Media Asing Soroti Program Dedi Mulyadi
- Media tersebut menyorot bagaimana para pemimpin daerah Indonesia yang berjumlah 961 orang memiliki kebebasan untuk membuat program mereka sendiri. CNA menyebut, inisiatif seperti kamp pelatihan militer untuk anak-anak bermasalah menimbulkan pertanyaan apakah perlu adanya koordinasi lebih lanjut dengan pemerintah pusat.

Distika Safara Setianda
Author


JAKARTA – Media asing Channel News Asia (CNA), soroti pemerintah daerah Indonesia, terutama Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi dalam artikel berjudul “Innovative or ‘dangerous’? Indonesia’s local leaders raise eyebrows with vasectomy-for-aid and other schemes.”
Media tersebut menyorot bagaimana para pemimpin daerah Indonesia yang berjumlah 961 orang memiliki kebebasan untuk membuat program mereka sendiri. CNA menyebut, inisiatif seperti kamp pelatihan militer untuk anak-anak bermasalah menimbulkan pertanyaan apakah perlu adanya koordinasi lebih lanjut dengan pemerintah pusat.
CNA menulis, dengan mengenakan seragam dan topi hijau yang mirip dengan milik tentara Indonesia, puluhan remaja laki-laki berbaris rapi di tengah lapangan di Purwakarta, Jawa Barat, sambil meneriakkan: “Siap, siap, siap! Keren! Tetap semangat!”
- Pendidikan Siber Perlu Didorong untuk Tangkal Bahaya Dunia Digital
- 10 Aktor Terkaya di Dunia, Ada Tom Cruise hingga Jackie Chan
- Kopdes Merah Putih Segera Berdiri, Ini Sejarah Panjang Koperasi
“Sekilas, mereka tampak seperti tentara yang sedang menjalani pelatihan. Namun sebenarnya, mereka adalah siswa SMP di Indonesia yang dianggap bermasalah dan sedang mengikuti program pelatihan disiplin selama 14 hari,” tulis media itu.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang menggagas program tersebut, meyakini bahwa pihak militer mampu mendisiplinkan para siswa tersebut. Ia telah mengalokasikan dana sebesar Rp6 miliar dan menargetkan hingga 2.000 siswa dapat mengikuti program ini.
Program ini, yang memanfaatkan pos militer daerah serta melibatkan TNI dan Polri, mendapat kritik dari sejumlah anggota parlemen dan kelompok hak asasi manusia. Mereka mempertanyakan apakah metode seperti ini tepat untuk mendidik anak-anak.
“Namun, Dedi menanggapi kritik tersebut dengan santai,” tulis CNA.
“Jika Anda seorang pemimpin, Anda harus sekuat batu karang,” ujarnya kepada wartawan pada 3 Mei saat dimintai tanggapan soal kontroversi program tersebut.
“Kalau punya pemikiran dan ide, jangan pernah menyerah,” kutip CNA merujuk pernyataan Dedi.
Adapun, selain program pelatihan untuk remaja yang diduga bermasalah, Dedi juga menarik perhatian publik dengan mengusulkan agar suami yang ingin menerima bantuan sosial menjalani vasektomi untuk memastikan mereka tidak memiliki anak lagi dan memperburuk kemiskinan.
Dengan populasi sekitar 50 juta, Jawa Barat adalah provinsi terpadat di Indonesia, dan sekitar 7,5% penduduknya hidup dalam kemiskinan.
Ia menawarkan insentif uang tunai sebesar Rp500.000 bagi mereka yang setuju menjalani vasektomi dan mengatakan, ini bukan pemaksaan, tetapi ajakan untuk berbagi tanggung jawab.
Rencana ini mendapat reaksi beragam dari masyarakat, tokoh agama, serta para menteri. Beberapa menganggapnya diskriminatif, sementara yang lain mengatakan itu merupakan pelanggaran terhadap otonomi seseorang.
CNA menyebut, Dedi bukan satu-satunya kepala daerah di Indonesia yang program barunya menuai keraguan.
Sejumlah pemimpin daerah lainnya juga memicu perdebatan sejak Indonesia menggelar pemilihan untuk 961 gubernur, bupati, dan wali kota pada 27 November tahun lalu, dan melantik mereka pada 20 Februari.
Meski para pemimpin daerah memiliki kewenangan untuk membuat program sendiri, para analis menilai beberapa inisiatif baru ini memunculkan pertanyaan mengenai perlunya koordinasi yang lebih erat dengan pemerintah pusat. Hal ini penting agar program-program tersebut sejalan dengan target Presiden Indonesia Prabowo Subianto.
Gubernur Jakarta Pramono Anung mewajibkan pegawai negeri sipil (PNS) untuk menggunakan transportasi umum pada hari Rabu sejak 30 April dan mengambil selfie sebagai bukti. Program ini bertujuan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas dan polusi udara yang terkenal di ibu kota.
“Namun sejauh ini, belum ada sanksi terhadap 50.000 pegawai negeri yang tidak mematuhi aturan tersebut,” tulis CNA.
Pramono juga berencana untuk menjadikan salah satu pulau di Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta, sebagai tempat khusus untuk kucing, guna mengatasi masalah kucing liar yang semakin berkembang di ibu kota.
Menurut pemerintah Jakarta, kota ini memiliki sekitar 860.000 kucing liar, bahkan mungkin mencapai 1,5 juta. Sementara itu, jumlah penduduk Jakarta sekitar 11 juta orang. Pemerintah mengatakan salah satu pulau di Kepulauan Seribu akan diubah menjadi destinasi wisata, yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga setempat.
“Jika kita bisa mewujudkannya, ini juga bisa menjadi sumber pendapatan untuk Kepulauan Seribu, agar orang datang dan menikmati wisata kucing,” ujar Pramono.
Di Sulawesi, Bupati Gorontalo Sofyan Puhi, pada bulan April melarang waria untuk bernyanyi di atas panggung selama acara, yang memicu protes dari beberapa kelompok transgender.
- Logam Mulia Diburu, Ini Lokasi Tambang Emas dan Nikel Milik Antam di Indonesia
- Harga Sembako di Jakarta Hari Ini: Bawang Merah Naik, Gula Pasir Turun
- Kenapa OJK Masih Pede Kredit Akan Positif di Tengah Ketidakpastian?
Pemerintah Gorontalo menyatakan kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap keluhan masyarakat yang menganggap penampilan waria melanggar norma sosial Indonesia.
CNA juga melibatkan analis lokal. Dikatakan program-program tersebut dapat berdampak signifikan mempengaruhi popularitas para pemimpin daerah.

Chrisna Chanis Cara
Editor
