribusi pendapatan yang lebih adil.</p><h3>3. Kepemilikan Publik atas BUMN/BUMD</h3><p>Mengubah struktur kepemilikan Badan Usaha Milik Negara dan Daerah menjadi model partisipasi langsung rakyat, di mana masyarakat memiliki hak kepemilikan dan kontrol yang nyata atas aset-aset strategis negara.</p><h3>4. Redistribusi Tanah Melalui Koperasi</h3><p>Melaksanakan redistribusi lahan secara menyeluruh, &nbsp;bukan hanya legalisasi kepemilikan, dengan mendistribusikan tanah secara adil dan mengelolanya melalui sistem koperasi rakyat untuk mencegah komersialisasi lahan yang merugikan petani kecil.</p><h3>5. Reformasi Regulasi yang Tak Demokratis</h3><p>Merealisasikan undang-undang komprehensif tentang sistem perekonomian nasional sesuai mandat Pasal 33 UUD 1945, serta melakukan reformulasi menyeluruh terhadap semua regulasi ekonomi yang tidak mencerminkan kedaulatan rakyat.</p><h3>6. Independensi Kebijakan Moneter</h3><p>Mengembalikan kewenangan Bank Indonesia untuk mengutamakan kepentingan rakyat Indonesia dalam setiap kebijakan moneter. Strategi moneter harus seimbang antara stabilitas nilai tukar dengan perlindungan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.</p><p>Baca Juga: <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/tren-ekbis/kerja-keras-tapi-masih-tak-sejahtera-ironi-buruh-pabrik-dan-honorer-di-ri"><strong>Kerja Keras Tapi Masih Tak Sejahtera: Ironi Buruh Pabrik dan Honorer di Soloraya</strong></a></p><h3>7. Transformasi dari Bantuan ke Pemberdayaan</h3><p>Mengakhiri pendekatan lama yang mengandalkan kredit murah, subsidi, dan bantuan sosial yang memposisikan rakyat sebagai penerima pasif. Menggantinya dengan pembangunan institusi dan infrastruktur ekonomi yang memberdayakan masyarakat sebagai pelaku ekonomi aktif.</p><h3>8. Kontrol Utang Luar Negeri</h3><p>Menghentikan praktik utang luar negeri berlebihan yang hanya menguntungkan investor asing sambil merusak lingkungan dan merampas lahan rakyat. Utang telah menjadi instrumen kolonialisme modern yang harus diputus.</p><h3>9. Basis Ekonomi Pangan dan Energi</h3><p>Menjadikan sektor pangan dan energi sebagai fondasi ekonomi nasional, menggantikan ketergantungan pada sektor ekstraktif seperti pertambangan dan perkebunan monokultur yang rentan terhadap volatilitas pasar global.</p><h3>10. Penguatan Industri Dalam Negeri</h3><p>Mengurangi ketergantungan impor produk jadi di sektor pangan dan energi dengan membangun industri nasional yang kuat. Fokus impor dialihkan ke barang modal yang mendukung sektor pangan dan energi untuk memperkuat industri rumah tangga dan mencapai kemandirian ekonomi nasional.</p>

Penelitian: Kesenjangan Ekonomi Membuat Orang Mengejar Kekayaan dan Status 

Kesenjangan ekonomi di Indonesia sudah sangat akut. Laporan Oxfam tahun 2024 menyebut kekayaan 100 juta rakyat Indonesia termiskin sama dengan kekayaan empat keluarga konglomerat. Perlu agenda demokratisasi ekonomi untuk memutus ketimpangan tersebut.

Harga Emas Hari Ini

Ketimpangan Ekstrem, Pakar Ajukan 10 Agenda Demokratisasi Ekonomi