Korupsi Proyek Satelit Kemhan Libatkan Tiga Tersangka, Negara Rugi Rp340 Miliar
- Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan user terminal satelit di Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2016.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA – Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan user terminal satelit di Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada tahun 2016.
Ketiga tersangka tersebut adalah Laksamana Muda TNI (Purn) LNR yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Sarana Pertahanan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), ATVDH selaku tenaga ahli satelit di Kemhan, dan GK yang merupakan CEO perusahaan asing asal Hungaria, Navayo International AG.
“Tersangka Laksamana Muda TNI (Purn) LNR selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), ditetapkan berdasarkan Penetapan Tersangka Nomor: TAP-11/PM/PMpd.1/05/2025 tanggal 5 Mei 2025,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis, 8 Mei 2025.
Proyek ini berkaitan dengan pemanfaatan slot orbit 123° Bujur Timur. Pada 1 Juli 2016, Kemhan menandatangani kontrak pengadaan senilai US$34,19 juta, meskipun anggaran untuk proyek tersebut tidak tersedia dalam DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran).
Selain itu, pengadaan dilakukan tanpa melalui proses lelang atau mekanisme pengadaan barang dan jasa sebagaimana mestinya. Penunjukan langsung terhadap perusahaan asing dilakukan atas rekomendasi ATVDH.
Permasalahan tidak berhenti di situ. Pengiriman barang oleh Navayo dilakukan berdasarkan empat Certificate of Performance (CoP) tanpa melalui pengecekan fisik terlebih dahulu.
Faktanya, barang-barang yang dikirim tidak sesuai dengan spesifikasi teknis. Sebanyak 550 unit telepon genggam yang diklaim sebagai ponsel satelit ternyata bukan perangkat satelit dan tidak dilengkapi fitur keamanan seperti secure chip.
Selain itu, 12 buku bertajuk Milestone 3 yang termasuk dalam paket proyek, menurut para ahli, tidak dapat digunakan untuk membangun sistem terminal pengguna satelit yang andal.
Akibatnya, Indonesia mengalami kerugian besar. Berdasarkan putusan arbitrase internasional di Singapura, pemerintah Indonesia diwajibkan membayar US$20,86 kepada Navayo.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga mencatat total kerugian negara mencapai US$21.384.851,89 atau sekitar Rp340 miliar jika dikonversi dengan kurs saat ini.
Sebagai bagian dari pelaksanaan putusan arbitrase tersebut, juru sita internasional bahkan menyita properti milik pemerintah Indonesia yang berada di Paris. Dalam proses penyidikan, Kejaksaan telah memeriksa 52 saksi sipil, 7 saksi militer, dan 9 orang ahli.
“Saksi yang telah diperiksa terdiri dari 52 orang saksi sipil, 7 orang saksi militer, serta 9 orang ahli,” tambah Harli.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 8 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yang seluruhnya dikaitkan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 KUHP tentang penyertaan dan perbuatan berlanjut. Ancaman hukuman maksimal mencapai 20 tahun penjara.
Kejaksaan menegaskan akan terus menelusuri aliran dana dan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini, termasuk potensi tindak pidana pencucian uang.

Ananda Astridianka
Editor
