Nasional

Jejak Perjuangan Buruh Indonesia, Dari Semaun sampai Marsinah

  • Hari Buruh bukan sekadar momen menuntut hak, tetapi juga menjadi momen untuk mengenang mereka yang telah menaburkan benih keadilan sosial, para pahlawan buruh Indonesia.
Demo Buruh Rokok Keemenkes - Panji 5.jpg
Ribuan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) menggelar aksi unjuk rasa nasional di depan Gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta Selatan, Selasa, 10 Oktober 2024.  Foto : Panji Asmoro/TrenAsia (trenasia.com)

JAKARTA – Setiap 1 Mei, suara jutaan buruh menggema di jalan-jalan. Spanduk, orasi, dan semangat solidaritas mengingatkan kita pada sejarah panjang perjuangan kaum pekerja di Indonesia.

Hari Buruh bukan sekadar momen untuk menuntut hak, tetapi juga saat untuk mengenang mereka yang telah menabur benih keadilan sosial—para pahlawan buruh Indonesia.

Dari masa kolonial hingga era modern, banyak tokoh yang mengabdikan hidupnya untuk memperjuangkan nasib kaum buruh. Nama-nama seperti Marsinah, Tan Malaka, dan Mohammad Hatta mungkin sudah akrab di telinga. Namun, masih banyak tokoh lain yang kiprahnya layak dikenang.

Dilansir TrenAsia dari berbagai sumber, Selasa, 29 April 2025, berikut sejumlah kisah para tokoh buruh yang telah memberi warna dalam sejarah perjuangan pekerja Indonesia:

Marsinah

Marsinah adalah seorang buruh pabrik arloji di Sidoarjo, Jawa Timur, yang menjadi simbol perjuangan buruh perempuan Indonesia. Pada awal 1990-an, ia bersama rekan-rekannya memperjuangkan kenaikan upah minimum sesuai ketetapan pemerintah daerah.

Di tengah tekanan dari pihak perusahaan dan aparat keamanan, Marsinah tetap teguh membela hak-hak buruh. Pada 8 Mei 1993, ia ditemukan tewas dengan luka-luka berat di tubuhnya. Kasus kematiannya mengejutkan publik nasional dan internasional, serta memicu kecaman luas terhadap praktik kekerasan terhadap aktivis buruh.

Hingga kini, Marsinah dikenang sebagai martir keberanian yang mengorbankan nyawanya demi keadilan sosial.

Tan Malaka: Buruh sebagai Mesin Revolusi

Tan Malaka dikenal sebagai tokoh revolusioner Indonesia, namun kedekatannya dengan perjuangan buruh kerap luput dari sorotan. Sejak muda, ia aktif mengorganisasi buruh perkebunan di Sumatra dan buruh pelabuhan di Jawa. Melalui Sarekat Islam Merah, ia menyuarakan perlawanan terhadap penindasan kolonial.

Dalam karya-karyanya seperti Menuju Republik Indonesia dan Madilog, Tan Malaka menekankan bahwa buruh harus menjadi motor penggerak perubahan sosial, bukan hanya korban sistem. Menurutnya, kemerdekaan nasional tidak lengkap tanpa pembebasan buruh dari eksploitasi.

Semaun: Pendiri Organisasi Buruh Pertama di Hindia Belanda

Semaun, seorang buruh kereta api, merupakan pendiri Serikat Buruh Kereta Api (VSTP), organisasi buruh pertama di Hindia Belanda. Di usia muda, ia memimpin ribuan buruh menuntut perbaikan upah, kondisi kerja yang layak, dan perlakuan manusiawi dari pemerintah kolonial.

Semaun memperkenalkan gagasan sosialisme kepada buruh pribumi dan mendorong kesadaran akan hak-hak mereka. Di bawah kepemimpinannya, mogok kerja besar-besaran terjadi pada awal 1920-an, mengguncang fondasi kekuasaan kolonial. Meski kemudian diasingkan, pengaruhnya terhadap gerakan buruh Indonesia tetap membekas.

Raden Sukemi: Pelopor Pendidikan Buruh

Di tengah keterbatasan akses pendidikan bagi rakyat kecil, Raden Sukemi hadir sebagai pendidik bagi buruh. Ia membuka kelas malam untuk para pekerja pabrik di Surabaya, mengajarkan baca tulis, dasar hukum, dan pentingnya memahami hak pekerja.

Bagi Sukemi, pendidikan adalah alat pemberdayaan dan pembentukan kesadaran kritis. Gerakan literasi yang ia pelopori menjadi salah satu fondasi awal tumbuhnya kesadaran kolektif buruh di Indonesia.

Mohammad Hatta: Visi Ekonomi Berbasis Buruh

Sebagai Bapak Koperasi Indonesia, Mohammad Hatta memiliki visi ekonomi yang berpihak pada buruh dan rakyat kecil. Ia menilai bahwa dalam sistem kapitalisme tanpa kendali, buruh akan selalu berada dalam posisi lemah.

Hatta mendorong pembentukan koperasi buruh sebagai alat perjuangan ekonomi—tempat buruh bukan hanya sebagai pekerja, tetapi juga sebagai pemilik dan pengelola. Pandangan ini mewarnai berbagai kebijakan ekonomi Indonesia pasca-kemerdekaan, termasuk perlindungan terhadap serikat buruh.

Wage Rudolf Supratman: Musik sebagai Perjuangan

Dikenal sebagai pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya, Wage Rudolf Supratman juga menggubah lagu-lagu perjuangan rakyat dan buruh. Musiknya menjadi alat yang ampuh dalam membangkitkan semangat kolektif rakyat kecil, termasuk buruh yang hidup dalam penindasan kolonial.

Lagu-lagu Supratman menyatukan suara petani, buruh, dan rakyat miskin kota dalam semangat perjuangan. Ia menunjukkan bahwa seni bukan sekadar hiburan, melainkan bagian penting dari gerakan sosial.

Hari ini, di era industri 4.0, tantangan buruh telah berubah bentuk. Isu digitalisasi, kerja fleksibel, sistem outsourcing, hingga perlindungan sosial menjadi medan perjuangan baru. Namun, semangat yang diwariskan para pahlawan buruh tetap relevan: memperjuangkan keadilan, kesejahteraan, dan martabat manusia.

Di tengah gema langkah massa pada 1 Mei, suara para pahlawan buruh seolah masih menggema: perjuangan belum selesai. Tugas generasi hari ini adalah meneruskan api semangat itu, demi masa depan yang lebih adil bagi seluruh pekerja Indonesia.