Tren Global

Eropa Nekat Sita Aset Rusia untuk Biayai Ukraina, Belgia Ketar-ketir Resikonya

  • Belgia memperingatkan Uni Eropa soal sederet risiko hukum, diplomatik, dan fiskal jika aset Rusia yang dibekukan digunakan untuk mendanai pinjaman €140 miliar bagi Ukraina. Kremlin menyebut langkah itu sebagai “pencurian murni”.
Russia.
Rusia. (state.gov)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Rencana Uni Eropa (UE) untuk memanfaatkan aset Rusia yang dibekukan di luar negeri guna membiayai pinjaman bagi Ukraina menghadapi tantangan besar. Perdana Menteri Belgia, Bart De Wever, memperingatkan bahwa langkah ini dapat memunculkan risiko hukum, diplomatik, dan keuangan yang serius bagi negara-negara Eropa, khususnya Belgia sebagai negara penyimpan sebagian besar aset tersebut.

Pada pertemuan puncak di Kopenhagen, Rabu, 1 Oktober 2025, para pemimpin Uni Eropa menyatakan dukungan luas terhadap ide penggunaan aset Rusia untuk menyediakan pinjaman sekitar €140 miliar bagi Ukraina. Namun, mereka mengakui perlunya pembahasan lanjutan untuk menyelesaikan aspek hukum dan mekanisme tanggung jawab atas dana tersebut.

Belgia menjadi sorotan utama karena sebagian besar aset Rusia yang dibekukan di Barat disimpan di negara tersebut. De Wever menegaskan sebelum menyetujui rencana tersebut, Belgia membutuhkan jaminan kuat dari negara-negara Uni Eropa bahwa mereka akan menanggung risiko bersama jika di kemudian hari aset tersebut harus dikembalikan ke Moskow.

“Tidak ada uang gratis, selalu ada konsekuensinya. Saya meminta para pemimpin Uni Eropa untuk menandatangani pernyataan bahwa jika kami mengambil uang Putin dan menggunakannya, maka kami semua akan bertanggung jawab jika terjadi kesalahan,” ujar De Wafer dalam keterangan resminya, dikutip reuters, Kamis, 2 Oktober 2025.

Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran Belgia bahwa beban hukum dan politik bisa jatuh sepenuhnya ke negaranya jika Rusia melakukan tuntutan hukum atau pembalasan ekonomi.

Aspek Hukum dan Risiko Balasan Rusia

Secara hukum, pemanfaatan aset negara asing yang dibekukan merupakan wilayah abu-abu dalam hukum internasional. Jika Uni Eropa memutuskan untuk menggunakan aset tersebut secara sepihak, mereka berpotensi menghadapi gugatan balik dari Rusia, baik melalui pengadilan internasional maupun langkah diplomatik dan ekonomi.

Kremlin telah mengecam keras rencana tersebut dan menyebutnya sebagai “pencurian murni.” Bila aset digunakan tanpa dasar hukum yang kuat, Rusia dapat menuntut ganti rugi atau mengambil langkah balasan, termasuk pembekuan aset perusahaan Eropa di Rusia atau pemutusan hubungan ekonomi.

Selain risiko hukum, rencana ini juga membawa konsekuensi fiskal besar bagi Uni Eropa. Komisi Eropa mengusulkan penggunaan saldo kas dari sekuritas bank sentral Rusia yang dibekukan untuk mendanai Ukraina pada 2026 dan 2027. Namun, jika Rusia memenangkan gugatan atau jika aset harus dikembalikan, negara-negara Eropa akan menanggung beban finansial besar untuk mengganti dana tersebut.

Presiden Komisi Eropa, Ursula Von Der Leyen, menyatakan bahwa eksekutif UE akan merancang skema yang memastikan kekhawatiran Belgia ditangani.

“Sangat jelas bahwa Belgia tidak bisa menjadi satu-satunya negara anggota yang menanggung risiko. Risiko harus ditanggung bersama,” ungkap Von Der Leyen.

Rencana ini muncul di tengah berakhirnya bantuan militer yang didanai Amerika Serikat dan meningkatnya tekanan fiskal di banyak negara Eropa.

Eropa mencari cara baru untuk mendukung Ukraina tanpa harus membebani anggaran publik secara langsung. Namun, pendekatan ini memicu perdebatan intens tentang legitimasi hukum dan potensi dampak jangka panjang terhadap stabilitas keuangan dan reputasi hukum internasional UE.

Jika Uni Eropa tetap nekat melangkah tanpa kesepakatan hukum yang jelas, mereka tidak hanya berhadapan dengan Moskow, tetapi juga menciptakan preseden berbahaya bagi sistem keuangan global. di mana aset negara asing tidak lagi dianggap aman di luar negeri.