Kredit Macet di BPR Mengkhawatirkan, Masih Terdampak Pandemi?
- Lebih lanjut, Dian menjelaskan bahwa meningkatnya NPL pada industri BPR tidak lepas dari dampak lanjutan pandemi COVID-19. Efek scarring tersebut memengaruhi daya bayar nasabah, khususnya perorangan dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi sasaran utama layanan BPR.

Idham Nur Indrajaya
Author


JAKARTA - Kinerja industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) menunjukkan perkembangan positif hingga Maret 2025. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan pada sisi aset, kredit, serta dana pihak ketiga (DPK). Meski demikian, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) di sektor BPR masih mengalami peningkatan dan berada di atas ambang batas (threshold) yang ditetapkan regulator.
Hingga saat ini, belum ada data terbaru mengenai rasio kredit macet BPR kuartal I-2025. Namun, hingga akhir kuartal III-2024, NPL BPR tercatat di level 11,73%.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa fungsi intermediasi dan likuiditas BPR-BPRS sejauh ini tetap terjaga. Selain itu, rasio permodalan BPR juga masih berada di atas batas minimum yang diwajibkan.
- Tiga Perang Utama India-Pakistan
- Jet Rafale India Ditembak Pakistan, Saham Dassault Turun
- Berapa Biaya Konklaf di Vatikan?
"Kinerja industri BPR maupun BPRS per Maret 2025 tumbuh positif, didukung oleh peningkatan aset, kredit, dan DPK. Namun, kami mencermati bahwa NPL masih menjadi tantangan, terutama disebabkan oleh efek scarring dari pandemi," ujar Dian dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, Jumat, 9 Mei 2025.
Pandemi Masih Membayangi Kualitas Kredit
Lebih lanjut, Dian menjelaskan bahwa meningkatnya NPL pada industri BPR tidak lepas dari dampak lanjutan pandemi COVID-19. Efek scarring tersebut memengaruhi daya bayar nasabah, khususnya perorangan dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi sasaran utama layanan BPR.
“Scarring effect dari pandemi masih terasa, terutama bagi nasabah individu dan UMKM di daerah-daerah, yang menjadi basis utama penyaluran kredit BPR,” ungkapnya.
Kondisi ini mendorong OJK untuk melakukan berbagai langkah antisipatif dan perbaikan struktural agar risiko kredit dapat ditekan dan industri BPR tetap tumbuh sehat serta berkelanjutan.
Penguatan Tata Kelola dan Manajemen Risiko
Sebagai respons terhadap tantangan yang dihadapi industri BPR, OJK telah mengambil sejumlah langkah strategis. Salah satu upaya utama adalah memperkuat manajemen risiko dan tata kelola lembaga, sesuai dengan amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
OJK telah menerbitkan POJK Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola bagi BPR dan BPRS, yang diperkuat dengan Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 12/SEOJK.03/2024. Peraturan ini bertujuan mendorong profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan BPR.
Selain itu, OJK juga mengeluarkan SEOJK Nomor 21/SEOJK.03/2024 yang mendorong penerapan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Privat (SAKEP). Melalui kebijakan ini, BPR diminta membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) sebagai langkah kehati-hatian menghadapi potensi kerugian dari penurunan nilai aset keuangan, khususnya kredit.
"Kami mengharapkan BPR membentuk CKPN sebagai bentuk antisipasi dan perlindungan terhadap risiko kredit, agar kerugian tidak menggerus permodalan secara signifikan," ujar Dian.
Baca Juga: Perkuat Pembiayaan, 360Kredi Jalin Kerja Sama Channeling dengan Neo Commerce
Konsolidasi dan Penurunan Jumlah BPR Masih Akan Berlanjut
Terkait prospek jumlah BPR di tahun 2025, OJK memprediksi bahwa tren penurunan jumlah BPR masih akan terus berlanjut. Hal ini merupakan konsekuensi dari strategi konsolidasi dan efisiensi yang tengah didorong regulator.
Menurut Dian, pengurangan jumlah BPR bisa terjadi melalui beberapa skenario, mulai dari penggabungan atau peleburan usaha BPR yang berada dalam satu kelompok pemilik, hingga pencabutan izin usaha baik secara sukarela (self-liquidation) maupun karena masuk dalam status bank dalam resolusi.
“OJK terus mendorong konsolidasi industri BPR, terutama yang berada dalam satu kepemilikan, untuk memperkuat daya saing dan efisiensi usaha. Jumlah BPR kemungkinan masih akan berkurang tahun ini, seperti yang terjadi di tahun lalu,” pungkasnya.
- Semua yang Perlu Diketahui Tentang Met Gala 2025, dari Tema hingga Dresscode
- IndoXXI, LK21 dan Juraganfilm Ilegal, Ini 7 Situs Nonton Film yang Aman dan Lengkap
- Konser DAY6 di Jakarta Kacau, Ini 10 Kontroversi Promotor Mecima
Kesimpulan: Reformasi Berlanjut demi BPR yang Lebih Kuat
Meskipun kinerja industri BPR secara agregat mengalami perbaikan di sisi kredit dan penghimpunan dana, tantangan besar masih menghantui dalam bentuk meningkatnya rasio kredit bermasalah. OJK merespons kondisi ini dengan serangkaian kebijakan penguatan tata kelola, manajemen risiko, serta konsolidasi kelembagaan.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan BPR dan BPRS mampu menghadapi tantangan ke depan dengan lebih tangguh dan adaptif, sembari terus menjalankan fungsinya sebagai pendukung utama pembiayaan sektor UMKM dan masyarakat daerah.

Amirudin Zuhri
Editor
