Nasional

Luhut Sebut 2 Juta Kasus COVID-19 Belum Terlaporkan, Apa Maksudnya?

  • JAKARTA – Pernyataan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut ada hampir 2 juta data COVID-19 yang belum terlaporkan banyak menimbulkan pertanyaan. Penyataan ini juga sempat diiringi dengan isu bahwa pemerintah menutupi jumlah kasus COVID-19 yang sebenarnya. Menjawab hal ini, Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi menjelaskan, 2 juta […]

<p>Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan saat mencoba alat deteksi COVID-19 GeNose karya Universitas Gadjah Mada (UGM) di Stasiun KA Pasar Senen, Jakarta, Sabtu 23 Januari 2021. Dok BKIP</p>

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan saat mencoba alat deteksi COVID-19 GeNose karya Universitas Gadjah Mada (UGM) di Stasiun KA Pasar Senen, Jakarta, Sabtu 23 Januari 2021. Dok BKIP

(Istimewa)

JAKARTA – Pernyataan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut ada hampir 2 juta data COVID-19 yang belum terlaporkan banyak menimbulkan pertanyaan.

Penyataan ini juga sempat diiringi dengan isu bahwa pemerintah menutupi jumlah kasus COVID-19 yang sebenarnya. Menjawab hal ini, Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi menjelaskan, 2 juta data tersebut bukan data kasus positif yang ditutupi, namun justru kasus-kasus negatif yang belum terlaporkan.

Menurutnya, hal ini terjadi karena selama ini banyak laboratorium yang cenderung lebih dahulu melaporkan kasus positif agar segera mendapat penanganan. Sehingga data kasus negatif tertunda untuk dilaporkan.

“Sebenarnya bukan dua juta kasus positif yang belum masuk. Tetapi, ada banyak hasil tes negatif yang tertunda untuk dilaporkan oleh laboratorium,” kata Jodi dalam keterangan tertulis, Sabtu, 6 Februari 2021.

Keterlamabatan ini berdasarkan jumlah tes yang besar, sementara tenaga entry terbatas. Maka dari itu, laboratorium cenderung lebih dahulu melaporkan hasil positif agar bisa segera ditindaklanjuti.

Salah Menangkap Maksud

Menurut Jodi, beberapa pihak mungkin salah menangkap maksud dari apa yang disampaikan Luhut dalam pertemuan virtual dengan epidemiolog. Ia menjelaskan, dua juta data tersebut justru akan membuat angka positivity rate menurun, bukan meningkat.

“Jadi ketika data tersebut nanti sudah terintegrasi dan dimasukkan, angka positivity rate juga akan turun karena memang banyak data kasus negatif yang tertunda untuk dilaporkan sebelumnya. Jadi artinya bukan ada kasus positif yang ditutupi dan yang ditakutkan terjadi lonjakan rasa-rasanya tidak akan terjadi,” ujar Jodi.

Jodi mengakui, integrasi data masih menjadi masalah dalam penanganan COVID-19. Untuk itu, pemerintah mendorong perwujudan big data kesehatan yang menampung dan mengintegrasikan berbagai sumber data kesehatan. Seperti rekam medis elektronik, BPJS Kesehatan, vaksin, dan lain sebagainya.

“Memang ini menjadi pekerjaan rumah bersama. Tapi Menko Luhut melihat pandemi ini sebagai momentum yang tepat bagi pemerintah untuk memperbaiki sistem database kita, bukan hanya di bidang kesehatan, tapi lainnya juga. Supaya ke depan kita bisa punya sistem manajemen data yang baik,” tutup Jodi.