Nasional

Jangan Stres, Masyarakat Harus Siap Hadapi New Normal

  • JAKARTA—Beragam reaksi masyarakat muncul selama masa pandemi COVID-19 termasuk bergesernya perilaku masyarakat hingga berujung stres. Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Widodo Muktiyo mengatakan, respons yang beragam itu muncul lantaran komunikasi publik yang kurang memadai. “Paniknya tidak hanya ada di dalam diri kita, tapi paniknya sampai pada perilaku ekonominya. Ada panic […]

<p>Warga beraktivitas menggunakan masker di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat. Semua warga negara Indonesia diwajibkan menggunakan masker saat keluar rumah untuk mencegah penularan virus corona. Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menegaskan bahwa pemerintah menjalankan program &#8216;masker untuk semua&#8217; per 5 April 2020 sesuai anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>

Warga beraktivitas menggunakan masker di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat. Semua warga negara Indonesia diwajibkan menggunakan masker saat keluar rumah untuk mencegah penularan virus corona. Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menegaskan bahwa pemerintah menjalankan program ‘masker untuk semua’ per 5 April 2020 sesuai anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

(Istimewa)

JAKARTA—Beragam reaksi masyarakat muncul selama masa pandemi COVID-19 termasuk bergesernya perilaku masyarakat hingga berujung stres.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Widodo Muktiyo mengatakan, respons yang beragam itu muncul lantaran komunikasi publik yang kurang memadai.

“Paniknya tidak hanya ada di dalam diri kita, tapi paniknya sampai pada perilaku ekonominya. Ada panic buying, dibeli macam-macam itu,” jelas Widodo di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Rabu, 13 Mei 2020.

Dia mengaku, salah satu kendala dalam komunikasi publik adalah faktor geografis Indonesia yang terdiri dari banyak pulau. Kondisi geografis ini, menurut Widodo, mempengaruhi penyampaian dan penerimaan informasi di tengah masyarakat sehingga hal itu juga kemudian melahirkan berbagai bentuk respons di tengah masyarakat.

“Ada yang di kota ada yang di pelosok sampai pada yang di terpencil,” lanjut dia.

Sementara itu, Widodo memahami bahwa timbulnya stres disebabkan oleh suatu keadaan masyarakat untuk mengubah pola kehidupan sehari-hari, dari yang awalnya berjalan normal menjadi dibatasi dan diatur ruang geraknya.

“Ini, kan, gaya hidup baru yang dipaksa harus ikut, setelah (masyarakat) tahu. Nah, di situlah kemudian terjadi satu situasi yang di dalam keluarga itu menjadi sesuatu yang baru, dipaksa, punya implikasi yang lebih luas lagi,” terang dia.

Widodo menambahkan, pada awalnya tidak semua masyarakat memahami bahwa kondisi stres dapat menurunkan imunitas seseorang sehingga dapat membuat tubuh menjadi rentan terinfeksi virus.

“Akan tetapi dari waktu ke waktu masyarakat dan secara berkala masyarakat mulai memahami dan mulai dapat mengelola situasi sehingga keadaan menjadi lebih tenang,” lanjut dia.

Sebelumnya, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmita mengimbau masyarakat untuk bersiap dengan kondisi new normal (normal yang baru) selama masa pandemi COVID-19 ini.

Menurut dia, new normal merupakan kehidupan yang akan dijalankan seperti biasa, ditambah dengan protokoler kesehatan. Diusulkan, New normal diterapkan seiring dengan belum ditemukan vaksin atau penangkal virus corona.

“Transformasi ini adalah untuk menata kehidupan dan perilaku baru, ketika pandemi, yang kemudian akan dibawa terus ke depannya sampai tertemukannya vaksin untuk COVID-19 ini,” kata Wiku dalam konferensi pers di Graha BNPB yang disiarkan lewat Youtube, Selasa lalu.

Wiku mengungkapkan, berdasarkan pernyataan beberapa ahli dan pakar dunia, vaksin COVID-19 kemungkinan besar ditemukan paling cepat tahun depan. Ini berarti, kemungkinan terbesar masyarakat harus hidup secara new normal sampai tahun depan, bahkan bisa lebih.

“Tapi, kita harus berpikiran positif karena Indonesia ini punya kapasitas yang besar dan gotong royong. Nah, marilah kita gotong royong untuk merubah perilaku bersama,” tegas Wiku.

Wiku berharap, adanya kesadaran bersama-sama dalam masa-masa krisis kesehatan seperti yang tengah berlangsung baik di Indonesia maupun beberapa negara di dunia. Menurutnya, penerapan protokol kesehatan menjadi metode paling dianjurkan untuk menghadapi COVID-19.