Nasional

IJTI Angkat Bicara Soal Direktur Jak TV jadi Tersangka Kasus Timah

  • Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyoroti penetapan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar, sebagai tersangka perintangan penyidikan kasus korupsi timah dan impor gula oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Menurut IJTI, Kejagung mestinya berkomunikasi terlebih dulu dengan Dewan Pers.
Tian-Bahtiar-ditahan-Kejagung-RI.jpg
Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar. (Jak TV)

JAKARTA—Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyoroti penetapan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar, sebagai tersangka perintangan penyidikan kasus korupsi timah dan impor gula oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Menurut IJTI, Kejagung mestinya berkomunikasi terlebih dulu dengan Dewan Pers. 

Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan, mengatakan pihaknya mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi di segala sektor, termasuk di lingkungan penegakan hukum. Dia menegaskan setiap warga negara, termasuk insan pers, yang diduga terlibat tindak pidana wajib diproses hukum.

“Namun, IJTI menyoroti penetapan tersangka yang didasarkan pada aktivitas pemberitaan, yang merupakan bagian dari kerja jurnalistik,” kata Herik dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis, 24 April 2025. Sebagai informasi, Kejagung menyebut ada dugaan suap senilai Rp478,5 juta yang melibatkan Tian Bahtiar. 

Tian diperintah pengacara, Marcella Santoso, serta dosen sekaligus advokat, Junaedi Saibih, untuk memengaruhi opini publik dengan menyebarkan berita negatif tentang penyidik Kejagung melalui berbagai media, termasuk JakTV. Imbalan ratusan juta itu kemudian masuk ke kocek pribadi Tian. 

Kontrol Pers

Herik mengingatkan produk jurnalistik, termasuk yang bersifat kritis terhadap institusi negara, adalah bagian dari fungsi kontrol pers. Hal itu dijamin dan dilindungi UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 

“Bila tuduhan terhadap Direktur Pemberitaan JAK TV berkaitan dengan isi siaran atau konten jurnalistik, mestinya Kejaksaan Agung berkoordinasi terlebih dahulu dengan Dewan Pers," ujar Herik. 

Sesuai mandat undang-undang, hanya Dewan Pers yang berwenang menyatakan apakah suatu produk merupakan karya jurnalistik atau bukan. Herik mengatakan proses hukum yang dilakukan tanpa melibatkan Dewan Pers berpotensi mencederai kebebasan pers. 

Hal ini juga berpotensi menjadi preseden buruk yang dapat dimanfaatkan pihak tertentu untuk menekan media yang menjalankan fungsi kritik secara profesional dan sah. Herik menegaskan setiap sengketa yang berkaitan dengan pemberitaan wajib diselesaikan melalui Dewan Pers. “Bukan jalur pidana,” tuturnya. 

Menurut dia, langkah pemidanaan terhadap jurnalis atau media tanpa dasar dan prosedur yang jelas adalah ancaman terhadap demokrasi dan kebebasan berekspresi. Pihaknya menyerukan seluruh insan pers untuk tetap menjunjung tinggi etika jurnalistik dan menjaga independensi dalam bertugas. “IJTI juga akan berkoordinasi dengan Dewan Pers untuk memastikan perlindungan terhadap kerja jurnalistik tetap terjaga dalam koridor hukum yang benar.”

Baca Juga: Komunitas Pers: Usut Tuntas Teror Kepala Babi ke Tempo!

Sebelumnya, penyidik Kejagung menetapkan tiga tersangka perintangan penyidikan kasus korupsi timah dan impor gula. Mereka adalah Tian Bahtiar selaku Direktur Pemberitaan Jak TV, serta pegacara Marcella Santoso dan Junaedi Saibih.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan Tian Bahtiar melakukan tindak pidana secara pribadi dengan menyalahgunakan jabatannya sebagai Direktur Pemberitaan Jak TV. “Dia mendapat uang atas nama pribadi, bukan sebagai Direktur Jak TV karena tidak ada kontrak tertulis dengan perusahaan,” kata Harli, dikutip dari Antara.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengatakan ada pemufakatan antara ketiga tersangka untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung dalam penanganan perkara korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan di PT Timah, serta korupsi impor gula atas nama tersangka Tom Lembong.

Selain menyebarkan berita buruk tentang Kejagung, Marcella dan Junaedi turut membiayai demonstrasi hingga seminar terkait kasus tersebut. Hal itu sebagai upaya menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara Kejagung yang sudah berjalan di persidangan.