Kekeringan 13 Tahun Melumpuhkan Suku Maya di Semenanjung Yucatan Meksiko
- Analisis stalagmit di dalam gua Meksiko mengungkap bukti rinci mengenai kekeringan yang menyebabkan runtuhnya peradaban Maya di daerah tersebut 1.000 tahun lalu.

Amirudin Zuhri
Author

JAKARTA, TRENASIA.ID- Sebuah stalagmit jauh di dalam gua di Semenanjung Yucatán, Meksiko, menunjukkan bahwa beberapa kali kekeringan, termasuk satu yang berlangsung selama 13 tahun, mungkin telah berkontribusi terhadap kemunduran peradaban Maya di daerah tersebut.
Dengan mempelajari pembentukan mineral, para peneliti dapat melukiskan gambaran rinci tentang curah hujan berdasarkan musim. Sesuatu yang memungkinkan para ilmuwan untuk membandingkan secara dekat catatan iklim dengan bukti arkeologis ketidakstabilan. Hal itu diungkap dalam sebuah studi yang diterbitkan Rabu 13 Agustus di jurnal Science Advances .
Penyebab—atau beberapa penyebab—kemerosotan peradaban Maya di Semenanjung Yucatán masih belum pasti. Namun banyak ilmuwan berpendapat bahwa kekeringan memainkan peran utama.
Studi sebelumnya menunjukkan bahwa kekeringan yang berlangsung bertahun-tahun terjadi di Meksiko selatan selama abad ke-9 dan ke-10, yang dikenal sebagai periode Klasik Terminal. Populasi Maya di wilayah tersebut menurun selama periode tersebut. Sementara yang lain berkembang pesat di wilayah utara, yang iklimnya lebih kering, demikian laporan studi tersebut.
"Periode dalam sejarah Maya ini telah menjadi daya tarik selama berabad-abad," ujar co penulis studi Daniel H. James yang melakukan penelitian ini saat masih menjadi mahasiswa doktoral di Departemen Ilmu Bumi di Universitas Cambridge.
- Baca juga: Saat Gerhana, Bangsawan Bangsa Maya Mengorbankan Darah untuk Membantu Matahari Yang Sekarat
"Ada banyak teori tentang penyebab keruntuhan tersebut, seperti perubahan rute perdagangan, perang, atau kekeringan parah, berdasarkan bukti arkeologis yang ditinggalkan bangsa Maya. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, kita mulai belajar cukup banyak tentang apa yang terjadi pada bangsa Maya dan penyebabnya, dengan menggabungkan data arkeologis dengan bukti iklim yang terukur."

Untuk lebih memahami pola curah hujan selama Klasik Terminal, James dan rekan-rekannya mempelajari lapisan pertumbuhan tahunan stalagmit dari sebuah gua dekat Tecoh.
Sebuah kota di Yucatán. Seperti lingkaran pohon, lapisan-lapisan ini mencatat informasi tentang berapa banyak air yang diterima stalagmit dari air yang menetes dari langit-langit gua pada tahun tertentu. Variasi komposisi kimia setiap lapisan memberi para ilmuwan informasi tentang curah hujan di musim hujan setiap tahun, yang berlangsung dari Mei hingga Oktober.
"Mengetahui rata-rata curah hujan tahunan tidak memberi informasi sebanyak mengetahui seperti apa masing-masing musim hujan," kata James, yang kini menjadi arkeolog di University College London. "Kemampuan untuk mengisolasi musim hujan memungkinkan kita melacak durasi kekeringan musim hujan secara akurat, yang menentukan keberhasilan atau kegagalan panen."
Delapan Musim Kemarau
Tim menemukan bukti bahwa terdapat delapan musim kemarau yang berlangsung lebih dari tiga tahun antara tahun 871 dan 1021 M. Beberapa di antaranya hanya berselang satu tahun hujan. Menurut para peneliti, periode kemarau yang panjang ini mengancam pertanian Maya dan kemungkinan menyebabkan kelaparan.
Meskipun suku Maya di wilayah tersebut mengelola air di waduk dan tangki air mereka dengan cermat, kekeringan tersebut kemungkinan cukup parah hingga mengguncang ibu kota wilayah tersebut, Uxmal.
Para peneliti dalam studi tersebut menilai Suku Maya berhenti membangun monumen dan menuliskan tanggal di atasnya selama periode kekeringan ini, dan sistem politik di lokasi tersebut runtuh beberapa tahun setelah kekeringan terparah.
Namun, situs-situs lain, seperti Chichén Itzá di dekatnya mampu bertahan dari kekeringan. Meskipun pencantuman tanggal pada monumen-monumen tersebut terhenti selama kekeringan, situs tersebut pulih. Kemungkinan karena mereka bergantung pada jaringan perdagangan yang luas untuk hasil bumi dari Meksiko tengah, catat para peneliti.
Temuan ini membantu membentuk gambaran yang lebih jelas tentang kemunduran Maya di Yucatán selama periode Klasik Terminal. Selain itu akan memungkinkan para ilmuwan untuk membandingkan catatan iklim yang lebih rinci dengan bukti arkeologis perubahan masyarakat.
"Belum mungkin untuk secara langsung membandingkan sejarah masing-masing situs Maya dengan apa yang kita ketahui sebelumnya tentang catatan iklim," ujar James dalam pernyataannya yang dikutip Live Science Kamis 14 Agustus 2025. "Stalagmit memungkinkan kita mengakses detail yang sangat detail yang selama ini kita lewatkan."

Amirudin Zuhri
Editor