Perbankan

Mengulik Komitmen Keberlanjutan Bank Mandiri di Bawah Kepemimpinan Alexandra Askandar

  • Alexandra Askandar, yang menjabat sebagai Wakil Direktur Utama dan bertanggung jawab atas penerapan Environmental, Social, and Governance (ESG) di Bank Mandiri, menegaskan bahwa bank ini tidak hanya berfokus pada pertumbuhan finansial tetapi juga berkontribusi positif bagi lingkungan dan masyarakat.
<p>Wakil Direktur PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Alexandra Askandar / Perseroan</p>

Wakil Direktur PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Alexandra Askandar / Perseroan

(Istimewa)

JAKARTA - PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) terus menegaskan dedikasinya dalam memimpin inisiatif keberlanjutan, memperkuat kesadaran dan tindakan ramah lingkungan, serta mempromosikan keberagaman, kesetaraan, dan inklusi. 

Alexandra Askandar, yang menjabat sebagai Wakil Direktur Utama dan bertanggung jawab atas penerapan Environmental, Social, and Governance (ESG) di Bank Mandiri, menegaskan bahwa bank ini tidak hanya berfokus pada pertumbuhan finansial tetapi juga berkontribusi positif bagi lingkungan dan masyarakat.

Komitmen Bank Mandiri pada Keberlanjutan dan ESG

Sebagai pemimpin pasar hijau dengan pangsa lebih dari 30% di Indonesia, Bank Mandiri telah menyalurkan Sustainable Financing sebesar Rp264 triliun hingga Maret 2024. Dari jumlah tersebut, pembiayaan hijau mencapai Rp130 triliun, meningkat 19% dibandingkan tahun sebelumnya, yang didominasi oleh sektor energi terbarukan, pengelolaan sumber daya alam hayati, penggunaan lahan berkelanjutan, dan pembangunan gedung ramah lingkungan. 

Dengan visi "Menjadi Juara Keberlanjutan Indonesia untuk Masa Depan yang Lebih Baik," strategi ESG Bank Mandiri terdiri dari tiga pilar: Sustainable Banking, Sustainable Operation, dan Sustainability beyond Banking, dengan delapan inisiatif utama dalam kerangka keberlanjutan mereka.

Pendirian Unit ESG untuk Pengawasan Keberlanjutan

Pada tahun 2022, Bank Mandiri mendirikan unit ESG di bawah pengawasan Alexandra yang berfungsi sebagai menara pengawas untuk memastikan implementasi aspek ESG ke dalam bisnis dan operasional. 

Tujuan utama perusahaan adalah memastikan inisiatif ESG dapat diimplementasikan juga untuk nasabah sambil menyeimbangkan risiko dan peluang secara efektif. 

Dalam melibatkan nasabah, Bank Mandiri telah mengembangkan ESG Desk dalam unit Corporate Banking dengan dua fungsi utama, yaitu Client Center yang menawarkan solusi keuangan berkelanjutan yang inovatif, termasuk Green/Social Loan, Sustainability Linked Loan (SLL), Corporate-in-Transition Financing, dan ESG Advisory, serta Incubator for Expertise guna membangun keahlian, dengan membentuk fondasi yang kuat terutama bagi para Relationship Manager untuk berinteraksi secara efektif dengan klien.

Inisiatif Bank Mandiri dalam Pembiayaan Hijau

Bersama dengan ESG Desk, Bank Mandiri telah banyak menyelenggarakan Forum Group Discussion (FGD), workshop, dan seminar untuk klien seperti PLN Group, Pertamina Group, Semen Indonesia Group, Sinarmas Group, dan klien korporat besar lainnya. 

Bank Mandiri juga mengadakan banyak pelatihan dan workshop secara internal, yang bertujuan agar semua Relationship Manager dapat secara aktif mengimplementasikan isu ESG dalam diskusi harian mereka dengan klien, berbeda dengan tiga tahun yang lalu di mana fokus diskusi masih pada aspek bisnis seperti sumber pembayaran dan struktur kredit.

Tantangan dalam Mewujudkan Ekonomi Rendah Karbon

Namun, terdapat berbagai tantangan yang dihadapi perusahaan dalam mendukung target Indonesia menuju ekonomi rendah karbon, khususnya dalam mempromosikan investasi iklim. 

Tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah menyeimbangkan antara peluang dan kepatuhan regulasi dalam pembiayaan iklim, di mana investasi iklim seringkali dianggap mahal meskipun manfaat jangka panjangnya nyata. 

Tidak semua pemangku kepentingan menganggap hal tersebut sebagai prioritas, karena kepentingan bisnis tetap menjadi perhatian utama bagi pelaku industri dan juga bank komersial. Akibatnya, saat ini inisiatif iklim di Indonesia sebagian besar masih bersifat sukarela.

Baca Juga: Pengguna Livin’ by Mandiri Capai 25,4 Juta, Nilai Transaksi Sentuh Rp1.552 Triliun

Kebijakan dan Insentif untuk Mendorong Pembiayaan Iklim

Alexandra menambahkan, salah satu dukungan yang dibutuhkan adalah kebijakan kuat yang dapat menjadi pemicu utama untuk mendorong pembiayaan iklim. 

Ia menyebutkan pentingnya untuk membuat hal ini lebih menarik bagi semua pihak melalui mekanisme insentif dan pengurangan biaya untuk mendorong semua pihak bergerak menuju praktik bisnis yang lebih hijau, seperti insentif proyek hijau atau pajak karbon. 

“Sebagai salah satu penggerak utama, kami telah melihat bahwa mekanisme pajak karbon dapat menjadi dukungan untuk meningkatkan permintaan pembiayaan hijau. Mekanisme ini memberikan konsekuensi finansial tertentu bagi bisnis yang menghasilkan emisi tinggi dan insentif bagi bisnis yang beralih menuju praktik berkelanjutan. Sinergi antara penetapan pajak karbon dan pembiayaan hijau memainkan peran penting untuk mempercepat transisi global menuju ekonomi rendah karbon,” ujar Alexandra melalui pernyataan tertulis yang diterima TrenAsia, Jumat, 19 Juli 2024.

Alexander mengatkan, negara-negara di Asia Tenggara, seperti Singapura, yang memperkenalkan pajak karbon pada tahun 2019 dan memiliki berbagai kebijakan serta insentif terkait Green Investment. 

Mereka telah menunjukkan pertumbuhan yang sangat baik, dengan memiliki porsi investasi hijau yang relatif besar di Asia Tenggara atau lebih dari 20% total investasi hijau di antara tahun 2020 sampai dengan 2023. 

Di Indonesia, Alexander sangat optimistis dan perkembangannya juga baik. Meskipun kebijakan pajak karbon masih dalam tahap pengembangan, regulator telah melakukan uji coba Sistem Perdagangan Emisi (ETS) di Sektor Energi dan memulai perdagangan karbon di bursa karbon pada tahun 2023. 

“Sekali lagi, menyeimbangkan antara peluang dan kepatuhan regulasi adalah hal yang krusial. Kami percaya bahwa beralih dari partisipasi sukarela menjadi wajib dapat meningkatkan dampak kolektif kami dan memperkuat upaya keberlanjutan kami,” pungkas Alexandra.

Pentingnya Kesadaran dan Tindakan Ramah Lingkungan di Segmen Ritel

Di sisi lain, Alexandra juga melihat pentingnya peningkatan kesadaran dan promosi tindakan ramah lingkungan di segmen ritel, terutama di kalangan individu, memerlukan pendekatan yang komprehensif dan edukatif. 

Menurut Alexander, potensi besar terlihat terutama dari generasi Z dan Alpha, yang semakin sadar akan pentingnya keberlanjutan, bahkan beberapa sekolah sudah memiliki kurikulum tentang aspek ini. 

“Oleh karena itu, agar tetap relevan dalam jangka panjang, industri perbankan perlu meng-upgrade produk keuangan berkelanjutan, jika tidak, kita bisa ditinggalkan. Sebagai individu, ini juga menginspirasi saya untuk berproses dalam upaya sekecil apa pun, dimulai dari aktivitas di rumah, seperti memilah sampah, menggunakan produk ramah lingkungan, dan peralatan elektronik hemat energi. Tindakan kolektif yang kecil ini bisa menjadi besar bila dilakukan oleh banyak individu,” katanya.

Pemberdayaan Perempuan melalui Program Kesetaraan Gender

Alexandra juga menyoroti pentingnya pemberdayaan wanita di Bank Mandiri melalui berbagai program dan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender dan inklusi. 

Bank Mandiri mempromosikan kesetaraan gender dan memberikan hak yang sama kepada semua pegawai, dengan mendorong inklusivitas melalui program seperti Mandiri Women Leader, program mentoring dalam rangka pengembangan karir, serta fasilitas ruang laktasi dan daycare. 

Alexandra percaya bahwa pemberdayaan perempuan bukan hanya tentang memberikan kesempatan, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan yang mendukung dari mulai infrastruktur dan fasilitas. 

Menurutnya, perempuan memiliki tanggung jawab besar baik di kantor maupun di rumah, oleh karena itu, penting bagi untuk memastikan mereka merasa dihargai dan didengarkan.

Upaya Kolaboratif untuk Mencapai Keberlanjutan

Dalam upaya menciptakan lingkungan bisnis yang lebih berkelanjutan dan masa depan yang lebih baik, Alexandra menutup dengan menyatakan, "Saya melihat pentingnya upaya kolaboratif di antara semua pihak untuk mengembangkan serangkaian kebijakan inisiatif iklim yang komprehensif. Kebijakan ini harus didefinisikan dengan jelas dan diharmonisasikan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan yang sama, mendorong pertumbuhan pembiayaan iklim, dan menghasilkan dampak signifikan."