Tax Ratio Tak Kunjung Meningkat, Penerimaan Pajak Sulit Terkerek Optimal
Pemerintah belum bisa mengatasi masalah rendahnya tax ratio. Masalah yang telah mengakar itu membuat penerimaan pemerintah melalui perpajakan tidak dapat terdongkrak optimal.

Muhamad Arfan Septiawan
Author


Ilustrasi kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI, di kawasan Gatot Subroto, Jakarta. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
(Istimewa)JAKARTA – Pemerintah belum bisa mengatasi masalah rendahnya tax ratio. Masalah yang telah mengakar itu membuat penerimaan pemerintah melalui perpajakan tidak dapat terdongkrak optimal.
Program Direktur Institute For Development of Economic and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan mandek nya tax ratio menjadikan penerimaan negara tertahan selama beberapa tahun terakhir. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode 2015-2019 hanya mampu mencapai 5% year on year (yoy).
Esther menilai kemampuan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) semakin menurun. Adapun tax ratio Indonesia tercatat merosot dari 9,76% pada 2019 menjadi 8,33% pada 2020.
Tambah Basis Pajak
Itu artinya, porsi pajak yang dikumpulkan negara hanya 8,33% dari total aktivitas perekonomian yang berputar di Indonesia. Tax ratio yang merosot itu berbanding lurus dengan penerimaan pajak yang mengalami shortfall sebesar Rp128,8 triliun pada 2020.
“Performa pajak dari 1990-2019 memang tax ratio nya semakin turun sehingga tidak heran DJP melakukan ekspansi pajak baru pada tahun ini. Akibatnya, ruang fiskalnya terbatas,” kata Esther dalam Kajian Tengah Tahun Indef, Rabu, 7 Juli 2021.
Bank Dunia memproyeksikan tax ratio di Indonesia baru bisa menyentuh 10% pada 2024. Tax ratio itu tergolong rendah dibandingkan negara-negara tetangga.
Thailand dan Filipina diketahui miliki tax ratio tertinggi di Asia Tenggara, yakni 17%-17,5% dan 17%-18% pada 2018-2020. Pada periode yang sama Singapura tercatat memiliki tax ratio di angka 13%-14% dan Malaysia 12%-15%.
Dalam dokumen Country Partnership Framework (CPF) 2021-2025, Bank Dunia mensinyalir basis pajak yang sempit menjadi penyebab utama dari rendahnya tax ratio di Indonesia.
Bank Dunia pun merekomendasikan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk melebarkan basis pajak dari pelaku usaha. Hal ini bisa ditempuh dari penurunan ambang batas atau threshold Pengusaha Kena Pajak (PKP) dari Rp4,8 miliar menjadi Rp600 juta.
Jika menuruti rekomendasi Bank Dunia, kategori usaha kecil dengan omset Rp300 juta-Rp2,5 miliar dan Usaha Menengah Rp2,5 miliar-Rp50 miliar bisa masuk dalam pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Badan.
Evaluasi Insentif
Menurut Esther, performa perpajakan yang belum optimal berpotensi membuat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sulit kembali ke batas 3% pada 2023. Apalagi, adanya lonjakan kasus COVID-19 membuat pemerintah harus merogoh kocek lebih dalam untuk membiayai penanganan kesehatannya.
Dalam mencegah penerimaan pajak yang semakin rendah pada tahun ini, Esther mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi insentif perpajakan. Menurutnya, perlu dilihat apakah ada insentif pajak yang justru hanya membebani APBN namun tidak efektif menstimulasi perekonomian.
Salah satu insentif perpajakan yang dinilai Esther menimbulkan efek negatif adalah diskon 0% Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan bermotor. Menurutnya, intervensi perpajakan itu menghasilkan kredit macet yang semakin memperburuk kondisi sektor keuangan Indonesia.
“Sementara dampak PPnBM 0% maksudnya baik, 56% postur ekonomi ditopang konsumsi rumah tangga, di mana insentif ini dimaksudkan untuk mendorong konsumsi. Volume produksi dan penjualan meningkat, namun, tingkat kredit macetnya meningkat juga,” kata Esther.
Kemenkeu melaporkan target penerimaan pajak pada 2021 mencapai Rp1229,6 triliun. Target itu kemudian naik menjadi Rp1.499,3 – Rp1.528,7 triliun pada 2022.
Melihat target pajak yang semakin melambung tinggi, Esther menyatakan sulit bagi pemerintah mencapainya bila tax ratio tidak kunjung terkerek maksimal. Esther berharap Revisi Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) bisa memperkuat penindakan perpajakan di Indonesia. (RCS)
