Pemerintah akan Percepat Proyek Strategis Nasional Tanpa Utang
JAKARTA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir mengatakan, pemerintah akan mempercepat pembangunan infrastruktur Proyek Strategis Nasional (PSN), meski masih dalam situasi pandemi COVID-19. Proyek juga akan didukung melalui modal tanpa mengandalkan utang. “Kami ingin proyek-proyek nasional berkesinambungan terus dibangun. Terlepas pandemi, tapi tidak dengan utang, tetapi didukung dengan modal. Nah, ini kita berharap pengembangan […]

Reky Arfal
Author


Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
(Istimewa)JAKARTA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir mengatakan, pemerintah akan mempercepat pembangunan infrastruktur Proyek Strategis Nasional (PSN), meski masih dalam situasi pandemi COVID-19. Proyek juga akan didukung melalui modal tanpa mengandalkan utang.
“Kami ingin proyek-proyek nasional berkesinambungan terus dibangun. Terlepas pandemi, tapi tidak dengan utang, tetapi didukung dengan modal. Nah, ini kita berharap pengembangan infrastruktur di Indonesia tetap berjalan dengan bantuan modal,” ujar Erick dalam Economic Outlook dikutip Jumat 26 Februari 2021.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Pemerataan pembangunan infrastruktur menjadi dasar pemerintah membentuk Indonesia Investment Authority (INA) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI) untuk mengatasi pembiayaan yang besar.
“Nantinya, dalam pembangunan proyek nasional, INA akan bekerja sama dengan investor asing,” terangnya.
Program prioritas di INA ada 3, yakni infrastruktur, jalan tol, bandara dan pelabuhan. Tinggal bagaimana optimalisasi market dan kesinambungan aset di BUMN dapat bekerja.
Erick optimistis masih banyak investor di luar negeri yang percaya terhadap prospek perekonomian Indonesia ke depan, dan akan menanamkan modalnya ke Indonesia. Hal ini juga untuk melakukan optimalisasi market dan kesinambungan aset di BUMN.
Direktur LPPI sekaligus Ekonom Senior Mirza Adityaswara mengatakan, Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia berbeda dengan negara lain, yakni mengundang modal dari luar negeri untuk membiayai pembangunan pemerintah maupun pembangunan swasta.
Berbeda dengan SWF negara lain yang memiliki surplus pada kinerja ekspor impor dan lalu lintas modal terkait neraca pembayarannya seperti Tiongkok, Singapura, Taiwan, dan Norwegia.
“Indonesia kenapa perlu SWF? Sebab dana dalam negeri kurang, kita lihat perbankan di Indonesia itu dananya hanya sekitar 35% dari ekonomi dunia. Dana sebesar 35% dari PDB tersebut membuat kredit tidak bisa lebih besar dari dana yang dihimpun,” katanya
Ia menambahkan, dana yang dapat dimanfaatkan untuk modal pembangunan melalui asuransi, dana pensiun, dan reksadana, tidak akan cukup karena hanya memiliki porsi 55% terhadap PDB, sementara perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan PDB mencapai Rp17.000 triliun.
“Jadi Indonesia perlu dana dari luar negeri dan itu tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang harus dihindari. Sebab jika ingin pembangunan negara berlanjut, maka Indonesia butuh dana dari luar negeri yang masuk dalam berbagai aset keuangan seperti surat utang negara, surat berharga negara yang digunakan untuk mendanai APBN,” tuturnya.
Untuk pembangunan, kata Mirza, diperlukan dana yang bertahan lama di dalam negeri dalam kurun waktu 3 hingga 10 tahun. Melalui SWF, ia yakin bisa mendanai aset yang ada di Indonesia dan stay dalam waktu yang lama, serta mengembangkan aset melalui pembangunan infrastruktur.
Maka dari itu perlu instrumen yang lebih stabil, dana asing bisa masuk ke SBN, global bond bisa ke saham, tapi juga dicari instrumen dana asing masuk lebih stabil, tidak volatile, tidak gampang masuk dan keluar terlalu mudah.
“Instrumen-instrumen tersebut bisa merupakan private equity, venture capital jadi masuk ke perusahaan yang belum go public, biasanya, ini bisa bertahan hingga 3,5 bahkan 7 tahun,” terangnya.
