Bertaruh Nyawa di Wahana Hiburan: Ketika K3 Belum jadi Perhatian
- Dosen Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sumardiyono, melihat penerapan K3 di dunia hiburan masih perlu ditingkatkan. Menurut dia, taman bermain wahana rekreasi, hingga pasar malam, belum sepenuhnya menerapkan standar K3 dibanding industri manufaktur atau konstruksi.

Distika Safara Setianda
Author


JAKARTA – Bahaya kerja di taman hiburan merupakan tantangan keselamatan yang kompleks dan dinamis. Tempat-tempat ajaib penuh kegembiraan ini menyembunyikan bahaya nyata yang dapat mempengaruhi baik pengunjung maupun karyawan.
Di balik setiap roller coaster hingga parade, tim bekerja dengan keras untuk meminimalkan risiko dan memastikan bahwa senyum adalah satu-satunya hal yang dibawa pulang oleh pengunjung.
Diketahui, ada dua insiden di dunia rekreasi yang cukup menyedot perhatian publik. Pertama yakni peristiwa terjatuhnya seorang remaja dari wahana 360° Pendulum di Jawa Timur Park 1 (Jatim Park 1), Kota Batu, Jawa Timur, Selasa, 8 April 2025.
Remaja itu mengalami cedera serius berupa patah pada dua tulang betis kanan serta patah pada jari tengah dan jari manis tangan kanan. Korban sempat terombang-ambing sambil berpegangan pada pengaman badan, sebelum akhirnya terlepas dari kursi wahana dan jatuh ke bawah.
Belum lama ini, muncul insiden di pasar malam Alun-alun Kidul Keraton Solo, Jumat, 25 April 2025. Wahana ayunan putar ambruk saat menjalani uji coba. Beruntung tidak ada pekerja maupun pengunjung yang menjadi korban jiwa.
- Di Antara Tuduhan dan Jasa Besar, Apakah Layak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional?
- Realokasi Gas Ekspor untuk Domestik Berpotensi Mahal, Pengamat Energi: Buka Kebijakan Impor
- IHSG Bertenaga Hari Ini, Saham AKRA hingga MEDC Layak Dicermati
Dosen Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sumardiyono, melihat penerapan K3 di dunia hiburan masih perlu ditingkatkan. Menurut dia, taman bermain wahana rekreasi, hingga pasar malam, belum sepenuhnya menerapkan standar K3 dibanding industri manufaktur atau konstruksi.
“Beberapa masalah yang mungkin muncul seperti apakah sudah ada standardisasi inspeksi rutin terhadap wahana? Ini seperti dokumen logbook setiap hari wahana tersebut diperiksa sesuai standar K3,” ujarnya saat dihubungi TrenAsia.com, Senin, 28 April 2025.
Dia mengatakan penting memastikan apakah operator wahana memiliki sertifikasi kompetensi atau lisensi. Selain itu, perlu bukti pelaksanaan audit independen K3 secara berkala. “Jangan sampai pengelola merasa overconfidence (terlalu percaya diri) terhadap keamanan alat tanpa verifikasi teknis rutin,” tuturnya.
Sumardiyono menilai ada kecenderungn fokus bisnis lebih besar daripada keselamatan (kejar profit, biaya perawatan ditekan) di sebagian perusahaan, tak terkecuali yang bergerak di dunia hiburan.
Ia menambahkan, kemungkinan penyusutan material (wear and tear) pada struktur wahana sering tidak diperhatikan. Hal ini memicu insiden yang tak diinginkan di wahana rekreasi. “Sosialisasi atau peringatan K3 pada pemakai wahana kemungkinan tidak terlalu ketat,” paparnya.
Dia menyebut insiden-insiden di lapangan bisa jadi merupakan puncak gunung es dari kegagalan sistemik. Sumardiyono kemudian merinci aspek pengawasan daam wahana rekreasi sebagai berikut:
- Desain dan Pemasangan Wahana: Perlu pemeriksaan ketat terhadap desain mekanis, sambungan tidak memadai (sabuk pengaman lepas), atau kemungkinan pemasangan tidak sesuai spesifikasi.
- Material dan Struktur: Korosi bahan, keausan sambungan (klem) atau kemungkinan keropos struktur akibat usia (berapa lama alat tersebut digunakan?).
- Usia Wahana: Apakah pernah dilakukan rekondisi besar (major overhaul), termasuk semua sambungan sabuk pengaman.
- Inspeksi dan Maintenance: Apakah inspeksi harian, mingguan, dan tahunan sesuai standar K3 sudah teragendakan dengan rutin? Terkadang perawatan (preventive maintenance) sering dilalaikan atau hanya dilakukan secara administratif.
- Kompetensi Operator: Operator wahana apakah memiliki sertifikat kompetensi? Jika tidak, kemungkinan SOP belum dijalankan dengan baik termasuk pemahaman tentang dinamika beban, kegagalan sabuk pengaman, prosedur evakuasi, atau deteksi dini ketika ada anomali.
- Pengawasan: Kemungkinan pengawasan masih lemah. Pemerintah perlu melakukan inspeksi tidak hanya formalitas, tetapi sesuai standar pengawasan K3.
Menurut Sumardiyono, solusi agar K3 dunia hiburan lebih terjamin yaitu yang pertama dengan standardisasi nasional. “Buat dan wajibkan standar nasional inspeksi serta operasional wahana (seperti SNI) dan mewajibkan sertifikasi kompetensi bagi setiap operator wahana,” kata dia,
Dia menambahkan setiap wahana yang akan dioperasikan harus memiliki izin pemerintah yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Selain itu, setiap wahana wajib menjalani inspeksi teknis tahunan yang dilakukan oleh lembaga inspeksi independen, bukan hanya oleh pihak internal pengelola.
Terkait sertifikasi operator, imbuhnya, operator wahana wajib bersertifikasi kompetensi keselamatan kerja khususnya alat rekreasi (wahana). Selain itu, pelatihan rutin mengenai inspeksi visual awal, prosedur darurat, dan penggunaan sistem pengamanan harus diwajibkan.
Selanjutnya yakni manajemen perawatan. Dia mendorong penerapan sistem maintenance berbasis risiko (Risk-Based Maintenance) dengan pembagian jadwal, yaitu pemeriksaan harian melalui pre-use checklist, pengecekan bulanan untuk sambungan mekanis, sabuk pengaman, sistem hidrolik, dan kelistrikan.
Selain itu, perlu pemeriksaan tahunan berupa uji kekuatan struktur yang dilakukan tenaga ahli. “Tersedia logbook perawatan yang harus diperiksa oleh inspektur yang memiliki sertifikat kompetensi,” ungkapnya.
Pemantauan usia wahana juga perlu diterapkan dengan menetapkan batas usia maksimal operasional. Jika wahana telah melewati masa teknisnya (misalnya lebih dari 10 tahun), maka wajib dilakukan perbaikan besar (major overhaul) yang terdokumentasi dengan baik atau segera dilakukan dekomisioning (pensiunkan wahana).
Sistem insiden reporting juga tak kalah penting. Dia mengatakan semua insiden maupun kejadian nyaris celaka (near miss) wajib dilaporkan. Berdasarkan teori Piramida Heinrich, untuk setiap satu kecelakaan berat, biasanya terdapat 29 kecelakaan ringan dan 300 near miss yang terjadi sebelumnya. Selain itu, perlu ada sistem transparansi bagi publik, semacam track record keamanan wahana.
Lebih lanjut, penegakan hukum perlu dilakukan dengan memberikan sanksi tegas bagi pengelola yang terbukti melanggar peraturan terkait wahana, seperti denda yang tinggi atau pencabutan izin operasional.
“Jika terjadi kecelakaan akibat kelalaian yang menyebabkan kematian, cacat tetap, atau dampak serius yang merugikan pengunjung secara luas (berdasarkan hasil investigasi lembaga independen yang kompeten), pengelola dapat dikenakan proses pidana,” tegasnya,
Adapun, edukasi dan sosialisasi mengenai pentingnya keselamatan harus dilakukan kepada seluruh pegawai dan karyawan pengelola wahana, serta kepada publik melalui media sosial.
Saat pengunjung berada di area wahana, sosialisasi keselamatan dalam dunia K3 dikenal dengan nama Sistem Komunikasi Keselamatan (Safety Communication System), yang biasanya terdiri dari pengumuman suara langsung (live announcement), pengumuman rekaman (recorded announcement), dan sistem pengeras suara/paging system (PA System).
Sumardiyono menjelaskan, dalam konteks wahana rekreasi, fungsi dari sistem ini adalah untuk memberikan peringatan dini mengenai potensi bahaya, mengingatkan tindakan pencegahan yang perlu diikuti pengunjung, serta menyampaikan instruksi darurat jika terjadi situasi abnormal seperti cuaca buruk, gangguan alat, atau evakuasi.
Dia menegaskan publik juga perlu dididik untuk berani melaporkan wahana yang terlihat berbahaya, sementara pengelola harus menyiapkan tim tanggap darurat (emergency response team).

Chrisna Chanis Cara
Editor
