Dipantik Pemulihan Ekonomi, Kemenkeu Sebut RI Bakal Jadi Negara Berpendapatan Menengah Atas Lagi Tahun Ini
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjamin Indonesia bisa kembali menjadi negara berpendapatan menengah atas (middle up) pada tahun ini. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menilai kondisi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada awal 2021 sudah melampaui masa sebelum pandemi COVID-19 pada 2019.

Muhamad Arfan Septiawan
Author


Warga melintas di dekat pertokoan Pasar Tanah Abang yang tutup saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jakarta, Senin, 5 Juli 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
(Istimewa)JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjamin Indonesia bisa kembali menjadi negara berpendapatan menengah atas (middle up) pada tahun ini.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menilai kondisi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada awal 2021 sudah melampaui masa sebelum pandemi COVID-19 pada 2019.
“Turunnya status itu terjadi karena di tahun lalu kita mengalami kontraksi dan ini dialami oleh banyak negara. Tapi kita lihat kondisi PDB kita di tahun ini sudah membaik dibandingkan 2019, di akhir tahun kita bisa lihat kalau kita bisa kembali jadi negara berpendapatan menengah atas,” kata Febrio dalam Media Briefing, Jumat, 9 Juli 2021.
- Modernland Realty Raup Marketing Sales Rp341 Miliar pada Kuartal I-2021
- Waskita Karya Raih Kontrak Pembangunan Jalan Perbatasan RI-Malaysia Rp225 Miliar
- Pengelola Hypermart (MPPA) Berpotensi Meraih Rp670,85 Miliar Lewat Private Placement
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), PDB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Indonesia pada kuartal I-2021 mencapai Rp3.969,1 triliun. Realisasi itu lebih tinggi 4,9% dibandingkan PDB ADHB Indonesia pada 2019 yang sebesar Rp3.782,4 triliun.
Melihat kondisi pemulihan yang masih berlangsung, Febrio mengatakan ekonomi Indonesia sudah kembali on track sejak 2021. Meski begitu, dirinya mengakui adanya ledakan kasus COVID-19 masih menghantui pertumbuhan PDB Indonesia.
Akibat lonjakan kasus COVID-19, Kemenkeu mengoreksi target pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 4,3%-5,3% year on year (yoy) menjadi 3,7% -4,5%.
“Dengan koreksi ini pun, kami yakin di akhir tahun ini kita sudah bisa kembali ke negara berpendapatan menengah atas pada akhir tahun. Pertumbuhan terus kami lakukan di tahun depan,” ujar Febrio.
Sebelumnya, Bank Dunia mengklasifikasikan Indonesia masuk dalam negara berpendapatan menengah bawah karena memiliki gross national income (GNI) per kapita US$3.979 pada 2020. GNI itu menyusut dari capaian 2019 yang sebesar US$4.050.
Sementara itu, klasifikasi terbaru pendapatan negara versi Bank Dunia antara lain kelompok pendapatan rendah dengan GNI per kapita di bawah US$1.036, negara berpendapatan menengah ke bawah di kisaran US$1.046-US$4.095, negara berpendapatan menengah atas dengan US$4.096-US$12.695.
Lalu, ada negara dengan kategori berpengaruh yang memiliki GNI per kapita di atas US$12.695. Berdasarkan laporan terbaru Bank Dunia, Indonesia kini sejajar dengan beberapa negara yang tengah dilanda konflik militer seperti Iran.
Kerek Penerimaan Negara
Tidak hanya itu, Febrio juga menyebut tengah melakukan upaya peningkatan penerimaan negara dengan memperluas basis pajak. Manuver memperluas basis pajak seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sembako premium, PPN produk digital, hingga pajak korporasi global 15% diklaim Febrio bisa mengerek tax ratio di Indonesia yang masih tertinggal.
“Penerimaan pajak ini bakal menjadi tumpuan penerimaan negara yang nantinya jadi sumber dana kebijakan-kebijakan dan program yang semakin mempercepat pertumbuhan PDB kita,” jelas Febrio.
Program Direktur Institute For Development of Economic and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan mandek nya tax ratio menjadikan penerimaan negara tertahan selama beberapa tahun terakhir.
Esther menilai kemampuan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) semakin menurun. Adapun tax ratio Indonesia tercatat merosot dari 9,76% pada 2019 menjadi 8,33% pada 2020.
Itu artinya, porsi pajak yang dikumpulkan negara hanya 8,33% dari total aktivitas perekonomian yang berputar di Indonesia. Tax ratio yang merosot itu berbanding lurus dengan penerimaan pajak yang mengalami shortfall sebesar Rp128,8 triliun pada 2020.
“Performa pajak dari 1990-2019 memang tax ratio nya semakin turun sehingga tidak heran DJP melakukan ekspansi pajak baru pada tahun ini. Akibatnya, ruang fiskalnya terbatas,” kata Esther dalam Kajian Tengah Tahun Indef, Rabu, 7 Juli 2021.
Bank Dunia memproyeksikan tax ratio di Indonesia baru bisa menyentuh 10% pada 2024. Tax ratio itu tergolong rendah dibandingkan negara-negara tetangga.
Thailand dan Filipina diketahui miliki tax ratio tertinggi di Asia Tenggara, yakni 17%-17,5% dan 17%-18% pada 2018-2020. Pada periode yang sama Singapura tercatat memiliki tax ratio di angka 13%-14% dan Malaysia 12%-15%. (RCS)
