Perbankan

Apakah Kredit Macet Akan Melonjak di Tengah Tekanan Inflasi? Begini Proyeksi OJK

  • Seiring dengan pertumbuhan kredit yang positif, tingkat kredit bermasalah masih berada dalam batas aman. Pada Januari 2025, rasio NPL gross tercatat sebesar 2,18%, sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya (2,08%), tetapi lebih rendah dari posisi Januari 2024 yang sebesar 2,35%. Sementara itu, NPL net berada di level 0,79%.
Ilustrasi kredit
Ilustrasi kredit perbankan. (Freepik)

JAKARTA - Di tengah tekanan inflasi dan potensi pelemahan daya beli, sektor perbankan Indonesia masih menunjukkan ketahanan yang cukup baik. 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa pertumbuhan kredit konsumtif tetap kuat, sementara rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) masih dalam batas terkendali. Namun, dengan kondisi ekonomi yang dinamis, proyeksi terhadap NPL menjadi salah satu perhatian utama.

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, kinerja intermediasi perbankan terus menunjukkan pertumbuhan yang positif dengan angka mencapai 10,27% secara tahunan pada Januari 2025. 

Kredit konsumtif mencatat pertumbuhan sebesar 10,37%, lebih tinggi dibandingkan dengan Kredit Modal Kerja yang tumbuh 8,40%. Bank-bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan ini dengan peningkatan kredit sebesar 10,98%.

Meskipun ada tekanan inflasi, adopsi layanan keuangan seperti Buy Now Pay Later (BNPL) turut mendorong pertumbuhan kredit konsumtif. OJK mencatat bahwa baki debet kredit BNPL tumbuh 46,45% secara tahunan, mencapai Rp22,57 triliun dengan jumlah rekening mencapai 24,44 juta.

Tren NPL dan Loan at Risk Masih Terkendali

Seiring dengan pertumbuhan kredit yang positif, tingkat kredit bermasalah masih berada dalam batas aman. Pada Januari 2025, rasio NPL gross tercatat sebesar 2,18%, sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya (2,08%), tetapi lebih rendah dari posisi Januari 2024 yang sebesar 2,35%. Sementara itu, NPL net berada di level 0,79%.

Loan at Risk (LaR) juga mengalami tren penurunan, dari 11,6% pada Januari 2024 menjadi 9,72% pada Januari 2025. Angka ini bahkan lebih baik dibandingkan periode sebelum pandemi pada Desember 2019 yang berada di level 9,93%.

Meskipun rasio kredit bermasalah masih terjaga, tren kenaikan NPL dibandingkan bulan sebelumnya menjadi sinyal bagi perbankan untuk lebih waspada terhadap risiko kredit di tengah ketidakpastian ekonomi.

Strategi Mitigasi Risiko oleh Perbankan

Untuk mengantisipasi potensi lonjakan NPL, OJK menegaskan bahwa bank harus tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit. Analisis kelayakan debitur menjadi faktor utama dalam memastikan stabilitas sistem keuangan.

“Yang penting bukan apakah bank harus konservatif atau tidak, tetapi apakah mereka menjalankan prinsip kehati-hatian atau tidak,” ujar Dian dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK yang diselenggarakan secara virtual, Selasa, 4 Maret 2025. 

Dalam praktiknya, bank diwajibkan untuk melakukan analisis menyeluruh terhadap kemampuan membayar calon debitur dan stabilitas keuangan mereka. Selain itu, tingkat profitabilitas perbankan yang masih cukup baik, dengan Return on Assets (ROA) sebesar 2,34%, menunjukkan bahwa industri perbankan masih memiliki ketahanan dalam menghadapi tekanan ekonomi.

Dukungan Pemerintah dalam Menguatkan Daya Beli

Selain langkah mitigasi dari perbankan, pemerintah juga mengambil inisiatif untuk menjaga daya beli masyarakat. Beberapa program yang dirancang untuk mendukung perekonomian nasional pada 2025 meliputi:

  • Inisiatif pajak penghasilan bagi pekerja industri padat karya
  • Diskon pembelian listrik untuk penduduk kelas menengah

Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan daya beli masyarakat tetap stabil, sehingga pertumbuhan kredit perbankan, termasuk kredit konsumtif, dapat lebih baik dibandingkan periode sebelumnya.