Bitcoin Terpukul Perang Dagang AS–China, Anjlok ke Rp1,84 Miliar
- Harga Bitcoin turun ke Rp1,84 miliar akibat perang dagang AS–China. Analis Tokocrypto menilai kripto masih dalam fase badai, namun pemulihan bisa terjadi jika ketegangan global mereda dan kebijakan The Fed lebih longgar.

Ananda Astri Dianka
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Harga Bitcoin (BTC) kembali tertekan setelah meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China. Berdasarkan data CoinMarketCap pada Kamis (16/10), harga BTC tercatat di level US$111.430 atau sekitar Rp1,84 miliar, turun 0,57% dalam 24 jam terakhir.
Dalam sepekan, Bitcoin berfluktuasi liar di rentang US$107.318 hingga US$123.535, mencerminkan volatilitas tinggi pasca “black friday” yang dipicu isu perang tarif kedua raksasa ekonomi dunia tersebut.
Kapitalisasi pasar Bitcoin kini mencapai sekitar Rp36.629 triliun, sementara volume perdagangan 24 jam terakhir turun 24% menjadi Rp1.136 triliun. Penurunan ini terjadi setelah China menjatuhkan sanksi terhadap suku cadang buatan AS yang digunakan perusahaan pelayaran Korea Selatan, memperburuk tensi dagang antara kedua negara.
Tekanan Global Tekan Pasar Kripto
Ketegangan AS–China turut menyeret kapitalisasi pasar kripto global yang merosot dari US$3,96 triliun menjadi US$3,75 triliun—menghapus lebih dari US$210 miliar hanya dalam sehari. Sementara altcoin utama mulai pulih, harga Bitcoin masih terjebak di zona bearish.
Presiden AS Donald Trump menegaskan bahwa negaranya kini “secara aktif terlibat dalam perang dagang dengan China” setelah sebelumnya mengancam tarif 100% untuk seluruh impor dari Negeri Tirai Bambu tersebut.
Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, menilai ketegangan geopolitik ini membuat investor beralih ke aset yang lebih aman. “Selama hubungan AS–China masih goyah, kripto akan sulit pulih karena aset berisiko seperti ini biasanya hanya menguat saat kondisi global stabil,” ujarnya.
Menurut Fyqieh, pasar kripto saat ini berada dalam fase “badai” yang dipicu faktor eksternal makroekonomi. “Setiap fase bear market kripto punya pemicunya sendiri. Di 2018–2019 ada larangan Bitcoin di China, di 2022 kita menghadapi kenaikan suku bunga The Fed, dan kini di 2025 pemicunya adalah perang dagang AS–China. Fase ini tak bisa dihindari, tapi biasanya selalu diikuti dengan pemulihan,” jelasnya.
Ia menambahkan, volatilitas tinggi yang terjadi belakangan ini lebih mencerminkan kekhawatiran jangka pendek investor terhadap ketidakpastian kebijakan dagang global. “Jika ketegangan tarif berlanjut, pasar kripto akan tetap choppy dengan pergerakan harga yang liar. Namun, jika dalam beberapa minggu ke depan muncul sinyal positif seperti kesepakatan dagang atau penundaan tarif, badai ini bisa mulai mereda,” tambahnya.
Secara teknikal, Bitcoin saat ini berkonsolidasi di kisaran US$110.000–US$116.000 dengan dominasi penjual (bear). Level US$110.000 menjadi support penting, sementara US$116.000 berfungsi sebagai resistensi utama. Jika BTC menembus batas atas tersebut, peluang untuk menguji level US$120.000 kembali terbuka.
Strategi Bertahan di Tengah Ketidakpastian
Fyqieh menyarankan investor untuk menerapkan strategi defensif di tengah gejolak pasar. “Fokus utama sekarang adalah menjaga modal. Investor bisa menempatkan dana di aset yang lebih stabil seperti stablecoin (USDT, USDC) atau emas digital seperti PAX Gold (PAXG) yang memiliki korelasi rendah terhadap volatilitas kripto,” katanya.
Menurutnya, PAXG yang nilainya didukung 1:1 oleh emas fisik hanya turun 0,23% saat pasar kripto anjlok belasan persen. Apalagi, harga emas dunia kini menembus rekor tertinggi di atas Rp2,4 juta pada Kamis (16/10) seiring meningkatnya prospek pemangkasan suku bunga The Fed dan naiknya minat terhadap aset safe haven seperti perak yang juga mencetak rekor baru.
Kenaikan harga emas global sekitar 50–55% sepanjang 2025 turut memicu lonjakan minat terhadap tokenisasi emas sebagai bentuk real world asset (RWA). Investor kini memandang emas digital sebagai cara baru memiliki dan memperdagangkan emas secara efisien tanpa batas geografis. “Kinerja ini menunjukkan peran PAXG sebagai safe haven yang efektif di tengah badai kripto,” ujar Fyqieh.
Bagi investor yang tetap ingin bertahan di pasar kripto, Fyqieh menilai aset berkapitalisasi besar seperti Ethereum (ETH), BNB, dan Solana (SOL) masih menjadi pilihan paling rasional. “Ketiganya memiliki fundamental kuat dan ekosistem mapan, sehingga lebih cepat pulih saat pasar berbalik arah dibanding altcoin kecil yang volatilitasnya ekstrem,” ujarnya.
Pasar kini menanti rilis data Indeks Harga Konsumen (CPI) AS pada 24 Oktober mendatang yang akan menjadi indikator penting arah kebijakan suku bunga The Fed. Jika inflasi terkendali dan ketegangan dagang mereda, peluang rebound pasar kripto bisa terbuka di akhir 2025 hingga awal 2026.
“Pemulihan kripto akan dimulai ketika ketidakpastian global berkurang. Untuk saat ini, investor harus sabar menunggu badai berlalu sambil tetap disiplin menjaga posisi,” pungkas Fyqieh.
Judul:
Badai Global Tekan Bitcoin ke Rp1,84 Miliar, Analis: Pasar Kripto Masih dalam Fase Badai
Meta Deskripsi:
Harga Bitcoin turun ke Rp1,84 miliar akibat perang dagang AS–China. Analis Tokocrypto menilai kripto masih dalam fase badai, namun pemulihan bisa terjadi jika ketegangan global mereda dan kebijakan The Fed lebih longgar.

Ananda Astri Dianka
Editor
